Devil's Fruit (21+)

4 Siluman Ter-upgrade



4 Siluman Ter-upgrade

1Fruit 1161: 4 Siluman Ter-upgrade      2

Di alam Cosmo, Andrea tengah disibukkan membuat sesuatu yang bisa digunakan untuk menangkal gigitan ataupun serangan dari Ivy agar tidak ada satupun dari pihak Andrea bisa dijadikan budak.      

"Pokoknya, Dan, aku kagak mau bikin sesuatu yang nantinya malah bakalan menyakiti orang kita sendiri. Jangan ampe kayak Peek a Boom." Andrea selalu menekankan itu kepada suaminya.      

"Aku tau, sayank, kau tidak akan sekejam itu mengorbankan orang-orangmu untuk mencapai suatu tujuan." Dante memahami karakter penuh welas asih istrinya. Meskipun sebenarnya sifat demikian kadang justru menjadi bumerang bagi sang istri, namun dia tetap menghargai keputusan Andrea.      

"Ya, itulah harapanku, bisa membuat alat yang lebih hebat dari Peek a Boom tapi lebih ramah dan kagak kejam." Andrea mengangguk dan kembali fokus pada upayanya.      

Andrea tidaklah berdarah iblis murni, dia masih memiliki perasaan manusia karena sejak kecil dia sudah hidup sebagai manusia dan dididik dengan baik oleh Oma dan Opa agar selalu baik dan berbelas kasih pada yang lebih lemah dan tidak memanfaatkan sesama secara keji.      

Maka dari itu, Andrea kerap merepotkan dirinya sendiri hanya demi bisa melindungi manusia sebagai ras yang ia anggap paling lemah dibandingkan ras lainnya, terutama jika dibandingkan dengan ras supernatural.      

Jovano juga menyibukkan dirinya di Pondok Senjata, menyelesaikan semua pesanan dari rekan-rekan timnya.      

"Wah! Sudah jadi, yah?" Kuro memandang penuh semangat pedang ganda dia yang terlihat lebih gahar dan mengerikan dibandingkan sebelumnya. Senjata dia itu merupakan manifestasi dari siluman yang ditaklukkan Andrea saat di alam Feroz milik Pangeran Djanh.      

4 siluman jahil yang berpura-pura sebagai dewa itu kalah telak dari Andrea dan kelompok dia waktu itu dan mereka semua memohon tidak dibunuh dan rela mengubah diri mereka semua menjadi senjata yang akhirnya dibagikan oleh Andrea kepada Dante, Kuro, Shiro dan Raja Naga Iblis Heilong.      

Jovano berhasil menempa ulang atau gampang disebut meng-upgrade senjata-senjata itu menjadi lebih kuat serta mantap ketika digunakan. Meski akhirnya dengan penempaan ulang itu membuat 4 siluman tidak bisa lagi berubah ke bentuk humanoid seperti sebelumnya, namun mereka puas ketika mereka dijadikan senjata hebat oleh Jovano.      

"Kalian hanya akan bisa menjadi jiwa senjata nantinya, tidak bisa lagi sebagai siluman." Begitu yang dikatakan Jovano pada 4 siluman itu ketika hendak meng-upgrade mereka.      

"Ti-tidak masalah!" Siluman ikan lele menyahut cepat. Ia menoleh ke saudara tersumpahnya dan mereka semua mengangguk menyetujui.      

"Kalian hanya akan bisa mengambil bentuk humanoid seperti Paman Rogard ketika kalian sudah melampaui level kekuatan tinggi seperti dia, atau seperti Bara dan Froze." Jovano menyebut mengenai Rogard, dan juga pedang kuno elemen api, si Bara, dan pedang es, Froze. "Sebelum itu, maka kalian harus berpuas diri tetap menjadi senjata dan berharap saja kalian tidak lebih dulu hancur." Ia tidak ingin menutupi apapun dari mereka.      

4 siluman saling berpandangan satu sama lain dan seperti sedang menimbang-nimbang apa yang diucapkan Jovano.      

"Kalau kalian tidak bersedia aku upgrade, juga tidak mengapa." Jovano menambahkan setelah melihat wajah ragu mereka berempat.      

"Tidak mengapa!" Siluman macan pun dengan cepat menjawab Jovano. Dalam pikirannya, apalah gunanya hanya menjadi senjata yang selalu saja disimpan tuannya karena dianggap kurang kuat dijadikan partner dalam pertempuran.      

