Devil's Fruit (21+)

Bertambahnya Pertunangan



Bertambahnya Pertunangan

4Fruit 1114: Bertambahnya Pertunangan     
4

Sekali lagi, Kuro berpikir lebih dalam, jika keadaan dia sudah seperti ini, masih akan adakah lelaki lain yang sudi menikahi dia jika tahu dia sudah tidak suci lagi? Ia pun menoleh ke Andrea. Mamanya ini juga sudah pernah mengalami yang dia alami dan akhirnya bersatu juga bahkan begitu saling mencintai.      

Apakah ... dia juga bisa seperti itu dengan Zevo. Yah, lelaki iblis itu tidak buruk secara penampilan. Kuro akan dianggap buta jika mengatakan Zevo jelek. Tidak, Zevo tidak jelek, justru sebaliknya.      

Kuro menggigit kuku dengan sikap gelisah. "Huh! Kalau memang Mama dan Papa setuju dengan bocah bau itu, aku takkan mengatakan apa-apa lagi!" Ia mendengus sembari buang pandangan ke arah lain dengan wajah cemberut.      

Jadi, dengan kata lain, Kuro menegaskan bahwa dia menerima perlakuan Zevo padanya ini hanya karena Andrea dan Dante. Apakah ini merujuk pada bagaimana mama dan papa angkatnya pernah berada di situasi yang sama?     

Yang jelas, Raja Naga Iblis Heilong menangis dalam hatinya karena ternyata Kuro tidak menyebutkan mengenai dia. Yah, mungkin butuh waktu bagi sang baginda raja naga untuk bisa mengungguli Andrea dan Dante di hati putri nakalnya.      

"Tapi!" Andrea berseru. "Zevzev, kau harus segera beritahu orang tua dan kakekmu mengenai insiden ini dan kau harus memegang janjimu yang udah kamu ucapin sendiri tadi, ngerti?" Tatapan tajam sang Cambion untuk memberikan tekanan pada Zevo agar tidak mempermainkan anak angkatnya.     

"Iya! Tentu saja, Aunty Andrea! Aku pasti akan segera katakan ke mereka bahwa aku ingin menikahi Kuro saja." Zevo mengangguk tegas dengan sorot mata serius ke Andrea, Dante dan juga Raja Heilong.     

"Hei! Memangnya siapa yang ingin menikah denganmu, sih!" Kuro mengerucutkan bibir sambil tatap kesal ke Zevo. Meski begitu, pipinya bersemu merah muda tipis saat menyatakan kalimat itu.     

Andrea selaku mama angkatnya memutar bola matanya ke putri hybridnya dan berkata, "Memangnya kau sungguh tidak ingin dinikahi olehnya? Kau tak ingin dia bertanggung jawab padamu, Kuro sayank? Padahal itu adalah hal bagus untukmu, loh!" Terkadang dia sebagai mamanya harus menyerah jika sang putri angkat muncul kepala batunya.     

"Hmph! Karena Mama mengatakan itu baik untukku, aku tak punya pilihan lain!" sungut Kuro sambil tatap kesal Zevo. Bagaimana pun, dia masih syok dengan tindakan Zevo, apalagi ternyata itu didasari dari cinta.     

Cinta? Seberapa paham bocah hybrid ini mengenai cinta? Dia kadang begitu polos dan tak tahu apa-apa mengenai hubungan romansa.      

Maka, setelah mencapai konklusi yang setengah dipaksakan ke Kuro, semua permasalahan pun selesai bagi kedua muda-mudi itu.      

Segera saja anggota muda tim Blanche langsung menghambur ke Kuro dan Zevo sambil bergantian memberikan selamat atas pertunangan keduanya.      

"A-aku bukan tunangan dia!" Kuro berusaha menyangkal ketika rekan satu timnya menggoda dia.      

"Halah, Kak Kuro!" Vargana mengacak poni lebat Kuro secara gemas. "Masih aja berlagak ngeles!" Ia cubit pelan pipi Kuro. Si hybrid julurkan lidah ke sulung Myren.     

"Wah, jadi tambah banyak nih yang tunangan!" Voindra menepuk tangannya sekali dengan wajah berseri-seri dan diam-diam dia melirik ke arah Gavin. Apakah dia berharap itu juga terjadi padanya?     

"Kita harus rayakan ini nanti malam!" Gavin yang menangkap lirikan penuh arti oleh Voindra malah mengira gadis itu sedang mengkode untuk sebuah pesta.      

