Devil's Fruit (21+)

Golok Hitam Jovano



Golok Hitam Jovano

2Fruit 1106: Golok Hitam Jovano     
4

Kiran memasukkan kata-kata Shiro barusan ke benaknya dan tiba-tiba ... pusaran air itu makin tinggi dan tinggi dan kini sudah meliuk di ketinggian lebih dari 10 meter, melebihi goal yang dia inginkan. "Woaahhh!"      

Gadis itu tidak pernah mengira bahwa dia akan mencapai seperti apa yang kini terlihat di depan mata. Ia benar-benar tak percaya akan mampu mengendalikan pusaran air hingga setinggi itu. Saking kaget dan juga bangganya, dia menoleh ke Shiro.      

Pyakk!     

Segera saja pusaran air tadi jatuh karena Kiran melepaskan konsentrasi dia. Air terciprat kemana-mana dan membasahi tubuhnya. Meski begitu, Kiran merasa sangat senang. "Kak Shiro! Kak, kau lihat kan tadi? Kau lihat, kan? Itu bisa setinggi itu! Woaahh!"      

Kiran yang biasanya tenang dan pendiam, segera saja berubah ramai ketika dia mencapai apa yang sedang dia perjuangkan.      

Shiro tersenyum kecil melihat antusiasme Kiran. Ia mengangguk sebagai tanda persetujuan.      

"Kak Shiro, ternyata ... kuncinya adalah mata tetap terbuka. Ya, kan?" Kiran ingin memastikan ini dulu, makanya dia menanyakan kepada Shiro.      

Sekali lagi Shiro mengangguk kecil dan menjawab, "Bagus kalau kau menyadari itu."      

Sebagai mentor dari Kiran, sudah pasti Shiro merasa bangga dan senang melihat kemajuan dari anak didiknya. Apalagi, ini baru hari pertama. Di hati Shiro, dia tahu bahwa Kiran berbakat tinggi dan memiliki kecerdasan di atas rata-rata. Mungkin karena Kiran merupakan Cambion yang ditakdirkan jenius.      

"Ayo, ulangi lagi apa yang sudah kau pelajari. Jangan mudah puas dengan hasilnya." Shiro tidak ingin Kiran terlalu besar kepala yang bisa berakibat menurunnya kemampuan dia.      

Kiran mengangguk tegas dan dia kembali mencoba seperti apa yang tadi dia lakukan. Ketika sekali lagi dia berhasil membumbungkan pusaran air dengan mata terbuka, dia malah mencapai hampir 15 meter sebelum air itu jatuh.      

"Ha ha ha!" Kiran malah tertawa meski tubuhnya basah kuyup akibat air sungai yang menciprati dirinya. Sedangkan Shiro sudah lebih dahulu menyingkir cepat sebelum air mencapai dirinya.      

Dengan begini, Kiran akan lebih cepat menguasai elemen air. Siapa tahu prediksi Andrea bahwa Kiran memiliki potensi sebagai Healer itu benar adanya. Coba lihat saja nanti.     

Di tempat lain, Jovano sudah menyelesaikan senjata buatannya, sebuah golok besar yang terlihat penuh aura dominasi, mengintimidasi siapapun yang melihatnya.      

Zevo terpana melihat senjata di tangan Jovano. "Wow! Sepertinya itu golok yang sangat kuat dan menakutkan, Jo." Ia jujur mengatakan itu karena memang seperti apa yang dia lihat, golok itu berwarna hitam, tebal dan gagah.     

Lengkungannya presisi berdasarkan serat optiknya dan panjangnya sangat akurat dengan panjang golok tiongkok yang biasanya. Pegangannya begitu nyaman setelah di-finishing oleh Jovano menggunakan bahan kulit bermutu tinggi yang menyelimuti besi pegangannya.     

"Ini belum diisi oleh kekuatan elemen. Bayangkan kalau sudah diisi." Jovano menatap lekat golok di tangannya dan menggerakkan pelan ke kanan dan ke kiri seolah sedang menebas.      

"Jo, jual saja itu padaku. Aku pasti akan menjadikan itu senjata andalanku." Zevo makin berminat. Jika dia bisa meminta ayahnya untuk mengisi senjata itu dengan elemen yang sama seperti elemen miliknya (petir), alangkah hebatnya senjata itu di tangannya.      

Jovano terkekeh mendengar antusiasme sahabatnya mengenai golok buatannya. "Aku tidak begitu percaya diri ini adalah senjata hebat, Zev. Lebih baik diuji dulu apakah layak untuk kau miliki. Aku tak ingin mengecewakanmu."     

