Devil's Fruit (21+)

Tidakkah Kau Menyadarinya?



Tidakkah Kau Menyadarinya?

2Fruit 1005: Tidakkah Kau Menyadarinya?     
1

"Saat sebelum keluar dari alammu, aku mengatakan terima kasih dan kau milikku pada Shona. Sepertinya itu saja yang aku katakan usai melakukan itu. Kau pahamkan, Jo?"     

Jovano mengangguk dan mulai berpikir sekaligus menganalisis ucapan dari Pangeran Zaghar yang disampaikan ke Shona. "Kak Za, apakah kau sudah mengatakan kau mencintainya? Atau minimal ... mengucapkan bahwa kau menyukainya?"     

"Hm, kurasa belum. Tapi seharusnya Shona langsung paham bahwa aku menyukainya setelah aku berkata jadilah milikku, kan? Itu kalimat yang tidak aku keluarkan secara sembarangan pada gadis manapun."     

"Wah, mungkin memang itu akar masalahnya, Kak Za." Jovano sudah banyak bergaul dengan para manusia berbagai jenis karakter di bumi dan dia paham beberapa pemikiran perempuan terutama setelah dia sendiri menjalani masa pacaran dengan Nadin.      

Sedikit banyak, Jovano belajar banyak mengenai emosi perempuan dan apa yang kira-kira ada di pemikiran para perempuan. Ahh, tiba-tiba saja dia merasa sangat rindu pada gadis kepala merah muda itu.      

"Akar masalahnya? Hanya karena aku tidak secara gamblang mengucapkan kata cinta padanya, Jo?" tanya Pangeran Zaghar sambil agak heran.      

"Yah, Kak Za, bisa jadi itu pusat dari apa yang menjadikan Sho seperti ini ke Kak Za."     

"Begitu?"     

Jovano mengangguk. "Kak Za, cara berpikir perempuan itu banyak menggunakan hati, bukan dikuasai otak. Oleh karena itu, mereka lebih banyak menyikapi sesuatu secara emosional."     

"Apakah Shona tidak tau aku mencintainya?"     

"Bisa jadi begitu, Kak. Dan malah yang aku takutkan, dia berpikir kalau Kak Za hanya memanfaatkan dia saja."     

"Me-memanfaatkan? Bagaimana mungkin?"     

Putra sulung Andrea mengangkat bahunya. "Aku hanya menduga berdasarkan apa yang biasa kerap dipikirkan perempuan di bumi manusia."     

"Tapi ... tapi Shona kan bukan manusia, Jo."     

"Tapi, Sho sudah sejak kecil tinggal di bumi manusia, Kak Za, maka tak heran jika emosi dan cara berpikir dia juga banyak dipengaruhi kebiasaan manusia."     

"Huft! Jadi, apa yang harus aku lakukan?"     

"Aku bisa bantu mengatur pertemuan dengan Sho dan nanti Kak Za bisa mulai mengatakan bahwa Kak Za mencintai dia dan berharap dia bisa menjadi milik Kakak. Yah, sama seperti yang dilakukan adik Kak Za."     

Ingatan Pangeran Zaghar seketika tertuju pada perbuatan sang adik yang secara lugas gamblang menyatakan cintanya pada Vargana, bahkan di depan keluarga dan teman-teman Vargana. Memikirkan itu, dia merasa dia lebih payah ketimbang si adik yang biasanya bersikap kekanakan dan tidak terkontrol.      

Dia merasa kalah dari adiknya.      

"Hm, baiklah, aku minta tolong padamu, Jo, aturlah sebuah pertemuan untuk kami. Bagaimana kalau di alam pribadimu?"     

Kepala Jovano menggeleng. "Jangan, Kak. Nanti kesannya malah buruk."     

"Baiklah kalau begitu, kau atur saja."     

-0-0-0-0-     

Suatu siang, Jovano menemui Shona yang sedang berbincang dengan gadis-gadis lainnya di sebuah ruangan.      

"Sho, bisa kemari sebentar?" tanya Jovano pada Shona.      

Gadis itu menoleh ke Jovano dan merasa aneh. Tidak biasanya pria muda itu akan memanggil dan ingin berbicara padanya. Seketika, Shona merasa berdebar, namun dia mengangguk juga dan pemit pada yang lain untuk mengikuti Jovano ke sebuah taman di belakang Istana Berlian.      

"Jo, ada apa?" tanya Shona.      

"Sho, bisakah kau melakukan sesuatu untukku?" tanya Jovano.      

"Apa itu?"     

"Pokoknya, aku kepingin kau mengabulkannya agar pikiranku tenang."     

