Devil's Fruit (21+)

Misi Lelaki Jantan



Misi Lelaki Jantan

0Fruit 1162: Misi Lelaki Jantan     
1

Jovano teringat lagi akan ucapan ibunya beberapa saat lalu ketika dia mengunjungi sang ibu di Pondok Alkemia untuk mencari cara menangkal serangan Ivy dan gerombolannya.     

"Mama butuh kelinci percobaan. Harus menangkap beberapa anak buah Ivy untuk diuji coba. Kalau mereka bisa dikembalikan kesadaran jiwanya seperti semula pakai kertas mantra buatan Mama, maka itu bisa dikatakan sukses untuk menangkal serangan para vampir generasi baru."     

Lalu pemuda itu berjanji bahwa nanti dia dan yang lainnya akan berburu para vampir iblis itu untuk diuji oleh sang ibunda.     

Tapi ... bisakah?      

Harus bisa!     

"Jadi, kita akan berburu mereka?" tanya Zevo ketika Jovano datang padanya.      

"Aku rasa Mama wajar jika menginginkan adanya kelinci percobaan agar apa yang dia nantinya ciptakan bisa lebih akurat." Shiro yang biasanya irit berucap, kini bisa lebih mengurai banyak kata. Ini karena situasi sedang genting dan mendesak. Dia hanya bisa berbicara panjang jika memang penting.     

"Ya, aku bisa menjanjikan ini ke Mommy yah karena aku sendiri berpikir memang seharusnya ada seseorang untuk uji coba ini." Jovano mengangguk.      

"Apakah hanya kita bertiga saja?" tanya Zevo. "Bukannya aku keberatan atau takut pada mereka, aku hanya berharap kita bisa mengajak lebih banyak orang sekedar untuk berjaga-jaga dan saling melindungi."     

"Kira-kira siapa menurutmu yang pantas untuk diajak berburu kali ini?" Jovano malah balik bertanya.      

"Duo pangeran kembar sepertinya pantas diajak karena mereka kuat, ya kan?" Zevo membalas tatapan Jovano.      

"Sebaiknya ajak juga Paman Kenzo." Shiro memberi saran. "Selain dia tentunya lebih kuat dari pangeran kembar, dia juga lebih senior di medan pertempuran."      

Jovano dan Zevo mengangguk bersamaan. Keputusan sudah dibuat dan telah ditetapkan siapa saja yang akan mereka ajak untuk berburu vampir iblis anak buah Ivy.      

"Tapi, sebaiknya pasangan mereka masing-masing jangan sampai tau." Shiro mengingatkan.      

"Ahh, ya benar!" Zevo mengangguk tegas.      

"Hei, bro, bukankah pasanganmu yang paling cerewet dan selalu ingin ikut kalau ada aksi apapun?" Sambil terkekeh, Jovano menyikut lengan sahabatnya.      

"Ha ha ha, iya, nanti akan aku akali agar dia tidak mengetahui kepergian kita." Zevo memang harus menepikan Kuro terlebih dahulu agar misi mereka bisa lekas selesai.      

Sayangnya, misi itu tetap saja ketahuan oleh masing-masing pasangan.      

"Kenapa tidak mengajak kami?" Vargana mulai mengomel sambil silangkan dua tangan di depan dada. Matanya dan para gadis lainnya tajam menatap para suami mereka.     

"Ya, benar! Kenapa kami tidak diajak?" Kuro tidak mungkin tidak ikut bicara, apalagi menyangkut hal yang mengasyikkan baginya seperti bertarung atau keluar bermain. Makanya dia kesal karena ditepikan dalam misi Jovano. "Apakah kalian ini menganggap kami lemah? Kalian mengira kami para wanita ini lemah?"     

"Hoo ... benar juga!" Vargana menepuk tangannya sendiri. "Kalian semuanya lelaki. Dan kalian menyingkirkan kami dalam misi ini hanya karena kami perempuan dan kalian anggap lemah?" Tatapannya mengerucut tajam pada Jovano dan lelaki lainnya.      

"A-ahh, Vava ... jangan salah paham begitu!" Jovano harus lekas mencari alasan yang tepat dan bisa menenangkan para gadis sebelum mereka semua meledak marah. "Kak Kuro, bukan seperti itu maksud kami!"     

"Lalu apa?" desak Kuro pada adik angkatnya.      

"Itu ... karena kami sangat menyayangi kalian para istri." Akhirnya Jovano menggunakan gombalan klasik.      

"Ya! Ya, itu benar!" Zevo menyambung sambil memeluk dari samping tubuh Kuro. "Karena kami ini mudah khawatir mengenai kalian dan tidak ingin membuat kalian terperangkap dalam bahaya, makanya kami harus mengambil peran sebagai lelaki jantan yang bertanggung jawab."     

