Devil's Fruit (21+)

Terlalu Sayang atau Meremehkan?



Terlalu Sayang atau Meremehkan?

4Fruit 1182: Terlalu Sayang atau Meremehkan?     
4

"Ma, aku sudah berlatih keras selama berbulan-bulan ini dan aku tidak ingin terus berlindung di bawah kalian selamanya. Aku ingin menguji pelatihanku selama ini." Kiran bersikeras.     

Meski terdengar meyakinkan dan diucapkan dengan nada serius oleh Kiran, namun Shelly sebagai ibunya masih tidak rela jika melepas anak putrinya ke medan perang. Tanpa Andrea mengatakan pun Shelly sudah paham bahwa nantinya di Kutub Selatan tidak akan tanpa pertarungan.      

"Aku ... Mama belum bisa melepasmu ke tempat pertempuran sengit seperti itu nantinya." Shelly menggeleng, berharap putrinya memahami perasaan khawatir dia.     

"Ma, apakah Mama memandang rendah pada diriku?" Kiran tak bisa tidak menanyakan hal demikian pada ibunya. Belum sempat Shelly menyahut, dia sudah berujar lagi, "Dulu bukankah kak Gavin masuk ke medan perang juga di usia sepertiku?"     

Ya, mana mungkin Kiran tidak mengungkit mengenai itu? Dia sudah mendengar kisah heroik kakaknya yang kala itu masih bocah cilik namun sungguh berani ikut bertempur melawan musuh-musuh yang kuat dan mengerikan, bahkan menjalani pelatihan gila di alam ekstrim milik King Zardakh.      

"Sayank, Mama tidak memikirkan kamu dengan cara gitu." Wajah tak berdaya Shelly tampil dengan harapan Kiran mengerti bahwa dia tidak merendahkan gadis itu dan ini hanya mengenai perasaan seorang ibu yang tidak akan tenang jika anak perempuannya terjun ke peperangan sedini ini. "Kakakmu berbeda denganmu."     

"Berbeda bagaimana? Mama semakin jelas mengungkapkan ini padaku." Mulut Kiran berkerut, rautnya cemberut, semakin tidak senang akan apa yang baru saja diucapkan ibunya.     

Shelly putus asa, sepertinya dia salah memilih kata-kata sehingga putrinya semakin salah paham padanya. Ia pun memandang ke suaminya, berharap Kenzo menolongnya.      

Paham apa yang diinginkan istrinya, Kenzo mulai bersuara, "Kiran, ibumu tidak bermaksud merendahkan kemampuanmu. Dia hanya terlalu sayang dan belum tega melepasmu di medan perang. Yah, kau memang berbeda dengan kakakmu, karena dia adalah lelaki dan telah berhasil membuktikan dirinya sendiri melalui penempaan di alam Schnee sebelumnya."     

"Baiklah, Pa, bawa aku ke alam itu dan uji aku di sana." Kiran memandang tegas ayahnya. Hatinya sudah bulat bahwa dia harus ikut ke Kutub Selatan.     

Kenzo menggeleng pelan. "Itu adalah alam milik Baginda Zardakh, Nak. Tak bisa seenaknya meminta dimasukkan."     

Kiran menghembuskan napasnya dengan berat, rasanya sudah tidak ada lagi yang bisa dia katakan untuk bisa meyakinkan dua orang tuanya mengenai tekad besarnya.      

"Kalian menganggap aku lemah, ya kan? Iya, aku akui, kak Gavin memang jauh lebih kuat dan lebih hebat dariku. Tapi apakah aku harus menjadi inferior terus menerus hanya karena kalian terlalu menyayangi aku? Apakah aku tidak boleh menerima kesempatan untuk membuktikan diriku sendiri?" Kiran menahan tangisnya.      

Gadis remaja ini mau tak mau berpikir betapa dia bisa berempati pada Ivy. Dulu Ivy juga sering dilarang ini dan itu dengan alasan khawatir gadis itu dicelakai lagi oleh musuh-musuh yang mengincarnya.     

Bahkan Ivy juga tidak dibolehkan berlatih apapun karena ibunya terlalu khawatir dan menyayanginya secara berlebihan, terutama semenjak kembali dari misi penyelamatan di Kutub Selatan dekade lalu.     

Rupanya, seperti ini rasanya jadi Ivy, begini rasanya tidak dipercayai kemampuannya. Tidak heran jika Ivy frustrasi dan menjadi seperti sekarang ini. Bukannya Kiran menyalahkan Andrea, namun dia kurang setuju jika orang tua terlalu mengekang anak-anaknya.      

Siapapun butuh berkembang dan bertumbuh, merasakan keberhasilan usai kegagalan demi kegagalan. Asalkan memiliki tekad kuat terus bangkit, bukankah itu bagus dan layak?     

