Devil's Fruit (21+)

Bangkit Dari Kematian



Bangkit Dari Kematian

2Fruit 999: Bangkit Dari Kematian     
3

Pangeran Abvru mulai menangis lirih sambil memeluk pusara Vargana. "Bisakah kau kembali, Va? Agar aku bisa meminta maaf dan mengakui perasaanku dengan lebih patut. Srrtt! Kumohon, Va ... atau aku bisa terus mengutuk diriku sepanjang hidupku, Va ... ssrrtt!"     

Tiba-tiba, Pangeran Abvru merasakan tanah yang dia peluk bergerak-gerak. Dia terperanjat, duduk tegak untuk melihat lebih jelas ada apa gerangan.     

Seketika, mata sang pangeran terbelalak saat muncul satu demi satu jari dan akhirnya tangan utuh ... keluar dari dalam tanah itu.      

APA ITU?!      

Namun, otak Pangeran Abvru justru menyuruh dia untuk menggali tanah tersebut. Dia pun lekas menggerakkan tangannya untuk menggali dan alangkah terkejutnya dia ketika melihat tangan siapa itu.     

"Va!" serunya tertahan ketika melihat wajah kotor Vargana yang penuh tanah sedang mencoba keluar untuk mengambil napas.     

"Uhuk! Uhuk!" Suara batuk beberapa kali terdengar dari mulut Vargana. Wajahnya penuh dengan tanah hitam yang menempel.      

Bingung akan apa yang terjadi, namun Pangeran Abvru tetap membantu gadis itu keluar dari kuburannya.      

Vargana masih terbatuk-batuk mengeluarkan serpihan tanah dari mulutnya. Pangeran Abvru mendudukkan gadis itu di sebelahnya, menepuk-nepuk pelan punggungnya.     

"Uhuk! Ini ... ini di mana? Uhuk! Kok gelap?" Vargana bertanya sambil memandang sekitarnya.      

"Ini ... taman belakang istana Berlian ... tempat kau dimakamkan." Pangeran Abvru menjawab apa adanya. Hatinya melonjak tak menentu. Gadis itu ada di sampingnya! Gadis itu hidup dan bernapas! Seberapa berloncatan hatinya di dadanya?!     

"Uhum! Hmhh! Hmm ..." Vargana menenangkan dirinya dari batuk dan mulai tenang. "Ohh, pantas saja. Sepi sekali. Aku sampai bisa dengar suara sayup-sayup." Dia mengusap wajahnya dengan tangan. Tapi karena sama-sama kotor, maka itu percuma.      

Pangeran Abvru pun menyobek ujung bajunya dan digunakan untuk mengusap wajah Vargana. Gadis itu pejamkan mata agar sang pangeran bisa leluasa mengusap pipi, mata dan hidung serta mulutnya dari tanah yang masih menempel, beberapa.     

"Kau benar Vargana?" tanya Pangeran Abvru sambil dia hati-hati menyeka wajah si gadis.      

"Hm, bukan. Aku Ratu Underworld. Lekaslah berlutut padaku." Vargana menjawab.      

Wajah Pangeran Abvru membeku dan dia berhenti menyeka pipi Vargana. Namun, setelah dia menangkap senyum tertahan Vargana, taulah dia bahwa gadis itu hanya bercanda. "Tsk! Yah, kau ratu Underworld, berarti aku rajanya."     

"Hm?" Vargana membuka matanya yang sudah tidak tertempeli tanah untuk menyaksikan raut Pangeran Abvru lebih jelas.      

"Tidak. Lupakan saja." Pangeran Abvru lekas menjawab, sadar bahwa ucapan dia sebelumnya terlalu frontal. Ia kembali membersihkan bibir Vargana dari sisa tanah hitam.      

"Hm, begitu yah?" Mulut Vargana dikerucutkan empunya. "Tadi sepertinya aku sayup-sayup mendengar ada orang menangis. Kira-kira siapa, yah?" Gadis itu menatap lekat pada Pangeran Abvru.     

"Tsk! Entah." Si pangeran menolak tatapan mata Vargana dan menjawab ketus karena malu. Siapa tau tadi Vargana benar-benar mendengar semua ratapan dia, bukankah itu sangat memalukan?!     

"Csk! Kau masih sama saja sengit dan pahit seperti kopi tanpa gula, Kek!" Gadis itu menggerutu.     

Pangeran Abvru tersentak. Bukankah dia tadi bicara bahkan seperti berikrar bahwa dia akan mengubah sikapnya? Terutama jika Vargana hidup?      

"Huft!" Vargana masih mendengus menggerutu sambil menepis tanah pada lengan dan betisnya. "Kupikir jika aku bangkit dari kematianku, maka dunia bisa lebih indah, orang-orang lebih manis, aku bi-"     

Grepp!     

Tiba-tiba saja Vargana sudah merasakan tubuhnya dalam dekapan seseorang. Dekapan Pangeran Abvru. Gadis itu melotot dan berontak ingin lepas. Namun, sang pangeran tidak mengijinkannya. Vargana berusaha lebih keras, dan Pangeran Abvru lebih erat mendekapnya.      

