Devil's Fruit (21+)

Alam Wadidaw



Alam Wadidaw

3Fruit 1050: Alam Wadidaw     
2

Beberapa menit berikutnya, terlihat penampilan dari wajah-wajah keluarga Naru begitu takjub dan kagum dengan isi alam pribadi Jovano, termasuk Naru. Akhirnya sebagian besar dari mereka ikut masuk semua ke alam itu.     

"Nama alam ini apa, Jo?" tanya Naru setelah selesai takjub.      

"Namanya? Alam Wadidaw." Jovano menjawab demikian lalu dia tertawa sendiri, apalagi ketika melihat ekspresi ibunya yang memutar bola mata saat dia memberikan jawaban pada Naru.      

"Alam Wadidaw? Apa itu artinya?" tanya Naru penasaran. Dia yakin itu bukan bahasa Jepang, dan mungkin saja itu bahasa negara asal Jovano.      

"Ohh, itu artinya wow." Jovano menahan geli.      

"Wadidaw artinya wow di Indonesia, yah?" Naru pun mengangguk-angguk paham.      

Andrea menampar lengan anaknya sambil melotot. Ada-ada saja si anak. Alam Wadidaw? Jadi Jovano serius memberikan nama itu untuk sebuah alam? Astaga ... tak ada bau-bau elit sama sekali. Coba bandingkan dengan alam milik Pangeran Djanh, Alam Feroz yang berarti liar, kejam. Lalu alam milik si cambion, Alam Cosmo, yang berarti dunia.     

Ini ... Alam Wadidaw ... Andrea tak bisa berkata-kata lagi.      

"Oke, ayo sekarang saatnya bagi kita untuk membuktikan kinerja mantra ini!" Andrea pun mempersiapkan kertas-kertas mantra yang telah dia bawa. "Jo, keluarkan satu kampretnya! Ayo! Ayo! Ikimashou! Ikeeeeiii!" seru Andrea.      

"Kampret? Apa itu, Jo?" tanya Naru penasaran.      

"Kampret itu nama lain dari kelelawar. Karena ini ada vampir yang identik dengan kelalawar, makanya mamaku menyebutnya kampret." Jovano suka rela menjelaskan.      

"Wah, bahasa yang kaya! Kampret! Bahasa Indonesia begitu kaya, yah!" Naru kagum.     

"Tentu saja. Karena di Indonesia ada begitu banyak ragam bahasa daerah." Jovano tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk membanggakan negara asal tempat ibunya.      

"Jo! Mana kampretnya, oi!" seru sang ibu.      

"Oke, Mom! Otewe!" Jovano pun memusatkan pikiran dan dia melepaskan salah satu vampir yang sudah diikat dengan tali khusus agar tidak bisa lepas.      

Vampir itu sudah disusupi makhluk asap hitam, dia berteriak dan memaki orang-orang di depannya.      

"Bacot saja kau ini, kampret!" Andrea segera saja menggunakan tenaga Mossa dia dan salah satu kertas mantra pun melayang cepat menempel di dada si vampir tadi.      

Wuushhh!      

Seketika saat kertas mantra dari Andrea menempel di dada vampir, maka makhluk asap hitam yang mendiami tubuh itu pun terlonjak keluar dari belakang seolah ada yang mendorong keluar.      

Makhluk asap hitam sangat terkejut akan apa yang terjadi pada dirinya dan dia tidak sempat kabur karena Andrea sudah melempar api ungu padanya, membakar habis makhluk itu diiringi jeritannya.      

Kini tinggal si vampir saja yang masih dalam keadaan terikat. "Jangan! Jangan bunuh aku! Jangan!"     

"Kenapa kagak boleh bunuh elu, kampret?!" seru Andrea sambil mempersiapkan apinya. "Lu udah kagak ada gunanya lagi di dunia, daripada bikin ribet manusia, mendingan lu matek aja, ngerti?"     

Dan vampir itu hanya bisa meraung sembari mengeluarkan sumpah serapahnya pada Andrea saat tubuhnya sudah dijilat api ungu yang lebih panas dari api Cero ciptaan Andrea.      

"Sepertinya aku harus masukkan unsur api ungu di mantra ini. Oke, nanti akan aku buat, tapi aku mau uji coba sekali lagi ke kampret. Jo, keluarkan satu kampret lagi! Aku mo liat, ini mantra bakalan langsung ledakin tuh kampret atau cuma dorong keluar makhluk kancutnya."     

"Kancut?" Naru kembali bertanya karena penasaran. Dia jadi ingin belajar bahasa Indonesia.      