"Tsk! Apa kau meragukan pengelihatanku, Jo? Aku ini bisa mengetahui barang bagus, kau harus tahu itu." Zevo menyeringai sambil menepuk pundak Jovano.      

Tawa kecil keluar dari mulut Jovano. "Jangan mengoceh saja, ayo kita uji dulu ini di luar."      

Dua lelaki itu pun bergegas keluar dari Pondok Senjata untuk menguji golok pertama buatan Jovano. Biasanya, dia membuat pedang, maka dari itu, dia belum cukup percaya diri untuk golok pertamanya ini. Apalagi Zevo berminat memilikinya.      

Bagaimana jika golok itu bermutu buruk dan orang tua Zevo mengetahui itu buatan Jovano? Bukankah akan memalukan?     

Di sebuah area perbukitan, Jovano berdiri gagah di depan sebuah pohon setinggi 10 meter dan cukup besar. Ia mengambil napas dalam-dalam sebelum mengayunkan golok hitam itu ke arah pohon tersebut.      

Wuoosshh!     

Dhuaarkhh!     

Golok hitam menebas pohon itu ketika Jovano mengayunkan tangannya yang bertenaga murni saja ke depan.      

Kraakk ... kraakk ... bruughh!     

Pohon itu pun mulai memiliki celah tebasan dan akhirnya tumbang.      

"Wuaahh, Jo! Benar bukan apa kataku! Golokmu hebat! Mataku ini tidak berbohong!" Zevo ribut dengan suka citanya. Sudah terbayang dia menggenggam golok hitam di tangannya untuk menebas musuh-musuhnya.      

"Csk! Jangan senang dulu." Jovano menimpali. "Siapa tahu pohon itu pohon kering yang hampir mati." Ia tidak ingin terlalu muluk.      

Zevo memutar bola matanya. Dia bisa melihat badan pohon itu masih kencang, mana mungkin pohon kering yang hampir mati? "Baiklah, kalau begitu, coba tebas batu besar di sana." Tangannya menunjuk ke sebuah bongkahan batu berdiameter sekitar 3 meter.      

Cukup besar, bukan?     

"Kau yakin yang itu?" Jovano menunjuk ke batu itu juga dan alihkan telunjuknya ke batu lain di sebelahnya sambil bicara, "Bukan yang itu saja."     

"Tsk! Jo, yang di sebelahnya itu terlalu kecil, terlalu mudah ditebas! Kau harus mencobanya di benda yang menantang!" Zevo ingin menampar kepala Jovano yang masih saja tidak mempercayai kekuatan goloknya sendiri.      

"Hm, baiklah. Kalau nanti gagal, jangan salahkan aku, yah! Jangan bilang aku tidak memperingatkanmu, Zev." Jovano beralih melangkah ke depan batu besar itu. Sebenarnya dia tak begitu yakin bisa menebas batu itu, tapi ... karena Zevo memaksanya.      

Mendengar keributan di bukit itu, beberapa bocah remaja tim Blanche pun berdatangan ingin tahu ada apa gerangan di sana.      

"Wah, pertunjukan apa, nih?"     

"Jo, apa itu yang ada di tanganmu? Golok?"     

"Wow, goloknya hitam! Gagah dan mengerikan!"     

"Apakah itu buatanmu, Jo?"     

"Kak Jo, kau baru saja menyelesaikan golok itu, yah?"     

Banyaknya yang bertanya pada Jovano sambil mendekat, tidak langsung dijawab oleh sang putra Cambion. Dia hanya meringis kecil sambil mempersiapkan diri dan tenaganya.      

"Ya, itu golok buatan Jo. Dan aku yang akan membelinya!" Zevo langsung saja mengklaim itu sebelum yang lainnya. Matanya sudah tertuju penuh minat pada golok hitam itu. "Jo, ayo ayunkan golokmu sekuat tenaga, kau tak boleh menahannya, jangan curang, Jo!" Zevo khawatir kalau Jovano akan menggunakan sedikit tenaga saja untuk mematahkan antusiasme Zevo mengenai golok tersebut.      

Jovano meringis sebelum dia mulai berkonsentrasi pada batu di depannya. "Kalian jangan terlalu dekat, yah!" Setelah semua orang mengangguk paham, Jovano mulai kerahkan tenaga terkuat dia dan menebaskan goloknya. Dia takkan heran jika nantinya golok ini akan pecah berkeping-keping.      

Lagi pula, sebagai golok pertama yang dihasilkan Jovano, dia sungguh tidak berani berharap tinggi pada kualitas goloknya. Ia sudah mempersiapkan hatinya. Jika golok ini tidak sesuai ekspektasi Zevo, tentunya dia tidak perlu kecewa.     

"HAARGHHH!"     

CRAASSSSHHH!     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.