Devil's Fruit (21+)

Tertipu



Tertipu

3Fruit 1051: Tertipu     3

"Kau!" Andrea hendak melemparkan api ungunya ke vampir itu, tapi karena si vampir berdiri di belakang bibinya Naru, dia tidak bisa sembarangan bertindak atau bibinya Naru bisa celaka.      

Vampir itu pun melepaskan gigitannya namun masih berlindung dari bibinya Naru, dia tertawa terbahak-bahak karena berhasil mengecoh Andrea dan yang lainnya. "Ha ha ha! Dasar manusia bodoh! Kau kira bisa mengekangku, hah! Menjadi vampir adalah hal keren dalam hidupku yang membosankan!" Penampilan vampir perempuan itu sudah berubah menjadi seperti monster dengan mulut berlumuran darah dan gigi taring menonjol saat dia tertawa lebar.      

"Kampret brengsek!" seru Andrea.      

"Noriko!"      

"Bibi!"     

Anggota keluarga Naru saling berteriak memanggil bibinya Naru yang sudah seperti setengah mati dalam kuasa si vampir, lehernya berdarah-darah parah.      

Akhirnya, vampir perempuan itu pun melepaskan bibinya Naru dan dia bergegas kabur sebelum tertangkap lagi.      

Bibinya Naru di tangkap ayahnya dan Jovano dengan geram mulai menembakkan kekuatan di tangan kanannya, Cahaya Surgawi.      

"Aaarrghhh!" Vampir yang masih terbang di angkasa mendadak saja tersambar cahaya terang milik Jovano dan dia menjerit sekali sebelum akhirnya menjadi debu merah, mati tanpa raga.     

"Noriko!" Keluarga Naru segera guncangkan tubuh sang bibi yang sudah sekarat.      

Andrea sudah hendak menurunkan api ungunya pada tubuh si bibi, tapi Naru dan keluarganya mencegah. "Jangan! Jangan musnahkan dia!"     

"Tapi dia sudah digigit vampir, dan dia memiliki kemungkinan tinggi menjadi vampir juga!" Andrea mendebat.      

"Tidak! Jangan! Jangan lenyapkan dia!" Salah satu tetua perempuan menangis memohon pada Andrea. "Jangan musnahkan anakku yang malang ini. Uhu hu huu ... Noriko, kau ini memang terlalu naif, terlalu baik pada siapapun ... hu hu huuu ..."     

Helaan napas kasar muncul dari mulut Andrea saat dia memudarkan api ungunya dan berjalan mundur beberapa langkah. "Lalu apa yang akan kalian lakukan dengan dia yang sudah membawa virus vampir di tubuhnya?" Dua tangan dilipat di depan dada, ingin tahu tindakan apa yang akan diambil keluarga Naru jika memang tidak ingin si bibi dimusnahkan.      

"Kami pasti akan menemukan langkah yang tepat untuk dia." Sang patriark menjawab. Meski dia juga lebih setuju dengan cara Andrea, tapi dia tidak tega melihat anaknya menangisi cucunya begitu.      

"Langkah apa memangnya? Kalian harus jelas dan tegas untuk mengatasi hal seperti itu." Andrea tidak suka jika mereka terkesan lemah hanya karena itu adalah anggota keluarga mereka. Tapi kemudian, dia sendiri juga mulai berempati, seandainya itu terjadi pada keluarganya sendiri, mungkin dia juga takkan tega membunuh salah satunya.      

"Kami akan mencari jalan untuk Noriko! Kami akan cari jalan untuk menyembuhkan dia!" Ibunya bibi Noriko semakin kukuh berbicara untuk menjawab Andrea.      

"Hghh! Aku hanya punya saran untuk kalian, kurung dia dengan benar dan beri dia makan darah binatang atau darah artifisial, jangan beri darah manusia atau dia akan beringas. 5 tahun dari sekarang adalah masa kritis dia menjadi vampir, jika memang dia berubah jadi makhluk itu." Andrea memberikan saran. Dia sudah pernah memiliki pengalaman serupa, pada Ivy.      

"Terima kasih atas saran Nyonya," ucap sang kepala keluarga pada Andrea.      

"Aku akan membuat mantra lagi yang bisa langsung memusnahkan makhluk asap setelah terdorong keluar. Mungkin butuh sehari atau dua hari. Aku permisi dulu." Andrea pamit dan Jovano pun mohon diri juga. "Kalau kalian butuh bantuanku untuk menekan hawa vampir dia, jangan sungkan menghubungi aku atau Jo."     

