Devil's Fruit (21+)

Keluarnya"Harta Karun"



Keluarnya"Harta Karun"

4Fruit 831: Keluarnya "Harta Karun"      2

Malam kedua mereka di penginapan, hal yang membuat semua orang terkejut adalah ketika Dex meminta agar dia bisa kembali tidur di sofa.      

"Dex, kau sedang waras atau sedang gila?" Taka bertanya dengan raut wajah menggoda.      

"Hei, aku serius ini!" Dex bukannya terkekeh tapi malah menampilkan wajah bersungguh-sungguh.     

"Memangnya apa yang mendasari kamu ingin tidur di sofa lagi, Dex?" tanya Naru ingin tahu.     

"Apa, yah?" Dex malah terlihat bingung sendiri memberikan jawaban. "Pokoknya aku ingin saja tidur lagi di sofa, titik. Itu saja." Ia memandangi semua teman yang mengelilingi dia yang sedang duduk di sofa dengan tatapan heran.      

"Apakah sofa ini begitu nyaman sampai seorang Dex bisa rela ingin tidur di sini terus?" Aoki melonjak-lonjakkan dirinya di sofa sambil dia masih duduk.      

"Aoki, kalau kau sampai merusakkan sofa itu, kau harus menggantinya atau kerja sukarela di sini satu tahun, loh!" Ryu menggoda.      

Aoki menjulurkan lidah secara jenaka ke Ryu. "Aku tidak menemukan peraturan tertulis mengenai itu."      

Kemudian malam pun tiba dan Dex tetap menghuni sofa dia sebelumnya. Kali ini bersama dengan Aoki.      

Aoki sempat menggerutu karena kena giliran tidur di sofa.      

"Jangan sibuk mengomel, Aoki, nanti bisa-bisa aku panggil kau Aoki-baachan (Nek Aoki), mau?" goda Taka.      

"Huh! Kau kan tidak tau rasanya di posisi aku. Lihat saja nanti jika tiba giliran kau, Taka, aku akan tertawa puas melihat wajahmu." Aoki mengerling kesal ke Taka.      

"Sebenarnya tidur di sofa tidak buruk juga, loh!" Ren yang malam sebelumnya menempati sofa pun berbicara. "Sofanya empuk dan nyaman. Di punggung pun tidak terasa sakit. Kau lihat saja Dex, betapa dia betah dengan sofa ini, ya kan? Hi hi hi."      

"Ahh, Ren, kau malah menyasar ke aku pada ujungnya." Dex mengerutkan bibirnya dengan kesal.      

"Hei, siapa yang ingin main kartu lagi?" Zac keluar dari kamar dengan membawa kartu permainan miliknya. Ren dan Aoki pun menyambut tawaran itu.      

Lalu ada yang mengeluarkan beberapa mainan seperti PS4, NDS, XBox, dan NSwitch. Siapa lagi kalau bukan Jovano dan Zevo.      

Mereka baru mengeluarkan itu dari mobilnya masing-masing.      

Mata mereka semua mendadak terbelalak. Mereka bagai melihat harta karun di tangan Jovano dan Zevo.      

"S-switch! Ada switch!" Aoki berteriak ketika melihat Nintendo Switch. Ia bergegas menghampiri benda tersebut yang dibawa Jovano. "Zac, sorry not gomen, aku memilih ini saja, yah! No hurt feeling, oke?!"      

Zac memutar bola matanya dan memandang kartu permainan dia dan beberapa game console yang dibawa kedua teman kayanya dan memandang sedih ke kartu dia kemudian melempar kartu tersebut dan ikut menyambut beberapa game console tersebut. "PSP! Aku ingin PSP!" Ia sudah mirip orang kesetanan yang tak mau ada yang memegang PSP lebih dulu dari dia.      

"Wow! Aku pilih Xbox! Jo, apa ini Xbox One?" Ryu bertanya ketika dia menatap benda kotak hitam yang lumayan besar tersebut.     

"Yups! Itu memang dia, si generasi pertama yang melegenda." Jovano mengangguk.      

"Aku pilih ini saja, ah!" Taka mengelus PS4 bagai menemukan jantung hatinya.      

"Kalau aku sudah puas dengan ini saja." Ren mengambil NDS warna merah.     

"Wah ada Xbox One X! Aku yang ini saja kalau begitu!" Stan segera meng-klaim. "Zev, apa kau bawa VR-nya?"      

"Tidak. Bagasiku sudah terlalu penuh waktu itu." Dan Zevo pun membawa keluar sebuah layar portabel membuat mereka membulatkan mulut mereka selebar mungkin.      

