Devil's Fruit (21+)

Ethnic Boutique Restaurant



Ethnic Boutique Restaurant

3Fruit 807: Ethnic Boutique Restaurant     
2

Sementara itu, Ivy tengah bersuka cita mendapatkan interior baru dari bambu, apalagi itu dari Danang. Ia merasa Danang seolah ada di kamar dia, menemani dia kapanpun.      

Ivy bisa mengendus bau Danang pada setiap interior yang dimasukkan ke kamarnya.      

"Bayaran" dari Danang untuk kamar Ivy menyangkut: ranjang bambu yang kokoh, lemari bambu, partisi bambu, karpet bambu, sofa dan meja bambu, tirai bambu, kotak pensil bambu, tempat peralatan menulis dari bambu, dan bahkan chandelier bambu, rak tempel bambu, lampu tidur bambu, rak sepatu bambu.      

Kamar Ivy begitu bernuansa eksotik dengan banyaknya perabot dari bambu. Dan gadis itu suka.      

-0-0-0-0-     

Ketika ada orang usil yang berkomentar bahwa Tropiza menggunakan pengaruhnya untuk mempromosikan craft Danang, Andrea dengan mudah menjawab komen itu.     

"Memangnya kenapa, yah, andai kami mempromosikan craft tersebut? Toh craftnya memang cantik dan sepadan untuk dipromosikan."     

Ada juga yang menulis komentar: "Ohh, pantas saja kemarin Tropiza promo habis-habisan untuk craft itu karena ternyata di katalognya ada banyak orang Tropiza yang terlibat! Sungguh penipuan!"     

Dante kini yang menjawab komentar itu. "Kami mempromosikan craft yang memang milik sahabat kami. Bukankah itu hal sangat wajar dan biasa di dunia bisnis? Apakah saling mendukung teman di bisnis itu salah? Katakan jika kami salah."     

Shelly ikut menulis juga. "Menipu? Dimana letak penipuan dari kami? Apakah kami memaksa kalian? Kami HANYA menawarkan dan mengajak saja, tidak memaksa sama sekali. Menipu? Jika bujukan dan ajakan dianggap menipu, alangkah banyaknya penipu di dunia ini, yah!"     

Andrea dan yang lainnya hanya bisa geleng-geleng kepala melihat komentar-komentar miring dari warganet. Yah, kita memang tidak bisa selalu memuaskan selera orang lain, dan tidak mungkin tidak ada pembenci di dunia ini, meski sebagus apapun tindakan kita.     

Berdasarkan pemahaman itu, Andrea dan yang lainnya tidak terlalu menggubris lagi komentar-komentar negatif lainnya karena pasti akan dijawab oleh warganet lainnya yang bisa berpikir positif.     

Andrea dan yang lainnya tidak perlu bersusah payah dengan manusia macam itu, yang kerjaannya hanya mencari celah orang lain saja tanpa sadar tindakannya sendiri sudah merupakan celah besar.     

-0-0-0-0-     

Di sekolah Jovano, dia banyak mendapatkan pertanyaan dari fans dia mengenai barang-barang yang dia posting atau gunakan di foto akun instagramm dia.      

Jovano menampilkan senyum terbaiknya dan menjawab satu demi satu pertanyaan yang ujung-ujungnya mempromosikan craft milik sahabat masa kecil dari ibunya.      

Para fans Jovano yang memang ingin menarik perhatian Jovano pun mulai berbondong-bondong memesan barang yang menarik di instagramm craft Danang, lalu ketika barang itu sudah tiba, mereka memamerkannya ke Jovano.      

Tentu saja karena Jovano cerdas dalam berbicara, dia memuji para fans dia yang bangga memamerkan craft belian mereka tersebut. "Wow, ini cocok sekali untukmu! Tasnya keren, ya kan? Kamu kelihatan modis pakai itu."     

Dan ketika gadis lain memperlihatkan foto lampu tidur dari craft bambu Danang yang dia gunakan di kamarnya, Jovano dengan pintar berkata, "Nah, kan, cantik sekali lampu itu. Coba kalau kau berfoto dengan lampu itu ketika hendak tidur, pasti akan menambah kecantikannya."     

"Besok aku akan foto dengan lampu itu, Jo!" seru gadis itu penuh semangat, tidak mengira akan diberi tanggapan manis oleh Jovano.     

"Yeah! Kirim saja fotonya ke akun kamu, dan tag aku, yah!" Jovano acungkan ibu jari pada gadis itu. Setelahnya, dia melenggang lagi meneruskan langkahnya bersama Zevo di samping dia.     

