Devil's Fruit (21+)

Negosiasi Untuk Sabrina



Negosiasi Untuk Sabrina

4Fruit 1180: Negosiasi Untuk Sabrina     
0

Andrea dan Dante serta Jovano pun keluar dari Cosmo untuk mencari Ivy. Ia tidak mengijinkan yang lainnya untuk ikut dan biarlah keluarga dia saja yang menemui Ivy.      

Cara yang dipakai masih sama seperti sebelumnya oleh Jovano, yaitu menyamar untuk menarik perhatian anak buah Ivy.      

Sehari dan dua hari dihabiskan dalam sia-sia saja karena mereka tidak bertemu dengan anak buah Ivy. Andrea sampai hampir putus asa, apakah Ivy sudah tidak lagi menyuruh anak buahnya untuk merekrut paksa manusia dan iblis di bumi?     

Di hari ketiga saat Andrea sudah di ambang menyerah, ternyata mereka sangat beruntung bertemu dengan vampir yang mereka yakini sebagai anak buah Ivy.      

Penyamaran mereka sangat baik sampai anak buah Ivy tidak curiga dan menangkap mereka. Ketiganya hendak dimasukkan ke alam pribadi Ivy, namun segera, Andrea membuka penyamarannya.      

Ketika ada kekuatan penolakan yang sangat besar, maka Ivy pun tidak bisa memaksa Andrea dan dua lainnya masuk ke alam pribadinya.      

"Ivy, keluarlah." Andrea menggunakan anak buah Ivy sebagai sandera agar putrinya bersedia keluar menemui dia.      

"Iv, sini keluar dan temui Kak Jo, deh Iv." Jovano ikut membujuk adiknya karena mereka yakin, Ivy ada di sekitar mereka dengan adanya beberapa vampir iblis dijadikan sandera.      

Benar saja, tak berapa lama, muncul kabut merah kehitaman dan bola kristal itu muncul sebelum akhirnya Ivy sendiri yang muncul. "Mau apa?" tanyanya dengan nada cukup sengit pada ibunya sendiri.      

Mendengar itu, Andrea sangat sedih. Sebesar itukah putrinya membenci dia? Untuk hal apa sampai dia harus dibenci begitu rupa?     

Kalaupun Ivy memberitahukan pada Andrea apa alasan dia membenci ibunya begitu dalam, Andrea pasti takkan percaya. Bahkan salah satunya adalah karena Danang dulunya pernah menyukai Andrea.      

Terkadang, perempuan memang tidak masuk akal kalau menyangkut cinta. Kaum hawa ini, kalau cemburu karena lelaki tercintanya menyukai perempuan lain, yang dibenci malah perempuan itu, bukannya lelakinya, meski si perempuan tidak membalas cinta itu.     

Andrea tidak meminta dirinya disukai secara romantis oleh Danang, bahkan dia juga tidak sekalipun membalas perasaan Danang, tapi dia yang menanggung kebencian tak logis itu.     

"Ivy, Nak ... bisakah kita melakukan negosiasi?" tanya Andrea secara langsung dan lugas saja pada putrinya, tidak ingin terlalu lama berbasa-basi, karena dia tidak ingin mendapatkan sakit hati lebih dalam dari tanggapan Ivy nantinya.      

"Negosiasi soal apa?" Ivy menaikkan dagunya seraya dia masih melayang di udara dengan sikap angkuh.      

"Katakan apa yang kau mau agar Bree bisa kembali padaku." Andrea tidak membuang-buang waktu. Dia hanya butuh Sabrina, itu saja.      

Muncul tawa kecil yang bernada ejekan dari Ivy. "Ternyata kau ingin bertukar dengan macan itu, yah?"      

"Ya." Andrea mengangguk tegas. "Katakan syaratmu. Kalau itu bukan hal mustahil, maka Mama akan berikan."     

Ivy berhenti tertawa dan mulai menatap tajam ke ibunya sambil dia berkata, "Aku mau macan itu ditukar dengan nyawamu. Bisa?"     

"Ivy!" Jovano sampai tak bisa mengendalikan dirinya membentak adiknya yang dirasa sudah sangat keterlaluan.      

Ivy memutar bola matanya ketika menoleh ke kakaknya. Kakak yang pernah dia cintai pula sebelum akhirnya dia menyerah dan beralih pada Danang. "Kenapa? Bukankah itu bukan sesuatu yang mustahil, ya kan? Setidaknya aku tidak meminta syarat agar dia menghidupkan papaku lagi." Ia seraya menunjuk dengan telunjuknya ke Andrea.      

Andrea, Dante dan Jovano cukup terkejut juga dengan ucapan Ivy.     

"Jadi ... jadi kamu udah tau ...." Andrea tertegun.     