"Ya, Nyonya, terima kasih." Kepala keluarga pun mengangguk sembari Andrea dan Jovano menghilang dari hadapan mereka. Sedangkan Rogard sudah terlebih dahulu dimasukkan ke Alam Cosmo.     

Sesampainya di mansion mereka, Andrea menceritakan mengenai keluarga Naru pada Tim Blanche yang ada di mansion itu.      

"Berarti sekarang kita bisa memperbanyak kertas mantra itu dan bisa langsung memudahkan kita memusnahkan makhluk asap itu, ya kan?" tanya Kenzo.      

"Ya, nanti akan aku buat lebih banyak lagi benda itu. Tapi aku butuh kertas mantra. Aku butuh si Djanh-cuwk. Di alam dia ada toko yang jualan kertas mantra kosong." Andrea menerima minuman dingin yang disodorkan oleh Shelly. "Thanks, beb!" Lalu meneguknya.      

"Aku bisa hubungi Zevo untuk minta tolong ke ayahnya tentang kertas mantra itu." Jovano segera saja menekan anting komunikasinya agar bisa terhubung pada Zevo saat itu juga.      

"Aku bisa sih bikin kertas itu, tapi musti pelajari dulu gimana cara buatnya dan pasti bakalan ada trial and error, sementara kita lagi terdesak ama waktu, gak mungkin nunggu aku sukses." Andrea menjelaskan alasan kenapa dia butuh beli saja ketimbang membuatnya sendiri.      

"Apakah membuat kertas mantra itu termasuk seperti membuat obat alkemia?" tanya Shelly sambil duduk di samping suaminya.      

"Kayaknya enggak. Kayaknya kertas mantra itu hubungannya ama seni bikin senjata, sih! Mungkin Jo yang bakalan lebih sukses bikin gituan dibanding aku." Andrea bisa berkata demikian karena kertas mantra dijual pada toko yang menyediakan peralatan untuk array dan mantra, bukan mengenai obat alkemia.      

"Mom, Zevo tanya, Mom butuh berapa kertas?" Jovano bertanya ke ibunya.      

"Hm ... seribu!" Andrea asal jawab meski dia yakin angka seribu itu tidak berlebihan jika itu menyangkut serangan makhluk asap hitam di seluruh dunia bumi manusia ini.      

Jovano pun meneruskan apa yang dijawab ibunya ke Zevo. "Mom, kata Zevo, dia sudah beritahu papanya dan akan memberi kabar secepatnya."     

"Sekalian tanyakan ke papanya Zevo, bagaimana metode bikin kertas mantra kayak gitu. Apa aja bahan-bahannya dan cari di mana. Pokoknya tanyain aja tentang itu, deh!" Ini sudah dipikirkan Andrea, karena tak ada salahnya mempelajari membuat kertas mantra. Meski bidang pembuata senjata bukanlah yang dia tekuni, tapi Andrea akan tetap mempelajarinya karena kertas mantra juga penting.      

Sesudah Jovano selesai menghubungi sahabatnya, akhirnya Andrea menyuruh mereka semua kembali ke kamar untuk tidur. Tak lama, ruangan di mansion itu pun sepi karena penghuninya sudah berada di kamar masing-masing.      

Namun, diam-diam, Jovano tidak kembali ke apartemennya melainkan mengunjungi sang adik di kamarnya. "Ivy ..."     

"Ohh, Kak Jo. Tumben masih ingat aku." Ivy tersenyum sambil berikan kalimat sindiran.      

"Yah ... Kakak minta maaf kalau akhir-akhir ini agak melupakan kamu." Jovano mulai duduk di kursi dekat tempat tidur sedangkan Ivy sudah duduk tegak di kasurnya.     

"Bukan agak lagi, Kak, tapi sudah benar-benar melupakan aku." Pandangan Ivy begitu tajam apalagi ketika mata sang adik dihiasi dengan eyeshadow hitam tebal menambah ngeri tampilannya.      

"Oke, Kakak minta maaf." Jovano tak bisa tidak, merasa bersalah dan mengucapkan maaf dengan tulus.     

"Kakak kemari tidak untuk mengucapkan maaf saja, kan?" Mata Ivy memicing.     

"Hm, iya, memang tidak hanya itu saja." Jovano tak menyangka adiknya bisa menebak sepintar itu. Apakah sangat kentara?     

"Katakan saja, Kak." Ivy bersikap santai.     

"Ivy, ini Kakak bukannya menuduh tapi sekedar bertanya."     

"Oke, silahkan."     

"Ivy ... apakah kau mengubah manusia jadi vampir?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.