Sebagai seorang siluman macan yang kerap memamerkan kekuatannya, mana bisa dia tahan dijadikan senjata lapuk berdebu yang bisa-bisa nantinya akan dimakan usia dan karat. Maka dari itu, dia mengambil resiko itu untuk bisa tampil lebih kuat dan berguna.      

Siluman macan menatap 3 saudara siluman lainnya dan matanya seakan memberikan keyakinan yang dia tularkan pada 3 lainnya.      

"Baiklah!" Aku akan ikut kata Kakak Macan saja!" Siluman kucing pun berkata penuh yakin, diikuti 2 lainnya.      

Akhirnya, keempat siluman itu benar-benar bersedia dijadikan senjata yang lebih kuat dan hebat. Demi harga diri mereka, demikian tekad di dada keempatnya.      

Maka, meskipun proses penempaan ulang itu sangat menyakitkan bagi mereka, namun mereka hanya bisa menggigit erat-erat geraham mereka sambil menahan rasa sakit luar biasa ketika tubuh mereka ditempa dan diproses Jovano.      

Kini, setelah proses penempaan itu selesai, para empunya senjata siluman itu berterima kasih pada Jovano, termasuk ayahnya sendiri.      

"Wah, tombak Papa jadi terlihat sangat gagah dan sepertinya sangat kuat." Dante menatap sebuah tombak besar di tangannya. Berwarna kuning keemasan dengan beberapa corak hitam karena itu merupakan manifestasi dari siluman macan. "Papa pasti akan pakai ini untuk di medan perang!"     

"Terima kasih, Jo." Shiro berterima kasih karena pedang berkait dia tampil lebih 'mengerikan' dari sebelumnya. "Aku juga akan pakai ini di medan perang." Ia mengangguk puas akan hasil dari pekerjaan Jovano pada senjatanya yang selama ini lebih sering dibiarkan saja teronggok di cincin ruang dia.      

"Pangeran Muda Jo, ini sangat mengagumkan, buatanmu sangat halus dan rapi namun terkesan kejam dan pasti akan bisa menakuti musuh-musuhku." Raja Naga Iblis Heilong menatap puas pada sabit besar di tangannya.      

Jovano mengangguk dan ikut senang karena hasil jerih payahnya mengakibatkan orang lain puas.      

Selain keempat tadi, senjata yang dimiliki oleh Zevo, Vargana, Gavin, Voindra, dan Shona merupakan senjata buatan Jovano. Bahkan dia juga membuatkan untuk Kiran pula, sebuah pedang cambuk, pedang yang bisa berfungsi seperti cambuk dengan sambungan rantai memanjang jika diinginkan.      

"Dad, apakah Mom sudah keluar dari ruangan alkemia dia?" tanya Jovano usai menyelesaikan semua senjata.      

"Belum." Dante menyimpan senjata tombak buatan putranya ke cincin ruang dia. "Coba saja kau tengok dia. Sudah beberapa hari ini dia berkutat di sana tidak kenal jam."     

Jovano mengangguk dan berjalan ke Pondok Alkemia. "Mom."     

Andrea menoleh saat dia dipanggil sang putra sulung. "Jo," balasnya, menghentikan apa yang sedang dia kerjakan.      

"Bagaimana perkembangan di sini?" Jovano segera mengambil kursi di dekatnya dan duduk sambil menghadap ke ibunya.      

Setelah menghela napas keras, wajah Andrea tampak suram dan dia menggeleng, "Belum nemu solusinya, Jo. Mama bingung gimana harusnya bikin itu."     

"Mom ingin bikin jenis apa? Benda keras atau kertas mantra?" tanya sang putra.      

"Kepinginnya sih kertas mantra aja seperti biasa biar lebih gampang diaplikasikan ke tubuh orang dan kagak membahayakan kalian." Andrea pun ikut duduk di sebelah putranya. "Tapi ternyata susah banget bikin komposisinya."     

"Trus gimana, dong Mom? Menyerah?"     

"Jelas enggak, dong! Pasti tetap Mama usahain berhasil jadi. Tapi ... satu hal yang lumayan ganggu pikiran Mama."     

"Apa, Ma?"     

"Mama butuh kelinci percobaan. Harus menangkap beberapa anak buah Ivy untuk diuji coba. Kalau mereka bisa dikembalikan kesadaran jiwanya seperti semula pakai kertas mantra buatan Mama, maka itu bisa dikatakan sukses untuk menangkal serangan para vampir generasi baru."     

Jovano mengulum bibirnya sebelum dia berkata, "Baiklah, nanti aku dan yang lainnya akan berburu mereka untuk diuji Mama."      

Tapi ... bisakah?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.