Devil's Fruit (21+)

Anggota Baru



Anggota Baru

1Fruit 1184: Anggota Baru      3

"Pa, apakah aku sudah lulus?" tanya Kiran sedikit penuh harap.     

"Kau ini sungguh tidak sabaran, Nak!" Kenzo terkekeh. "Kali ini, kau harus bisa melawan Papa dengan tangan kosong atau pun tenaga murnimu. Ayah juga akan memakai tangan kosong untuk bertarung denganmu."     

Kiran mengangguk dengan tatapan tegas pada apa yang diucapkan ayahnya. Dia sudah siap.     

Saat Kenzo sedang menguji kemampuan tenaga murni putrinya, Jovano dan Gavin datang mendekat ke Shiro. "Bagaimana Kiran?"     

"Dia tangkas dan sejauh ini bisa mengimbangi serangan ayahnya." Shiro menyahut dengan tampang lurus seperti biasa.      

Jovano pun memandang ke arah Kenzo yang sedang menyerang Kiran. "Tapi sepertinya dia masih sedikit kewalahan, yah!"      

"Wajar saja karena yang dia hadapi adalah panglima kuat dari kerajaan besar Underworld." Shiro seakan sedang membela Kiran. "Kita tidak mungkin mendapati panglima Kenzo akan kalah dari putrinya, kan? Bagaimanapun, ada harga diri seorang lelaki."     

"Ha ha ha ... Kak Shiro benar juga." Jovano tertawa kecil sambil terus mengamati Kiran. "Hm ... menurutku, Kiran masih harus mempertebal kekuatan murninya. Apalagi dia sepertinya mudah lelah. Dia harus ditempa di kekuatan fisiknya."     

Shiro mengangguk menyetujui ucapan Jovano. Sedangkan Gavin, dia masih terdiam. Dia masih saja memikirkan Ivy. Ia masih berpikir bagaimana agar bisa menyadarkan Ivy dan kembali pada Ivy yang dulu, yang manis meski pendiam dan introvert.      

Dan yang terpenting, bagaimana memisahkan Ivy dari pria dewasa bernama Danang. Hingga kini, Gavin masih sangat kesal dengan kedekatan gadis tercintanya dengan lelaki lain. Dia harus menyadarkan Ivy, terutama dari pengaruh buruk pria tua bernama Danang!     

Gavin yakin bahwa pria bernama Danang itu lah yang membuat Ivy jadi seperti ini dan dia harus menyelamatkan gadisnya dari pria itu!     

Yah, terkadang, seseorang yang sudah dikuasai cinta buta tuli hanya akan berpikir sesuai yang dia inginkan saja dan membela habis-habisan sosok yang dia cintai tanpa mau menelaah lebih dalam. Kadang, orang seperti Gavin akan terus denial pada apa yang dia cintai meski kenyataan telah tersaji dan tampil di depan mata.      

Inilah yang diragukan oleh Jovano sebelumnya, apakah Gavin akan mampu bertarung melawan Ivy dan serdadunya nanti karena Jovano paham seberapa dalam sahabatnya mencintai adiknya.        

Sementara itu, di sana, Kenzo masih menguji putrinya dengan berbagai gerakan yang harus ditepis atau dihalau oleh Kiran dengan tangan kosong.      

"Arghh!" Kiran menepis terjangan lengan ayahnya yang hendak memukul dirinya. Tangan besar pria bertemu tangan kecil kurus seorang gadis muda, ini sebenarnya tidak imbang, namun namanya di medan perang, tentu saja tidak bisa memilih siapa lawan di sana.      

Maka dari itu, Kenzo berharap putrinya harus bisa dan siap menghadapi seperti apapun lawan di depannya nanti jika memang dia teguh ingin ikut ke Kutub Selatan.      

Benturan dua tangan beda ukuran cukup menyakitkan bagi Kiran, namun dia menggigit keras bibirnya agar tidak mengeluarkan pekik kesakitan sekecil apapun. Sebagai gantinya, dia meraung mengumpulkan kekuatannya untuk membalas serangan ayahnya.      

Kenzo tidak menyangka dia akan balik diserang oleh putrinya. Dia memutar tubuh untuk berkelit dari pukulan Kiran, dan tangan mereka kembali beradu beberapa kali sebelum kaki juga saling beradu tendang.      

Ketika keduanya saling mundur belasan meter, Kiran mengatur napasnya dan menahan sakit ngilu pada tulang-tulang tangan dan kakinya. Dia bersikap tegar.      

"Sepertinya aku harus meloloskan kamu, Nak." Kenzo tak ingin lebih lama membuat anaknya kelelahan karena besok adalah hari yang dinanti mereka. Ia menganggap, Kiran sudah layak turun ke medan perang.      

