Devil's Fruit (21+)

Wanita Buaya dan Adiknya



Wanita Buaya dan Adiknya

0Fruit 812: Wanita Buaya dan Adiknya     2

Mereka pun berjalan keluar dari tepian hutan yang tidak terlalu jauh dari pemukiman penduduk.      

Pertama-tama, mereka bertanya dulu pada penduduk sekitar mana warung makan atau restoran yang menyediakan makanan yang mereka cari, yang paling enak.      

Setelah mengetahui informasi dari warga, maka Andrea akan menyambangi tempat tersebut bersama Dante. Dan jika ternyata kurang cocok dengan selera dia, maka mereka akan berpindah lokasi dan mencari lagi melalui bertanya dengan masyarakat sekitar.      

Ketika mereka sedang berada di sebuah daerah di tepi sungai, ada keributan di sana. Andrea tertarik ingin tau dan menarik tangan suaminya.      

"Ada apa?" tanya Andrea ke salah satu warga yang berkerumun.      

"Ada buaya yang makan orang, Non!" Warga tersebut memberitahu.      

Andrea makin tertarik ingin tau dan semakin maju untuk melihat kejadian itu. Dan benar saja, di sungai sana, ada seekor buaya yang cukup besar sedang diam di tengah sungai dan di mulutnya yang terkatup ada tubuh seorang pria yang sepertinya sudah tidak bernyawa karena tidak lagi bergerak.      

Dante berdiri di sebelah istrinya dan melihat buaya itu juga. "Yank ..."      

Andrea menatap sang suami dan berbisik, "Kamu liat itu?"      

"Ya, buaya itu bukan buaya biasa." Dante membalas melalui telepati.      

Andrea mengangguk. Ia setuju dengan perkataan sang suami. Karena dia juga melihat bahwa buaya yang kini sedang jadi tontonan warga memang bukan buaya biasa. "Dia juga setengah manusia," sahut dia melalui telepati juga.      

Tiba-tiba saja dari arah dekat Andrea, ada seorang gadis muda yang berteriak, "Jangan sakiti dia! Jangan sakiti kakak aku!"      

Andrea kerutkan keningnya mendengar teriakan gadis muda yang umurnya mungkin sama dengan Jovano.      

Gadis itu terus berteriak dan akhirnya dia malah menceburkan diri ke dalam sungai sambil menghalangi warga yang ingin menangkap buaya tersebut. "Jangan tangkap dia! Jangan bunuh dia! Jangan bunuh kakakku!" seru gadis itu sambil berenang ke tengah sungai.      

Warga pun mengangguk paham dan saling bergumam.      

"Rupanya dia kakak bocah itu."      

"Astaga, ini terjadi lagi."      

"Sekarang jadi masuk akal."      

"Iya. Jelas kalau begini."      

Andrea makin penasaran dengan gumaman warga yang tiba-tiba malah seperti memaklumi gadis dan buaya itu. "Memang kenapa bisa begitu, Pak?" tanyanya pada lelaki di dekatnya.      

"Nona yang terjun ke sungai itu, dia korban pemerkosaan beberapa minggu lalu. Dan orang yang sudah memperkosa dia, yah yang di dalam mulut buaya itu." Lelaki itu menjelaskan.      

Kini Andrea paham akar masalah dari kejadian ini. "Ohh, jadi apa benar buaya itu saudara si gadis tadi?"      

Lelaki tadi mengangguk membenarkan. "Di sini bukan hal aneh kalo ada orang yang punya saudara kandung atau kerabat dari buaya, Non." Ia bisa melihat Andrea ternyata bukan orang situ.      

Hal yang dikatakan lelaki tadi cukup mengagetkan bagi Andrea. Bagaimana sebuah hal yang terkesan mistis dan tak lazim, namun bisa menjadi begitu biasa dan lazim di masyarakat daerah itu.      

Tapi, tentu saja semua daerah memiliki adat dan kepercayaan masing-masing, kan?      

Akhirnya, gadis itu membujuk buaya yang dikatakan sebagai kakaknya untuk melepaskan tubuh tak bernyawa lelaki di mulut si buaya.      

Setelah melalui bujukan beberapa waktu, buaya itu pun bersedia membuka mulutnya dan melemparkan tubuh lelaki yang konon pemerkosa dari si gadis ke depan, lalu ia pun berbalik dan berenang pergi menyelam di dalam keruhnya air sungai berwarna kecoklatan itu dan tidak terlihat lagi.      

Warga segera saja turun ke sungai dan mengambil mayat lelaki itu sekaligus menolong gadis muda tersebut.      

Andrea tertarik pada si gadis muda dan mendekati. "Kamu nggak apa-apa?"      

Gadis muda itu menatap Andrea dan menggeleng meski berkata, "Nggak apa-apa, Kak."      

