Devil's Fruit (21+)

Mata-Mata Peledak



Mata-Mata Peledak

1Fruit 1156: Mata-Mata Peledak      1

Karena para prajurit dari kerajaan Huvro banyak yang menghilang ketika sedang mengamankan bumi pasca serangan hebat dari makhluk asap hitam dan desas-desus mengenai adanya gerakan vampir baru, membuat Pangeran Djanh terheran-heran.      

Yang sang pangeran ketahui, semua prajurit dari kerajaan dia merupakan iblis terlatih dengan baik dan paling kuat di antara bala tentara kerajaan Lust lainnya di Underworld. Lalu bagaimana bisa terjadi hal yang baginya sangat tidak masuk akal?     

Revka pun mulai menghubungi Andrea menggunakan anting komunikasi karena sang mantan Nephilim wanita itu merasa Andrea pasti mengetahui sesuatu karena gerakan vampir baru ini diketuai oleh Ivy.      

Dan benar saja, ketika Andrea dan Dante menemui Revka dan suaminya di gedung kantor mereka, Andrea mengakui mengenai sepak terjang Ivy, meski hatinya masih meronta tidak ingin putrinya melakukan itu.      

"Apa?! Tadinya serdadumu yang sering kena culik paksa oleh Ivy dan gerombolannya?" Revka berseru kaget.      

"Hu-um, Mpok. Itu yang aku tau, sih! Tapi yang masih aku herankan, nih, kenapa Ivy bisa ngelakuin itu? Maksudku, menaklukkan para iblis bahkan sekelas prajurit untuk jadi bawahannya." Andrea mengakui dengan suara lesu dan wajahnya nampak kurang bersemangat.      

"Hm, kau ini ... udah tau ini tapi kagak kasi tau kami!" Revka menuding wajah Andrea karena sangat kesal tidak segera mendapatkan informasi dari si Cambion mengenai situasi terbaru di Bumi.     

"Lah, siapa suruh kalian susah banget kalo dihubungi?" balas Andrea, tidak mau disalahkan. "Gue udah bolak-balik hubungi elu, Mpok! Tapi kagak pernah nyambung. Auk dah, kalian saking sibuknya bikin anak, kali!" sungut Andrea.      

Revka sudah ingin membalas dengan ucapan pedas lainnya, namun sang suami sudah berkata terlebih dahulu. "Kalau memang seperti itu yang terjadi, hm ... terpaksa harus dengan cara satu itu."     

Andrea dan Dante menatap Pangeran Djanh, dan bertanya, "Cara itu yang seperti apa?"     

"Mata-mata peledak." Pangeran Djanh menyeringai. "Itu adalah sebuah teknologi baru yang berhasil dikembangkan kerajaanku beberapa bulan belakangan ini. Tadinya hendak dipakai waktu serangan makhluk asap hitam untuk tau siapa bos mereka sebenarnya, tapi mereka keburu dimusnahkan."     

"Bagaimana cara kerja teknologi temuan kalian itu?" tanya Dante.      

"Itu seperti kamera kecil mini seukuran kacang, harus ditelan oleh objek yang hendak diawasi. Nantinya, kita bisa melihat apa yang dia lihat dan jika dia hendak dikuasai musuh, maka benda tadi akan meledak menghancurkan dia." Pangeran Djanh memberikan penjelasan.      

Andrea bergidik usai mendengar penjelasan dari suami Revka. "Kejam, bukannya itu terlalu kejam, Djanh?" Ia membayangkan serdadunya dipaksa menelan itu hanya demi sebuah informasi.      

"Itu ... mirip pil bunuh diri yang biasa digunakan mata-mata di dunia manusia." Dante mengerutkan keningnya.      

"Ya, memang dari situ asal mula ide pembuatannya." Pangeran Djanh tidak ragu-ragu mengakuinya.      

"Tapi kasian prajuritnya." Andrea masih belum bisa menerima ide mengenai alat tersebut. Dia yang hatinya lembut, tidak sanggup melakukan itu pada serdadunya.      

"Jika manusia saja bisa kejam, kenapa kita para iblis tidak bisa begitu pula? Haruskah kita kalah dari manusia?" tanya Pangeran Djanh secara retoris.      

Andrea terdiam. Suaminya pun menambahkan dari ucapan sang pangeran Incubus, "Sayank, jika memang harus mengorbankan 1 orang untuk sebuah informasi penting, bukankah itu lebih baik daripada membiarkan ratusan dan ribuan lainnya menjadi korban karena tidak mengetahui apa-apa?"     