Kiran mendengar ucapan ayahnya bagaikan mendengar nyanyian merdu. Dia tersenyum lebar sambil melesat menerjang ayahnya penuh rasa girang tak terhingga. "Papa! Terima kasih! Terima kasih!"      

"Ha ha ha, iya, iya." Kenzo menepuk-nepuk punggung putri yang memeluknya. "Ya sudah, sana berendam di kolam air panas misterius. Tangan dan kakimu pasti sakit semua, ya kan?"     

Kiran terkekeh, dia ketahuan meski sudah sedemikian rupa menyembunyikannya. "He he he ... oke, Pa. Sekali lagi, terima kasih! Muaahh!" Dia mengecup kuat-kuat pipi ayahnya sebelum akhirnya melepaskan pelukan dan menoleh ke Shiro. "Kak Shiro, aku berhasil!"      

Shiro hanya berikan anggukan kecil dan membiarkan Kiran melesat terbang menuju ke kolam air panas misterius yang berkhasiat memulihkan tubuh dan semua organ dalam.      

-0-0-0-0-0-     

"Kau yakin ikut, sayank?" Shelly agak tak rela ketika putrinya berbaris di depan pondok bersama anggota tim Blanche lainnya yang akan ikut ke Kutub Selatan.      

"Ma, jangan khawatir, aku sudah pasti akan baik-baik saja. Apalagi ada banyak orang yang akan menjagaku, ya kan?" Kiran memeluk ibunya untuk menenangkan hati Shelly.      

"Berjanjilah untuk tidak memaksakan diri." Shelly berpesan pada Kiran. Putrinya mengangguk, lalu dia menoleh ke suaminya dan berkata, "Kau harus janji ama aku untuk jaga anak-anak kita, Ken."     

"Iya, sayank. Itu sudah pasti. Tenang saja, ada kami yang akan melindungi dia." Kenzo menghampiri Shelly dan ganti memeluk menggantikan putrinya. "Kami hanya akan pergi sebentar, kok! Kau bisa tunggu di sini sembari nge-teh. Oke?"     

"Benar loh yah!" Shelly mencubit pelan pipi suaminya sembari pelukan Kenzo mengendur padanya. Sang suami mengangguk.      

"Oke, semuanya udah lengkap? Udah pada kumpul semuanya, kan?" Andrea berada di depan barisan dan menatap satu demi satu anggota Blanche dia.      

"Apakah papa dan mamaku tidak ikut ke sana, Aunty?" tanya Zevo pada Andrea.      

"Mereka bilang akan menyusul langsung ke sana." Andrea mengingat ucapan Revka hari sebelumnya. "Ohh, tunggu! Aku dapat sinyal kontak ... um, oke ...."     

Usai berkata demikian sambil memegangi anting komunikasi di telinganya, Andrea kemudian memejamkan mata dan tak lama, muncul 3 orang di hadapan tim Blanche.      

"Mama! Papa!" Zevo menyeru senang melihat kedua orang tuanya.      

"Ini ... siapa?" tanya Andrea sambil menunjuk pada satu orang yang bersama dengan Revka dan Pangeran Djanh.      

"Dia adik sepupuku." Revka menjawab sambil melirik ke orang yang dikatakan sebagai adik sepupunya. "Hei, perkenalkan dirimu!"      

Orang itu tersenyum singkat dan mulai berbicara, "Halo, aku Serafima. Panggil saja Sera. Dan aku diajak tante Revka ke sini untuk ikut senang-senang membantai vampir dan iblis pengkhianat."     

"Heh! Siapa yang ajak kamu?!" Revka lekas mendelik pada sepupunya. "Kan kau yang maksa ingin ikut!"      

Gadis berambut merah oranye terang cepak itu hanya tertawa santai. "Pokoknya begitulah! Ha ha ha!"      

Anggota tim Blanche memandangi sepupu Revka dengan tatapan menyelidik. Wajah Serafima seperti perpaduan Eropa dan Asia, dia sangat cantik meski sikapnya terkesan tomboi.     

Hal itu disebabkan karena dia memakai celana kulit dan kemeja dengan hiasan double shoulder holster (tempat senjata api yang bisa digantungkan pada tubuh atas dengan tali kulit di pundak) dan juga belt gun (tempat senjata api yang disematkan di bagian kaki atau paha dengan ikat tali kulit).     

Benar-benar maskulin seperti cowboy lelaki.      

Segera saja, penampilan Serafima membuat mata Vargana berbinar takjub. "Dia seperti Lara Croft! Ya ampun, dia keren sekali!"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.