Kuro memicing tajam ke suaminya. "Hm, begitukah?"     

"Iya, Kuro sayank ... aku ini begitu menyayangimu, mana bisa aku berkelahi dengan baik jika aku mencemaskan dirimu nantinya. Maka dari itu, lebih baik kau di sini saja menunggu seperti istri yang patuh dan manis, oke?" rayu Zevo seraya mengelus-elus lengan istrinya.      

"Jadi menurut kalian, perempuan tidak layak bertempur di medan perang?" Vargana masih merongrong penjelasan sampai dia yakin.      

"Sudahlah, Va!" Suaminya, Pangeran Abvru, langsung saja meremas pantat sang istri dengan gemas. "Bisakah kau biarkan kami menyelesaikan misi lelaki ini? Biarkan kami pergi dan kembali dengan harga diri lelaki, oke!"     

"Kau!" Vargana menampar punggung tangan Pangeran Abvru yang seenaknya meremas pantat di depan rekan-rekan timnya. Wajahnya memerah ceri. Tapi sang suami malah menyeringai nakal.      

"Lalu ... kenapa Gavin tidak diajak?" Kuro teringat akan bocah remaja satu itu. Untung saja Gavin tidak berada di sana atau dia akan merasa canggung.      

"Um, Gavin ... dia tidak bisa diajak dalam misi ini karena ... karena dia mencintai Ivy, ya kan? Aku tidak ingin perasaan Gavin jadi kacau balau kalau nanti dia bertemu Ivy." Jovano dengan cepat menemukan jawaban.      

Mendengar ucapan masuk akal dari Jovano, maka Kuro pun terdiam. Vargana juga.      

"Sudahlah kalian ini ...," tutur Shona sambil merangkul bahu Vargana dan Kuro. "Kita biarkan saja para lelaki kita ini berjuang pada misi mereka, oke? Kita bisa santai menunggu di sini sambil spa. Nanti kita berendam rempah wangi, yah!"     

Jovano menatap Shona penuh rasa terima kasih. Diantara semua gadis, hanya Shona yang memiliki pembawaan tenang dan terkendali. Sungguh menyenangkan jika memiliki istri seperti Shona, ya kan? Dia mirip dengan Nadin.      

Huft! Astaga! Lagi-lagi Jovano justru mengingat akan Nadin! Tidak! Tidak boleh terhanyut lagi akan itu! Nadin berbeda dengan Shona, jangan membandingkan mereka.      

Lagipula, Jovano, kenapa tiba-tiba kau malah membandingkan kedua gadis itu?     

Akhirnya, setelah para istri puas akan jawaban dari suami-suami mereka dan juga Jovano, para wanita muda itu pun melepaskan Jovano dan lainnya pergi menunaikan misi.      

Andrea memindahkan mereka ke bumi manusia dalam sekejap dan dia sengaja tidak ikut keluar dari Cosmo karena masih harus memproses beberapa komponen lagi untuk melengkapi kertas mantra versi baru. Dia kembali ke Pondok Alkemia bersama Rogard dan Dante.      

-0-0-0-0-     

Sudah sehari semalam, Jovano dan kelompok pria keluar dari Cosmo dan menjelajahi Tokyo, berharap bertemu dengan anak buah Ivy.      

Namun, anehnya, mereka sama sekali tidak bertemu satupun. Bahkan setelah mereka berpencar pun rasanya tidak menemukan satu dari mereka.      

Saat hampir tengah malam, tanpa sengaja, tim 2 orang, Zevo dan Shiro, bertemu dengan gerombolan vampir iblis yang mereka cari sejak pagi.      

Sayang sekali, belum sempat ditangkap, mereka sudah kabur melarikan diri dahulu ketika bertemu Zevo dan Shiro.      

"Huft! Kenapa mereka langsung kabur ketika melihat kami, yah?" keluh Zevo pada rekan timnya ketika mereka memutuskan berkumpul di suatu tempat.      

"Hm, entah ini cuma dugaanku atau ...." Jovano agak ragu.      

"Ngomong saja, Jo!" desak Zevo.      

"Sepertinya mereka memang diperintahkan untuk menghindari semua anggota dari kerajaan Orbth dan Huvro. Karena mereka tau, dua kerajaan ini sudah membuat mereka merugi." Jovano berspekulasi.     

"Masuk akal!" Kenzo mengangguk setuju akan opini Jovano.      

"Kalau begitu, kita menyamar saja." Shiro muncul dengan solusi brilian.      

"Menyamar?" ulang Pangeran Abvru dengan nada tanya.      

"Ya, menyamar menjadi iblis biasa." Shiro menjelaskan maksud dia. "Kalau perlu, hilangkan dulu aura kekuatan kita atau menyamar menjadi prajurit kerajaan lainnya."     

Jovano tersenyum lebar dan berkata, "Patut dicoba!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.