"Ran sayank ...." Shelly sampai kehabisan kata-kata akan luapan emosional putrinya. Ia menggelengkan kepalanya dengan lemah.      

"Sungguhkah kemampuanku tidak dipercayai? Bahkan oleh orang tuaku sendiri?" Mata Kiran menyipit sembari dia menahan tangis. Ia tidak ingin menjatuhkan air mata saat ini, terlebih di depan kedua orang tuanya. Dia harus menunjukkan bahwa dia kuat dan tegar.     

"Hghh ... baiklah." Kenzo tak punya pilihan lagi.      

"Ken!" Shelly menoleh tegas ke suaminya, wajahnya menyampaikan makna tidak setuju pada apa yang diucapkan sang suami.      

Kenzo paham istrinya tidak menyetujui apa yang baru saja dia katakan, oleh karena itu dia membelai pipi Shelly sambil berujar, "Kita tidak bisa menahan burung yang sudah mampu terbang, kan? Tak bisa membiarkan balon terus menggelembung dan nantinya bisa meledak jika tidak lekas ditangani."     

"Pa, analogimu buruk." Kiran cemberut.      

Kenzo tertawa kecil dan melanjutkan bicara pada putrinya, "Tapi ... ini tidak serta merta kau bisa begitu saja pergi ke Kutub Selatan. Papa harus mengujimu dan jika kau lolos, maka kami akan mempercayaimu bahwa kau sudah layak untuk turun ke medan perang."     

Shelly tertunduk. Kata-kata perumpamaan dari suaminya memang masuk di akalnya, namun tidak di hati. Dia masih saja mencemaskan jika putrinya ikut bertempur di Kutub Selatan. Kiran masih terlalu kecil dan bocah itu masih terlihat lemah, terlihat ringkih.     

Tidak, Shelly tidak mungkin mengatakan apa yang baru saja dia ucapkan di benak atau Kiran bisa lebih tersinggung dan salah paham. Ini hanya ... hanya mengenai perasaan orang tua saja! Shelly bukan iblis yang bisa tega membiarkan anaknya yang masih kecil untuk melakukan apapun yang berbahaya. Dia masih manusia, masih memiliki pakem-pakem yang dia pegang serta percayai semenjak kecil.     

Namun, tidak mungkin dia ungkap semuanya ke putrinya. Percuma. Di kepala Kiran hanya ada opini yang terbangun bahwa ibunya meremehkan kemampuannya.      

"Baiklah, Mama ikut saja bagaimana pengaturan dari papamu." Shelly akhirnya benar-benar menyerah. Ia melirik sang suami yang tersenyum kepadanya.      

Kiran begitu gembira sampai dia menerjang ibunya sambil tertawa riang, "Terima kasih, Ma! Terima kasih!" Lalu bocah itu mengendurkan pelukan ke ibunya untuk menoleh pada ayahnya sambil berkata, "Pa, kapan Papa akan mengujiku?"     

"Besok saja. Sana tidur dan istirahat," jawab Kenzo.     

Kiran pun ganti memeluk ayahnya sambil berterima kasih dan tak lupa dia mengecup pipi kedua orang tuanya sebelum melesat ke kamarnya.      

Sepeninggal Kiran, Shelly menoleh ke Kenzo, dan berkata, "Apa udah benar yang kita putuskan ini, Ken?"     

"Sudah, percaya saja pada anak-anak kita. Mereka tidak lemah, kok! Mereka kuat, karena mereka adalah ... anak-anak kita, hasil cinta kita yang juga kuat." Kenzo memeluk sang istri sebelum dia membopong terbang istrinya menuju ke kamar. "Aku akan tunjukkan padamu seberapa kuat cintaku malam ini."     

Shelly memukul pelan dada suaminya saat dia digendong terbang menuju kamarnya, dia tersipu karena paham apa makna ucapan sang suami.     

Sementara itu, di Pondok Senjata, Jovano masih berkutat di sana, hanya membuat belati berjumlah puluhan yang akan dijadikan stok senjata untuknya. Kalau sang ibu memiliki duri besar dan juga cemeti serta busur cahaya sebagai senjata sampingan, kenapa dia tidak?     

Oleh karena itu, disela-sela waktu sebelum pergi ke Kutub Selatan, Jovano mulai membuat senjata sampingan untuknya sendiri.      

Di sela-sela pembuatan belati khusus itu, Jovano melirik ke arah Gavin yang sedari tadi duduk tenang di dekatnya, mengamati dia. Namun, Jovano paham bahwa Gavin melamun meski pandangannya tertuju pada tungku di depannya.     

"Gav, apa kau yakin kau akan ke Kutub Selatan dan berperang melawan Ivy?" Jovano tahu dengan persis seperti apa perasaan sahabat masa kecilnya itu pada adik sulungnya.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.