Devil's Fruit (21+)

Ivy Kabur



Ivy Kabur

4Fruit 801: Ivy Kabur     4

"Lihat, Ma, Pa, mereka justru keasikan di sana." Zivena menunjuk kumpulan teman-teman Jovano yang asik bermain air, baik itu lelaki ataupun perempuan.      

"Ya udah, biarin aja lah, Zi … itung-itung kita ramein rumah setahun sekali, kan gak pa-pa." Ibunya mengelus keringat di dahi si putri bungsu.      

"Harusnya mereka ijin dulu pada Mama dan Papa jika ingin gunakan wahana air kita." Zivena masih mengomel.      

"Papa yakin mereka sudah ijin pada kakakmu, Ve, jadi … tak apa." Dante menyambung sambil cium pipi si bungsu yang montok.      

"Uughh … sungguh, mereka membuatku kesal!" Zivena mengerucutkan bibirnya dengan mata kesal. Ayah dan ibunya tertawa melihat kelucuan marah si bungsu sampai dia dihujani ciuman oleh kedua orang tuanya.      

Ada yang asik merekam untuk konten akun media sosial mereka, ada yang berfoto. Semua dari mereka tampak bergembira dan bisa berbaur bersama meski dari sekolah yang berbeda-beda.      

Dan mendekati jam 2 siang, banyak dari para tamu remaja itu sudah mulai pamit pulang. Untung saja mereka masih sempat berpamitan pada Andrea dan Dante sekaligus Zivena yang duduk di singgasana berkanopi dari kayu tersebut, atau mereka bisa kena omel si bungsu yang berulang tahun nantinya.     

Sedangkan beberapa teman dekat Jovano, sebanyak sekitar 8 orang masih tinggal di mansion dan dibawa Jovano ke kamar luas dia untuk menghabiskan waktu di sana.      

Mereka bermain video game, ada juga yang menonton film di kamar tersebut, ada juga yang sibuk dengan komputer Jovano, dan ada pula yang memakai laptop-nya. Ada juga yang sibuk membaca-baca manga koleksi Jovano.     

Semenjak SMA, Jovano mulai memiliki kamar sendiri, tidak lagi satu kamar dengan Gavin.     

Karena alat atau gadget permainan milik Jovano banyak dan cukup lengkap, maka betahlah 8 pemuda itu di kamar tersebut.      

Bagi mereka, kamar milik Jovano adalah kamar impian mereka.     

Ketika Jovano sedang asik dengan teman-temannya, Ivy tiba-tiba mengendus sesuatu di udara. Maka, ia pun lekas pergi keluar tanpa bisa diketahui siapapun di mansion tersebut. Sepertinya Ivy bisa menyembunyikan hawa keberadaan dia dengan baik.     

Dalam waktu singkat, Ivy bisa menyusuri jalanan turun dari mansion dia di Hills dan kini sudah sampai di pintu gerbangnya dan menyetop taksi yang kebetulan lewat di sana.      

Setelah memberikan arah destinasi dia, maka Ivy duduk tenang di taksi.      

Sopir taksi membawa Ivy ke daerah pertokoan, lalu gadis itu pun turun di sana.      

Dari sana, Ivy berjalan menyusuri bau yang dia sedang kejar saat ini. Ia sendiri juga heran kenapa bisa tiba-tiba merasakan bau tersebut. Padahal jaraknya lumayan jauh dari tempat tinggalnya di Hills.      

Dan Ivy juga tidak mengira dirinya bisa menyelinap pergi diam-diam tanpa ketahuan semua penghuni mansion. Ia bertanya-tanya, apakah kemampuan dia semakin bertambah seiring waktu?     

Dan ketika Ivy sedang berjalan di gang untuk mencapai area lainnya agar lebih cepat, langkahnya dihentikan oleh 3 orang pria besar yang terkekeh ketika menatap dirinya.     

"Halo gadis kecil. Apakah kau tersesat? Ingin kami tunjukkan jalan menuju rumahmu?"     

"Atau kau ingin mampir sebentar ke rumah kami dan bermain sedikit bersama kami?"     