Shona makin heran dengan perkataan Jovano. Apa kira-kira yang menyebabkan Jovano bisa seserius ini bicara padanya? "Baiklah, aku akan berusaha. Bicaralah."     

"Aku ingin kau bicara dengan kakakku. Yah!" Jovano menatap penuh memohon pada Shona.     

"Kakakmu?" Shona jadi bingung.      

Kebingungan dia terjawab saat Pangeran Zaghar keluar dari balik pohon. "Sho."     

Mata Shona berputar, dia hendak menghilang, tapi Jovano mencegah. "Sho, please bicara bentar ama kakakku, yah! Kak Za, silahkan."     

Kini, tinggallah Shona dengan Pangeran Zaghar di taman belakang itu. Si gadis tertunduk menolak menatap sang pangeran.      

"Sho, kenapa kamu seperti menghindariku? Apakah aku berbuat suatu kesalahan padamu?" tanya Pangeran Zaghar.      

Shona belum ingin mendongak, namun dia merasakan jemari sang pangeran incubus di depannya sudah menyentuh dagunya secara lembut dan mengangkatnya. Mau tak mau, pandangan mereka pun bertemu karena itu.      

"Sho ... Shona ... aku mencintaimu, tidakkah kau menyadarinya?" ucap lirih si pangeran incubus sembari menatap penuh harap pada sang gadis di depannya.      

Bibir Shona bergerak-gerak namun tak ada suara yang bisa keluar dari sana karena si empunya sendiri juga tak tau apa yang musti dia ucapkan dalam keadaan demikian. Akhirnya, karena tak bisa mengatakan apapun, Shona pun mengulum bibirnya, menggigit bagian bawahnya sambil berusaha mengalihkan pandangan ke arah lain.      

"Sho ... jangan lakukan itu atau aku akan tergerak untuk menciummu," erang pelan si pangeran Isvax.      

Shona mendelik tak percaya. Pangeran ini kenapa, sih? Seenaknya berbicara vulgar begitu di depannya? "Aku ... aku ..."     

"Sho, kuharap kau juga mencintaiku, sebesar aku mencintaimu, sayank ... Shona sayank ..." Pangeran Zaghar makin mendekatkan dirinya pada Shona, memperpendek jarak antara mereka sembari dua tangannya menangkup pipi sang gadis cantik itu.      

"Pangeran, aku ..." Shona menatap sayu ke Pangeran Zaghar yang lekat merajut pandangan kepadanya.      

"Apakah kau membenciku? Apa kau benci aku setelah kita melakukan itu? Apa kau menyesal melakukan hal itu denganku?" tanya Pangeran Zaghar disertai pandangan terluka seolah Shona sedang menolak dia.      

"Aku ... ini ..." Shona jadi gugup sendiri ketika dia menghadapi Pangeran Zaghar dengan segala ucapan dan dugaan keliru sang pangeran. Padahal ini yang dia nantikan dari si pangeran, ucapan cinta yang dia tunggu untuk memastikan apa sebenarnya arti dirinya bagi si pangeran.      

Namun, ketika apa yang dia harap telah terkabulkan, dia malah panik sendiri dan hatinya bergemuruh akan gejolak, tak siap menghadapi rasa suka cita aneh yang bergelora di benaknya. Seakan, semua prasangka dia pada Pangeran Zaghar telah musnah hancur lebur berkat kalimat cinta si pangeran.      

Selama ini dia mengira dirinya hanya dijadikan pelampiasan napsu semata, ternyata tidak begitu. Pangeran Zaghar tidak begitu padanya. Dia spesial, dia sosok spesial bagi Pangeran Zaghar. Ya, kan? Atau Shona terlalu berlebihan meninggikan arti dirinya pada sang pangeran?     

"Pangeran ..."     

"Sho," lanjut Pangeran Zaghar sembari dekatkan wajah mereka dan menempelkan dahi mereka satu sama lain. "aku mencintaimu dan ingin menjadikanmu milikku saja. Apakah itu berlebihan? Apakah kau tidak setuju? Apakah kau menyesal kita telah melakukan hal itu sebelumnya? Kau membenciku karena kita telah melakukannya tanpa ada kata cinta terlebih dahulu? Katakan sesuatu, Sho sayank."     

"Hal apakah itu? Boleh aku tau?" Tiba-tiba, ada suara sangat familiar bagi Shona yang terasa dekat.      

Pangeran Djanh!     

Ayahnya ternyata sudah berada di belakang Shona secara mendadak dan menginterupsi. Bahkan pertanyaan sang ayah terasa membuat punggung dua muda-mudi itu dingin menggigil dan mereka lekas saja saling menjauhkan diri.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.