"Ya! Ya! Pesta! Pestaaa!!!" Alyn, anak bungsu dari Kyuna malah yang menanggapi penuh semangat. "Susu kocok lagi!!!" Ternyata itu yang membuat dia bersemangat.      

Malam itu pun mereka kembali berpesta, namun kali ini Andrea ingin lebih tertib dengan alasan tidak ingin ada kejadian tidak terduga lainnya.      

Maka, malam itu, menyulap sebuah meja kayu panjang untuk tempat para anggota tim Blanche, para wanita dewasa pun segera menyiapkan hidangan dan juga minuman seperti semalam. Namun, para dewasa kini lebih mengawasi junior-junior mereka.      

Ketika pesta berakhir di tengah malam, Jovano memilih pergi ke Pondok Senjata untuk meneruskan pembuatan senjata yang dipesan rekan-rekan satu timnya. Dia tidak ingin terlalu menunda.      

Tak lama, mulai terdengar sayup-sayup bunyi pukulan palu raksasa milik Jovano untuk menempa besi baja khusus. Dia tekun dan berkonsentrasi.      

"Kenapa kau malah ke sini, bro?" Tiba-tiba terdengar suara Zevo beserta sosoknya, masuk ke dalam pondok tersebut. Ia melangkah lebih masuk, mendekat ke Jovano.      

Sahabatnya itu terkekeh sekejap dan menjawab, "Aku masih punya banyak PR, ya kan? Harus cepat aku kelarin." Ia kembali fokus pada tempaannya. "Hei, kenapa kau malah ke sini? Tidak ke tunanganmu?" Ia melirik singkat ke Zevo.     

"Tsk! Sudah kucoba, tapi aku malah dilempar bola api dan disembur gas korosif dia." Zevo meringis tak berdaya mengingat apa yang terjadi beberapa menit lalu di kamar tunangannya.      

"Pfftt!" Jovano ikut berbela sungkawa atas penderitaan sahabatnya. "Harus sabar jika menghadapi perempuan, apalagi yang temperamen seperti Kak Kuro."     

Zevo menghela napas tatkala dia menarik kursi kayu di dekatnya dan duduk sambil perhatikan apa yang dikerjakan Jovano. "Kau benar, bro. Memang tidak gampang menangani perempuan apalagi yang seperti Kuro. Tapi ... aku menikmatinya, kok!"     

Jovano menoleh sebentar dan berikan lirikan penasaran ke Zevo sambil bertanya, "Menikmati apanya, nih?"     

Zevo sepertinya paham makna pertanyaan sahabatnya dan mendorong pelan lengan Jovano yang terkekeh. "Aku minta maaf jika bertindak ngawur pada kakak angkatmu. Maaf kalau aku tidak bisa menahan diri lagi padanya."     

Putra sulung Andrea terkekeh dan memukulkan godam raksasanya lagi. "Aku tidak mempermasalahkan itu kok, bro. Cuma, jangan permainkan kakakku itu, yah! Dia meski galak dan impulsif, tapi hati dia sebenarnya peka."     

Anggukan kepala Zevo membuat Jovano lega. Dia percaya pada sahabatnya ini. "Hei, kau sedang membuat apa, tuh?" Matanya seketika menengok ke apa yang sedang dikerjakan Jovano.      

"Ini? Kapak untuk Gavin." Jovano menjawab tanpa menjeda pukulannya ke besi baja di depannya.      

"Kapak? Wah, sepertinya hasilnya bakalan bagus banget, tuh Jo!" Zevo berkata jujur, tidak hanya sekedar untuk menyenangkan Jovano saja. Dia memang melihat bakal kapak yang sedang ditempa itu memang sudah menunjukkan bentuk yang kokoh dan tebal.      

"Yeah, semoga saja Gavin suka ini." Tersenyum kecil, Jovano kemudian mencelupkan mata kapak itu ke dalam api lagi sebelum dipukul kembali.      

Sebenarnya, lidah Zevo sedari tadi tergelitik ingin bertanya apakah Jovano sudah move on mengenai Nadin, tapi dia ragu.      

Hal ini ... jujur saja bukan hanya pertanyaan di hati dia, melainkan di hati banyak anggota tim Blanche juga. Namun, mereka masih belum berani bertanya mengenai itu karena khawatir jika Jovano akan sedih lagi jika nama Nadin disebut.      

Sementara Jovano sibuk membuat kapak untuk Gavin, Zevo tetap mengobrol dengannya sampai dini hari menjelang matahari di alam Cosmo terbit. Setelah itu, dua sahabat itu pun tidur di pondok tersebut.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.