Akhirnya, semua orang pun saling sibuk dengan game console masing-masing. Ada yang bermain solo, ada juga yang berpasangan untuk bertanding.      

Semua menemukan jantung hatinya sendiri-sendiri. Meski ada juga yang masih setia memainkan game online di ponselnya. Seperti Naru contohnya. Dia tidak ikut hype dengan kehadiran beberapa game console yang dikeluarkan oleh tas-tas bawaan Jovano dan Zevo. "Aku butuh leveling saat ini." Begitu katanya.      

"Kenapa benda-benda menakjubkan ini kau tidak keluarkan dari kemarin, Jo? Zev?" tanya Ryu yang sudah menggenggam PSP milik Jovano.      

"Yah, karena aku pikir kemarin hari pertama kita di sini dan aku ingin kalian beristirahat dengan benar, makanya aku dan Zevo sepakat mengeluarkan semua ini hari kedua saja." Jovano menjelaskan.      

"Sepertinya aku tidak melihat kantung pembungkus game ini sebelumnya di mobilmu, Zev. Kau letakkan di mana?" Stan yang cukup teliti menceletukkan itu.      

"Iya, sepertinya bagasi kita kemarin tidak ada kantong-kantong semacam ini, ya kan?" Zac menatap beberapa kantong dan dus pembungkus para game console tersebut.      

"Ahh, kalian tidak tau saja aku pandai menempatkan mereka semua di pojok bagasi." Tak mungkin Zevo memberitahu bahwa itu semua keluar dari cincin ruang dia. Bahkan Jovano pun melakukan hal itu karena memang sudah disepakati keduanya. Mereka ingin liburan musim panas yang menyenangkan dan berkesan bersama teman-teman mereka.      

Keasikan liburan musim panas yang tak boleh terlupakan!      

"Jo, kau tidak membawa VR juga?" tanya Taka.      

"Tidak. VR aku tinggal di rumah untuk dimainkan adik-adikku." Dan memang itu ada benarnya. Andrea menyuruh anaknya untuk tidak membawa semua game console dia dan juga tidak untuk VR.     

Toh, menurut Jovano, itu pun sudah cukup untuk dimainkan mereka bersepuluh. Bagi kebanyakan pria, game console yang baik adalah bagai teman asik. Tidak heran mereka langsung melotot girang ketika melihat itu semua ketika dikeluarkan.     

Malam itu mereka benar-benar tenggelam dalam kesibukan bermain game. Tapi ada yang malah memilih tidur saja.      

Dia adalah Dex.      

"Aku mengantuk. Kalian sana mainlah saja sepuasnya, aku ingin tidur. Hoaaheemm." Dex tidak terlalu perduli dengan kehadiran beberapa game console dan benar-benar memilih untuk mengatupkan kedua matanya sambil dia memeluk guling yang dia bawa dari rumah. Jangan ditanya prosesnya.     

Benar saja. Ketika semua orang sibuk bermain game, Dex terlelap bagai tidak terganggu sedikit pun meski banyak suara berisik di dekat dia.      

Dan menjelang jam dua belas malam, satu demi satu dari mereka memutuskan untuk tidur karena mulai mengantuk.      

Satu demi satu mematikan game mereka dan mulai masuk ke kamar masing-masing. Saling berpamitan dengan yang masih terjaga, yaitu Jovano dan Zevo.      

Keduanya sedang asik memainkan game bersama dan bertanding.      

"Wah, Jo dan Zevo kuat begadang yah kalian." Aoki yang terakhir selain Jovano dan Zevo yang terjaga. "Aku tidur dulu, yah! Terima kasih game yang kalian bawa." Lalu dia mulai masuk ke dalam selimut tipis dan meringkuk di sofa besar ruang tengah tersebut.      

Jadi, sofa di sana berbentuk U dan di kedua ujung sofa merupakan bentuk yang besar dan panjang, memang bisa digunakan untuk tidur.     

"Oke, selamat tidur, Aoki." Jovano membalas meski sepertinya Aoki sudah mulai lelap.      

Jovano melirik ke arah Zevo dan keduanya bagai memiliki pemikiran sama. Mereka mematikan game console tersebut dan mulai berjalan keluar dari penginapan.      

Begitu kaki Jovano menapak di teras kayu penginapan, hawa tak enak sudah menjalar. Hanya Jovano dan Zevo yang bisa merasakan hal itu.      

"Zev, sepertinya memang ada yang tidak wajar di sini. Tapi apa, yah?" Jovano berkata lirih setengah berbisik ke Zevo.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.