"Kamu basah kuyup, tuh! Yuk Kakak antar ke rumah kamu." Andrea membujuk gadis itu dan si gadis pun mengangguk dan bersedia membawa Andrea dan Dante ke rumahnya yang ternyata cukup jauh dari sungai.      

Gadis itu permisi untuk masuk ke kamar mengganti bajunya dan mempersilahkan Andrea dan Dante duduk di ruang tamu yang tidak begitu besar karena rumah itu tergolong kecil.      

Setelah gadis itu keluar dengan pakaian yang kering dan bersih, ia duduk bersama Dante dan Andrea. "Maaf, Kak, rumahku cuma begini, kecil."      

"Ohh, santai aja, Dek." Andrea tersenyum maklum. "Mana bapak dan ibu kamu?" Ia memang tidak menemukan bapak dan ibu gadis itu sejak dia datang. Apakah kedua orang tua gadis itu bekerja?      

Namun, gadis itu menggeleng lemah sambil kepalanya tertunduk. "Bapak dan ibu sudah nggak ada lagi."      

Rasanya Andrea ingin menyesali atas pertanyaan dia tadi. Ternyata orang tua gadis itu sudah meninggal.      

"Bapak dan ibu meninggal tenggelam di laut sewaktu ingin pergi ke Jawa untuk menghadiri pesta perkawinan saudara."      

"Jadi ... Kamu cuma ..."      

Gadis itupun mengangguk. "Aku cuma sendirian. Kadang kakak datang, sih. Tapi nggak setiap hari."      

"Kakak ... Buaya tadi?" Andrea agak ragu-ragu mengucapkannya.      

Gadis itu malah mengangguk. "Iya. Yang buaya di sungai tadi. Itu kakak perempuan aku. Dia sering melindungi dan menjaga aku. Makanya dia ... kadang kayak ganas gitu. Tapi dia baik, kok!"      

"Iya. Tentu aja dia baik, makanya dia ampe ngelakuin hal itu tadi. Ya, kan?" Andrea berikan senyuman manis dia sambil menepuk pelan punggung tangan gadis itu. "Kenapa kakakmu nggak setiap hari aja nemani kamu di sini? Dia bisa berubah jadi manusia?"      

Gadis itu mengangguk. "Iya, dia bisa jadi manusia tapi masih ada sisik di bagian tangannya. Makanya kakak gak mau sering-sering datang ke rumah. Apalagi jarak sungai ke rumah itu jauh. Kakak harus datang malam-malam agar tidak terlihat warga karena dia malu."      

"Begitu, yah?" Andrea mengangguk paham.      

"Juga, kakakku butuh air untuk dia bisa merasakan nyaman, makanya dia tidak bisa berlama-lama di rumah." Gadis itu menambahkan.      

Andrea minta ijin untuk menginap malam itu di rumah si gadis. Dan benar dugaan Andrea, malam itu, buaya tadi datang dengan berwujud wanita yang bersisik keras pada dua tangan.     

"Kamu kakaknya Reni, kan?" tanya Andrea ketika wanita buaya menyelinap masuk ke rumah. "Jangan khawatir, aku gak akan celakai kamu atau Reni."      

"Mau apa kamu?" tanya wanita buaya tersebut.      

"Membantu kamu agar tidak perlu lagi jadi buaya dan bisa jagain Reni aja di sini." Andrea tersenyum.      

"Baumu bukan manusia."      

"Aku emang bukan sepenuhnya manusia. Tapi aku ingin nolongin kamu. Mau?"      

Wanita buaya itu belum sempat bereaksi ketika Andrea memegang lengan dia dan ajaibnya, lengan bersisik dia menghilang dan hanya ada lengan mulus seorang wanita. Ia terpana.      

Lalu, Dante juga muncul dan menggunakan daya magis dia untuk membuat sebuah kolam agak besar di halaman belakang rumah dan menutup halaman tersebut menggunakan dinding secara magis juga.      

Wanita buaya dan adiknya yang menyaksikan itu jadi kaget sekaligus takjub.      

"Dan ini hadiah tambahan untuk kalian." Andrea menyerahkan tas kecil yang berisi banyak sekali uang merah. "Gunakan yang bijaksana dan jangan kasi tau orang lain tentang uang ini, yah!" Ia menepuk lembut pipi si gadis. "Dan kakak buaya, kamu gak perlu khawatir lagi ada sisik di tubuh kamu kalo lagi mode manusia. Kalo kamu pengen berendam dalam wujud buaya, berendam aja di kolam yang udah dibikinin ama lakik aku."      

"Te-terima kasih, Nona." Wanita buaya itu terbata ketika mengucapkan rasa terima kasih dia. Adiknya juga berterima kasih pada Andrea sambil memeluk si Cambion.      

Andrea pun pamit pergi bersama Dante ketika matahari hampir muncul di timur.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.