Dua lelaki itu mengusap bibirnya sendiri sambil membayangkan hal tak pantas pada Ivy. Gadis itu memang terlihat cantik dan imut, membuat orang bisa takjub mengira itu manusia atau boneka.      

Ivy mengendus lagi di udara dan merasakan bau itu mulai bergerak menjauh, dan dia harus bergegas atau bisa kehilangan sib au tersebut.      

Tapi 3 pria yang mengepung dia ini begitu membuat Ivy geram. Mereka secara terang-terangan menampilkan muka cabul dengan sikap menjijikkan.      

"Tak punya waktu untuk kalian." Mata Ivy berubah jadi merah, berpendar sekejap membuat ketiga lelaki itu melongo tak percaya.     

Namun, 3 lelaki yang terbengong itu tak bisa berlama-lama bingung karena seketika ada yang sudah menembus dada mereka bahkan di jantung.      

Ketika pandangan mereka tertuju ke dada kiri mereka, di sana sudah ada kuku Ivy yang memanjang sampai nyaris satu meter, berwarna merah darah dan itu bukan karena kuteks melainkan memang kuku itu berwarna merah asli.      

Secepat kilat, Ivy mencabut kukunya pada 3 lelaki itu dan meninggalkan mereka sekarat di gang sepi itu.      

Untuk keamanan, Ivy pun memakai masker mulut dan menaikkan hoodie pada gaun Lolita gothic dia dan memakai langkah cepat vampire untuk menelusuri bau tadi.     

Orang di keramaian pasti tidak menyangka bahwa hembusan angin sepoi yang melewati mereka adalah karena Ivy sedang melakukan gerakan kilat vampire.      

Ivy pun sudah tiba di pusat bau itu tapi dia tidak menemukan sumber dari bau tersebut. Ia menoleh ke kanan, kiri, depan dan juga belakang, namun tidak menjumpainya.     

Ia berjalan sambil terus memandang berkeliling tanpa menyembunyikan tampilan mata beriris merah dia karena orang di sekeliling dia pasti hanya berpikir bahwa gadis itu sedang bercosplay dan memakai lensa kontak warna merah seperti yang biasa digunakan para cosplayer, apalagi penampilan Ivy memang mirip dengan orang-orang yang biasa sedang akan mendatangi event cosplay.     

Ketika sedang menyusuri jalan, Ivy tidak sadar dirinya mulai turun ke badan jalan dan ada motor yang lumayan cepat dari arah kanan Ivy.      

"AWAS!" Sebuah teriakan mengiringi tertariknya lengan Ivy sehingga motor itu tidak jadi menabrak Ivy.     

Dan gadis itu terbengong ketika sadar dirinya sudah berada dalam dekapan seseorang. Namun, dia tersenyum sambil mendongak menatap yang memeluk dia sembari dia membuka masker dia. "Om."     

"Ya ampun! Ivy?" Danang terkejut mendapati gadis itu di keramaian jalanan Omotesando. "Ivy, kenapa ada di sini?" Lelaki umur tiga puluhan itu pun segera memeriksa tubuh si gadis yang kini bola matanya kembali ke warna hitam semula.      

Ivy hanya menggeleng sambil tersenyum pada Danang. Lalu, pria itu pun mengajak Ivy menepi hingga ke depan sebuah toko di sana dan orang-orang yang semula kaget ada gadis nyaris tertabrak motor, kini mereka pun kembali berjalan meneruskan langkah mereka.      

"Ivy cantik, kamu nggak apa?" Danang menatap Ivy dari atas hingga bawah dan memeriksa bahu dan lengan Ivy, bahkan meneliti jari jemari Ivy, memastikan tak ada yang patah atau keseleo ketika dia tarik keras-keras tadi. "Kenapa yah kita kalau ketemu pasti kamu lagi dalam bahaya, ha ha …"     

Danang tak ingin anak dari sahabat masa kecilnya itu kenapa-kenapa. Coba andai dia tadi tidak cepat menarik Ivy, tidak bisa dibayangkan gadis itu akan menjadi apa.     

Kembali, Ivy menggeleng, kali ini dia mau bicara. "Om di sini." Pipinya merona samar dan itu terlihat cukup jelas karena kulit Ivy yang sangat putih.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.