Ucapan dari suaminya membuat Andrea mendongak dan menatap tak berdaya ke Dante. Dalam hati, Andrea menyetujui kalimat sang suami. Memang, terlihat kejam ketika menjadikan seseorang kelinci percobaan ataupun umpan, tapi kalau memang itu bisa menyelamatkan ribuan lainnya, mungkin memang harus dilaksanakan.     

"Maka, ini sudah diputuskan." Pangeran Djanh menyeringai lebar dan dia pun menghilang dari ruangan itu.      

"Hm, si Djanh seenaknya aja pergi." Revka mengeluh. "Ya udah, aku mo nyusul lakiku! Sana kalian balik lagi ke Cosmo. Tunggu kabar dari kami." Lalu, dia juga ikut menghilang dari sana tanpa membiarkan Andrea dan Dante memberikan respon.      

Tokk! Tokk!      

Belum sempat Andrea dan Dante menghilang, pintu ruangan Pangeran Djanh diketuk. Dan tak ada yang bisa dilakukan Andrea selain berkata, "Masuk."     

Dante melotot ke istrinya.      

Andrea terkikik dan menjawab, "Sori, udah kebiasaan jaman kerja di kantor, ha ha ha!"     

Pintu dibuka oleh seorang sekretaris. Wajah perempuan muda itu agak bingung. Kenapa di ruangan bosnya malah yang ada orang lain? "Ano ... Di mana Tuan Djanh dan Nyonya Revka? Bukankah mereka tadi masih di sini?"     

Sebagai sekretaris yang selalu duduk di dekat ruangan sang bos, mana mungkin dia tidak melihat dua bosnya pergi dari ruangan? Tapi kenapa keduanya benar-benar tidak berada di ruangan itu?     

"Ohh, tadi mereka buru-buru pergi." Andrea menjawab cepat.      

"Tapi, kenapa saya tidak melihat kepergian mereka dari ruangan ini, yah?" Sekretaris itu menunjukkan wajah kebingungan.      

Andrea langsung paham kalau itu adalah sekretaris yang berjaga duduk di dekat pintu ruangan si Djanh. "Ohh ... mungkin tadi kamu saking fokusnya dengan pekerjaanmu sampai tidak melihat mereka keluar dari ruangan."     

"Ohh, iya, mungkin seperti itu." Sekretaris itu pun dengan linglung keluar dari ruangan.      

Kesempatan itu tidak disia-siakan Andrea dan Dante. Sepasang suami istri itu pun lekas menghilang dari tempat tersebut, kembali ke alam Cosmo.      

Sementara si gadis sekretaris teringat sesuatu hal. "Astaga! Aku belum menanyakan pada dua tamu itu ingin minum apa!" Ia bergegas masuk kembali ke ruangan Pangeran Djanh.      

Tapi, alangkah terkejutnya ketika melihat di tempat itu tidak ada sama sekali satu orang pun. Tidak itu bosnya ataupun tamu tadi di ruang tersebut.      

Sekretaris itu melongo bingung. Dan ketika dia berhasil menguasai dirinya, dia pun berjalan penuh hati-hati ke arah kamar mandi ruangan itu, siapa tahu dua tamu tadi ada di dalam sana. Tetapi, andaikan memang begitu, untuk apa dua tamu bersama-sama masuk ke kamar kecil?     

Tiba di depan pintu toilet pribadi bosnya, si sekretaris menelan ludahnya sebelum dia mengetuk pintu tersebut. "Permisi! Permisi, apakah ada orang di dalam?" Dan hening.     

Ini membuat sang sekretaris termangu. Bukankah jarak antara dia keluar dari ruangan tadi dan masuk lagi hanya terbilang sekian menit saja? Mana mungkin dua tamu itu tidak terlihat olehnya keluar dari ruangan, padahal sejak tadi dia masih berdiri di depan pintu ruang si bos!     

Khawatir terjadi sesuatu dengan dua tamu itu, si sekretaris pun menoleh ke jendela balkon ruangan tersebut dan mendapati jendela masih terkunci dari dalam. Kalau dua tamu tadi melewati balkon untuk pergi, pastinya jendela tidak akan terkunci.      

Lalu ... apa yang sebenarnya terjadi?     

"HWAAAA!" Sekretaris itu pun menghambur lari keluar dari ruangan itu dengan tubuh merinding, lekas mencari rekan kerja lainnya. Sementara dua pasang pelaku malah sedang sibuk dengan masing-masing tugasnya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.