Jovano memijit pangkal hidungnya, kenapa pula ibunya mengeluarkan berbagai kosakata ajaib begitu di depan teman dan keluarganya, sih? "Itu ... itu artinya ... makhluk jelek."     

"Ohh ... kancut artinya jelek? Oke, aku akan ingat. Kampret adalah kelelawar dan kancut adalah jelek." Naru mengangguk beserta senyum senangnya karena berhasil mempelajari bahasa baru dari Jovano dan ibunya. Kalau dia ke Indonesia untuk berlibur, dia ingin menjajal apa saja yang sudah dia pelajari nantinya.      

Jovano mengeluarkan lagi satu makhluk vampir dengan si kancut di dalamnya.      

Seperti sebelumnya, Andrea melemparkan kertas mantra buatannya dan memang itu memberikan efek terdorongnya makhluk asap hitam keluar dari tubuh si vampir. Dan Andrea lekas membakar makhluk itu dengan api ungunya.      

"Sepertinya mantra yang ini memang aman kalau untuk manusia. Aku nanti akan coba buat yang sekaligus bisa bakar si kancut." Andrea mengusap-usap dagunya, seolah ada jenggot naga di sana.      

"Jadi, bagaimana, Mom? Hendak bunuh vampir ini juga?" tanya Jovano sambil menatap vampir yang tak berdaya di ikatan tali khusus itu.      

"Apakah tidak bisa melakukan apapun untuk memulihkan vampir itu?" Salah satu bibinya Naru tidak tega harus membunuh vampir yang asalnya dari manusia.      

"Dia sudah kehilangan kemanusiaannya dan tidak bisa lagi dipulihkan menjadi manusia. Begitulah jahatnya para vampir, mereka mengubah manusia menjadi jenis mereka dan itu tak bisa lagi disembuhkan selain hanya bisa dibunuh." Andrea menggeleng sedih. Dia juga prihatin mengenai ini, tapi mau bagaimana lagi?     

"Jangan! Jangan bunuh aku! Aku hanya korban! Aku korban vampir! Aku tidak ingin jadi vampir! Tolong jangan bunuh aku!" Vampir perempuan itu merengek sampai menangis.      

"Lihat, dia sendiri tidak menginginkan dirinya jadi vampir dan hanya dipaksa menjadi vampir." Bibinya Naru kian iba.      

"Siapa yang menjadikanmu vampir?" tanya Andrea pada vampir perempuan itu.      

Vampir perempuan menunjukkan muka memelas tingkat maksimal dan menjawab, "Entahlah, aku saat itu sedang tertidur di kamarku dan tiba-tiba muncul seorang gadis memakai baju serba hitam seperti baju orang Eropa jaman dulu. Dia tiba-tiba saja menerjangku dan menggigit leherku, lalu aku pingsan."     

Andrea dan Jovano saling tatap. Gadis berpakaian serba hitam dan berbusana ala orang Eropa jaman dulu? Di benak Andrea langsung muncul bayangan Emanuela, tetua vampir yang memang berpenampilan ala gadis cilik dan biasa memakai baju ala bangsawan Eropa jaman dulu dan serba hitam sebagai kebiasaan para vampir aristokrat.      

Namun, benak Jovano berbisik lain.      

"Tolong lepaskan aku ... aku takkan berbuat jahat, aku takkan menggigit siapapun, aku berjanji, aku hanya ingin hidup normal ... hiks!" Vampir perempuan itu menangis tersedu-sedu.      

"Sudahlah, bebaskan saja dia, kasihan ..." pinta bibinya Naru, tak tega. Dia memang perempuan yang sering jatuh iba pada apapun di sekitarnya yang terlihat memelas.      

"Hm, baiklah, kita lepaskan dia." Andrea tak mau berdebat dan menatap anaknya. "Jo, pindahkan kami keluar dulu dengan si kampret."     

Jovano mengangguk dan membawa semua orang keluar dari alamnya termasuk si vampir perempuan.      

Kemudian, Andrea menggunakan energi Mossa untuk melepaskan tali yang membelit vampir itu.      

"Dia tidak akan dirasuki makhluk asap itu lagi, kan setelah ini?" tanya bibinya Naru.      

Andrea menggeleng. "Makhluk kancut tak bisa masuk lagi kalau sudah pernah masuk meski itu temannya."     

"Ahh, syukurlah ..." Bibinya Naru berjalan mendekat ke vampir perempuan yang terlihat memelas. "Kau sudah bebas, dan jagalah dirimu, serta tepati janjimu, jangan sakiti ma—arrghh!"      

Baru saja bibinya Naru hendak berkata-kata, si vampir bergerak cepat dan meraih si bibi, menggigit lehernya.      

Semua orang terbelalak melihatnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.