"Gila, kau Jo! Paling bisa saja kau untuk urusan fanservis." Zevo menepuk bahu sahabatnya.      

"Ha ha! Bukankah kau juga punya bakat mengenai itu?" Jovano balas menepuk dada sahabatnya. Dia ada benarnya juga. Zevo adalah putra dari Pangeran Djanh, dan mereka paham seperti apa watak sang pangeran incubus tersebut.      

"Aku belum seahli papaku." Zevo sok merendah.      

"Tak apa, setidaknya kau punya bibit dan genetic mengenai itu. Ha ha!" Jovano masih saja menggoda Zevo.      

Sebenarnya Zevo ini cenderung merupakan tipe lelaki yang tak banyak tingkah. Tidak juga seorang playboy seperti ayahnya. Mungkin karena dia sudah terlalu kenyang menyaksikan sang ayah yang kerap merayu ibunya di depan dia, jadi dia malah malas berbuat serupa.      

Ternyata, selain katalog, Andrea juga mengusulkan sebuah video promo juga, dan video itu menuai banyak pujian dari orang-orang karena pengerjaan dan hasilnya yang indah.     

Melihat antusiasme banyak orang akan barang-barang craft Indonesia, jiwa bisnis Andrea kian berkobar. "Dan, pokoknya kita harus bikin resto bambu yang pake masakan khas Indonesia! Ohh! Sekalian kita jualan baju batik juga di resto itu, gimana?"      

"Konsep yang mau dibuat apa, yank?" tanya Dante. "Apakah boutique cafe and restaurant seperti Tropiza?"     

Andrea berpikir sejenak. "Sepertinya gitu. Konsepnya memang ala boutique cafe and restaurant, tapi juga ngejual baju batik. Aku pengennya gitu. Bisa, kan?"     

Tuan Nephilim mendekat ke Andrea dan mengusap pipi istrinya menggunakan ujung hidung mancung dia. "Apa sih yang tidak bisa untukmu, hm?"      

Nyonya Cambion terkekeh mendengar jawaban suaminya.      

Karena konsep boutique cafe and restaurant, maka Andrea memang tidak membutuhkan space yang terlalu besar. Dia hanya cukup mencari lokasi yang tepat.      

Maka, dia mulai jalan-jalan bersama Dante mencari lokasi yang ramai namun belum ada tempat makan khusus masakan Indonesia.      

"Pokoknya tipe resto baru aku ini harus etnik. Tropiza Family kan gak 100 persen masakan Indonesia, masih ada makanan Jepang juga di sana. Nah, yang ini, aku kepingin beneran full masakan Indonesia, gitu Dan." Andrea menjelaskan keinginannya sembari sang suami duduk di kursi kemudi dan menyusuri Tokyo.      

"Jadi tidak seperti Schubert yang bertipe fine dining begitu, ya kan?" Dante melirik istrinya sambil mengemudi.     

"Gak, gak, jangan yang fine dining. Itu udah mayan jauh beda ama yang aku mau. Biarlah resto fine dining kita ada di Schubert dan ini harus beda." Andrea menegaskan.      

"Sebenarnya Tropiza itu tidak bisa dikatakan boutique restaurant meski menu-menunya unik, sih." Dante mengulas.      

"Ha ha, iya juga, sih. Padahal kan kalo boutique restaurant biasanya tempatnya kecil gitu, yah! Tapi Tropiza gak bisa disebut kecil juga, sih. Yah … karena juga untuk menampung banyaknya konsumen, terpaksa udah out dari kesan butiknya, hu hu …" Andrea geli memikirkan itu.      

"Lalu, resto baru ini, apa dia akan menjadi boutique restaurant atau tidak?" tanya Dante.     

Andrea terdiam untuk berpikir. Dia sendiri masih agak dilema mengenai itu. "Kayaknya bakalan jadi ethnic boutique restaurant, sih. Kita gak usah cari tempat besar dulu, liat gimana market aja nanti."     

"Oke, dan kalau begitu, apakah adanya penambahan toko baju batik nanti tidak menimbulkan kesan yang aneh dan sempit, yank? Karena boutique restaurant sendiri akan memakan tempat kecil, kalau ditambahkan adanya toko di dalam toko, apakah itu tidak menambah sempitnya ruangan nantinya?" Dante mencoba memberi pandangan.     

"Mungkin kita harus cari 2 tempat, untuk resto-nya, dan untuk toko batiknya, ha ha!" Jiwa bisnis Andrea terlalu berkobar saat ini. "Ehh, liat tuh Dan, ada ruko kosong! Kayaknya pas untuk resto kita!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.