"Tidak akan aku lepaskan! Tidak akan!" seru Pangeran Abvru sambil mempertahankan pelukannya.      

"Apaan, sih Kek?!" Vargana tidak bisa mengeluarkan seluruh tenaganya karena masih lemah. "Aku bisa mati sungguhan kalau terlalu erat begini, kakek bodoh!" rutuknya.      

Namun, ternyata tidak ada respon selanjutnya dari Pangeran Abvru. Vargana terdiam saking herannya dan menatap wajah kaku si pangeran yang belum melepaskan dirinya. Aneh, biasanya jika diejek, Pangeran Abvru pasti akan mengomel lucu, tapi ini tidak sama sekali. Pria itu tidak memberikan reaksi seperti biasanya Vargana ketahui.      

"Kakek! Kakek bodoh!" Vargana mencoba peruntungannya lagi agar bisa mendapatkan respon yang biasanya dari Pangeran Abvru, tapi dia harus kecewa. "Hoi, kakek bodoh! Kakek jelek! Kakek-"     

"Haruskah aku sumpal mulutmu itu dengan ciumanku lagi?" Ucapan lugas dari Pangeran Abvru membuat Vargana ternganga. Apalagi ketika pandangan keduanya bertemu. "Tapi sepertinya aku akan tetap menciummu."     

Vargana belum sempat menghindar dari tertempelnya bibir dia oleh bibir Pangeran Abvru. Dia sudah hendak memberontak sekeras mungkin, namun ... dia heran, bibir sang pangeran menyentuh lembut bibirnya, meninggalkan jejak menggelitik di sana, tidak sekejam sebelumnya. Tidak sekasar yang terakhir.      

Bahkan Vargana sampai lupa hendak protes. Dia justru memejamkan matanya saking terbuai oleh pagutan lembut dari Pangeran Abvru.      

Hingga beberapa menit berlalu dan Pangeran Abvru menjauhkan bibir mereka, melihat gadis itu masih terpejam, dan ia kembali memagut pelan bibir itu, tidak perduli masih ada aroma tanah di sana.      

Kali ini Vargana membuka perlahan-lahan matanya, menyaksikan wajah Pangeran Abvru begitu dekat dengannya dan bahkan tubuhnya kian dihimpitkan oleh pelukan si pangeran hingga mereka saling menempel.      

Barulah ketika Vargana mengerang lirih, Pangeran Abvru melepaskan ciumannya. Mata mereka masih bertemu. Si gadis sampai bingung harus berkata apa.      

Karena saling terdiam dan bertatapan, Pangeran Abvru sekali lagi merundukkan wajahnya untuk menyatukan bibir mereka kembali. Vargana merasa dirinya begitu tolol karena diam saja menerima apa yang dilakukan pria di depannya. Ia hanya pejamkan mata, tangannya meremas baju Pangeran Abvru dan setelah sekian belas detik, putri sulung Myren pun mencoba membalas pagutan dari sang pria incubus.      

Barulah ketika tangan Pangeran Abvru bergerak turun dari pipi ke lehernya, Vargana membuka matanya dan menunduk canggung, tidak menyangka dirinya bisa berbuat demikian.      

"Um ... aku ... aku harus ke mamaku, dia-" Vargana yang kikuk, mencoba berdiri.     

"Aku menyukaimu, Va," ucap Pangeran Abvru, lugas.     

"Hah?" Vargana menoleh ke belakang saat dia sudah bisa berdiri sendiri.      

Namun, jawaban sang pangeran lagi-lagi adalah sebuah pagutan pada bibirnya hingga Vargana terbuai dan membiarkan saja.      

"Katakan kau menerima perasaanku, Va-mmcchh ..." bisik Pangeran Abvru sembari terus mencumbu Vargana.     

"Hmmfhhh ... mmchh ..." Vargana hanya membunyikan desahnya saja, tanpa ada kalimat. "Eiii!" Dia terkejut ketika tubuhnya dibawa terbang oleh Pangeran Abvru. "Mau kemana ini?"     

Pertanyaan Vargana terjawab saat mereka tiba di tepi sebuah telaga sunyi di tengah hutan. Tubuh gadis itu diturunkan di sana, perlahan.     

"Kok ke sini?" tanya Vargana terheran.      

"Agar kau bisa bersihkan badanmu, Va." Pangeran Abvru menjawab.      

"Tapi kan bisa pakai sihir." Vargana membantah. Karena dia sadar dia seperti ibunya, tidak begitu berpotensi dalam sihir, dia mendecak kesal dan pandang Pangeran Abvru. "Ayo, bantu aku ganti baju dengan magis."     

Kepala Pangeran Abvru menggeleng. "Mandilah di sana. Akan aku jaga." Pria itu langsung membopong lagi tubuh Vargana dan menceburkan diri mereka berdua di telaga.     

"Hei!" Vargana tak menyangka pria itu bisa begitu memaksa. Telaga itu setinggi dada Vargana. Tubuh dan pakaian kotornya langsung basah. Begitu pula sang pangeran.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.