"Kau pikir aku ini boneka bodohmu, hah?!" seru Ivy menimpali ibunya. "Mau sampai kapan kalian menyembunyikan itu dariku seakan-akan aku ini orang tolol, hah? Kalian semua pasti tertawa karena menganggap aku mudah kalian bohongi, ya kan?"     

Andrea menggeleng kalut. "Mana mungkin kami seperti itu padamu, Nak. Secuil kuku pun kami tidak pernah menganggapmu begitu dan apalagi menertawakanmu. Kami menutupi kematian papamu karena tidak ingin kau terlalu bersedih! Kami-"      

"Mom, berhenti bicara kenyataan padanya." Jovano memotong kalimat ibunya. Dia merasa sia-sia saja saat ini bicara macam begitu pada adiknya yang sudah tidak tertolong lagi. "Dia lebih menyukai kalau kita bicara ilusi dan kebohongan saja."      

"Kak Jo, aku tau, aku ini bukan apa-apa di hatimu." Ivy kembali naikkan dagunya ke Jovano dengan suara bergetar. Bagaimanapun, Jovano tetaplah sosok kakak yang paling dekat dengannya. Ia mengatakan itu hanya karena ingin mendapatkan ucapan manis seperti biasanya dari Jovano.     

Namun ....     

"Ya, kau memang bukan apa-apa di hatiku." Jovano justru berkata demikian sebagai tanggapan. Ivy melotot syok padanya, tapi dia tidak surut. "Kau ingin diberi kata-kata bohong, kan? Daripada hal-hal nyata, kau lebih suka semua berbau ilusi, kan?"      

Rupanya Jovano sedang menyindir adiknya. Meski dia memang menyayangi sang adik, namun jika Ivy sudah keterlaluan, maka dia juga harus bisa tegas menegur adiknya.      

"Huh!" Ivy hendak berbalik kembali ke alam pribadinya.     

Tapi, Andrea mencegah. "Katakan syarat untuk menukar Bree. Apapun asalkan jangan nyawa siapapun juga. Kau bisa meminta benda atau mungkin kekuatan tertentu."     

Ivy menoleh lagi ke belakang, menatap remeh ke ibunya dan menyahut, "Tidak tertarik."      

"Nak! Jangan begitu! Mama bisa beri benda-benda magis yang hebat untukmu! Mama akan carikan yang sekiranya pasti akan membuatmu tertarik!" seru Andrea dengan wajah putus asa. Ia hanya menginginkan Sabrina kembali padanya. Urusan mencari benda magis hebat, dia yakin dia bisa mengupayakan itu. Apalagi ayahnya adalah salah satu raja besar di Underworld.      

"Kau ingin macan itu?" tanya Ivy sambil lipat dua lengan di depan dadanya.      

"Ya." Andrea mengangguk tegas.     

"Sayang sekali, dia sudah mati." Kata-kata itu meluncur santai dari mulut Ivy.      

Jovano dan Dante terkesiap. Namun, Andrea tidak terpengaruh dan hanya mengerutkan kening, menyatukan dua alisnya di tengah dahinya. "Belum. Bree belum mati."     

"Kenapa kau seyakin itu, hm?" Ivy bertanya sambil memiringkan kepalanya, bernada meremehkan pada Andrea.      

"Karena dia adalah hewan terkontrakku, jadi aku pasti akan tau dia masih hidup atau mati." Andrea ikut memiringkan kepalanya dengan pandangan santai, membalas sikap Ivy.      

Si gadis vampir menggigit bibirnya, kesal karena gagal mengelabui ibunya. Ia lupa kalau Sabrina adalah hewan kontrak milik sang ibu. Tentu saja di antara keduanya akan ada ikatan jiwa satu sama lain.      

Tapi, Ivy tidak ingin terlihat lemah dan kalah. Ia pun kembali bersikap arogan dengan dagu terangkat. "Hmhh! Kalau begitu, lupakan saja dia, atau putuskan ikatan kalian karena dia hanyalah macan sekarat yang sudah tidak berguna."     

"Kalau memang begitu, kembalikan pada Mama." Andrea memaksa.      

Kepala Ivy menggeleng pelan. "Tidak mau. Aku masih ingin dia jadi mainanku. Anggap saja sebagai penggantimu agar hatiku tentram."     

Mendengar itu, Andrea segera memikirkan Ivy mungkin sudah menyiksa Sabrina sebagai pelampiasan kebencian Ivy padanya. "Ivy! Jangan sakiti Bree! Lekas katakan apa maumu agar kau membebaskan Bree pada kami!" Ia nyaris menangis jika membayangkan macan kesayangannya disiksa Ivy.     

Andrea setidaknya mulai paham seberapa mampu untuk kejam putri sulungnya ini.     

Kekehan tawa terdengar dari Ivy. "Khe he heh ... hm ... baiklah." Ivy bersikap santai lagi dan menyahut ibunya, "Baiklah, aku akan kembalikan macanmu itu ... di Kutub Selatan. Kau ingat tempat itu, kan?"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.