Devil's Fruit (21+)

Dex Pemuja Sofa



Dex Pemuja Sofa

1Fruit 832: Dex Pemuja Sofa     
4

Begitu kaki Jovano menapak di teras kayu penginapan, hawa tak enak sudah menjalar. Hanya Jovano dan Zevo yang bisa merasakan hal itu.      

"Zev, sepertinya memang ada yang tidak wajar di sini. Tapi apa, yah?" Jovano berkata lirih setengah berbisik ke Zevo.      

"Yang pasti, ini bukan sesuatu yang baik, Jo. Aku bisa merasakannya." Mata Zevo mulai ditajamkan memandang sekitar yang telah gelap gulita kecuali rumah penginapan mereka saja.      

Suasana begitu mencekam, sangat terasa bagi Jovano dan Zevo.      

"Apakah sebaiknya besok kita cari penginapan lainnya saja?" Jovano bertanya untuk meminta saran dari Zevo.      

"Tidak, kupikir tidak perlu jika memang kita bisa menangani ini. Karena tempat ini adalah yang paling strategis dekat dengan Nagisa Driveway. Hanya terhalang lahan vegetatif luas saja." Zevo memberikan pemikiran dia.      

"Baiklah. Kita akan lihat dulu perkembangan situasinya kalau begitu. Atau kita panggil lagi iblis penjaga yang kemarin?" Jovano sempat berpikir mengenai itu.      

Zevo terkekeh. "Kau serius ingin begitu? Kau akan terus dianggap anak mama yang lemah nantinya, Jo."      

"Tapi yang kita bawa di sini adalah teman-teman yang tidak bisa berkekuatan magis apapun, Zev. Beda jika kita bersama Tim Blanche, aku akan nekat berjuang tanpa minta bantuan manapun."      

"Oke, oke, Jo. Begini saja, jika sampai besok keadaan semakin aneh, kita pergi dari sini dan aku akan membayar jumlah yang sudah kau keluarkan kemarin dan juga akan membayar penginapan berikutnya."      

"Aku sih tidak terlalu mempermasalahkan mengenai uangku. Aku hanya ingin mereka semua baik-baik saja. Kemarin kita terpaksa mengambil penginapan ini karena terdesak waktu. Tapi, yah! Aku setuju usulmu tadi."      

"Ayo kita masuk."      

Kedua remaja itu akhirnya masuk kembali ke dalam penginapan.      

Namun, meski mereka berjaga sekalipun, tidak tidur, ternyata tidak ada yang terjadi malam itu.     

Keesokan harinya, semua bocah terbangun cukup pagi, sekitar jam 6 karena hawa terasa dingin bagai di musim salju.      

"Stan, apakah kau terlalu gila menyetel suhu pendingin udara tadi malam, aku sampai menggigil, nih!" Taka mengusap-usap lengannya untuk mendapatkan kehangatan dari gesekan telapak tangannya.      

"Tidak, aku tidak menyetel pendingin ruangan tadi malam, kok!"      

"Ada apa, sih?" tanya Ren yang tidur di kamar sebelah.     

"Kamar kami sangat dingin semalam, sampai-sampai aku menggigil kedingingan pagi ini, tapi kata Stan dia tidak menyalakan pendingin ruangan." Taka memberitahu.      

"Semalam sepertinya tidak dingin, deh!" Ren menjawab.     

"Mungkin remote pendinginnya terpencet." Ryu menyela. "Sudahlah, ayo kita cari makan dan bermain sebentar di pantai."     

"Oke."     

Maka, semua pun mulai mandi dan bersiap hendak pergi. Namun, Dex tidak juga bangun.     

"Huh, bocah satu ini lagi-lagi belum bangun."     

"Dia seperti kerbau mati saja, ha ha …"      

"Sepertinya dia pemuja sofa itu, deh!"     

"Hei, Dex … Dex … apa kau masih hidup?"     

"Taka, jangan ngawur, dia masih bernapas! Hei, Dex … apakah kau masih pingsan?"     

"Aoki, kau ini sama saja!"     

"He he he …"     

Setelah diguncang-guncang oleh Zevo, Dex pun terbangun dengan wajah melongo bingung. "Hah? Apa? Ada apa?"     

"Dex, kami ingin mencari makan dan setelah itu mungkin akan langsung ke pantai." Jovano berkata ke Dex yang masih berwajah tidur.      

Dex menggeliat sebentar, merentangkan kedua tangan lalu kakinya, kemudian berkata, "Aku pass saja, kalian sana pergilah cari makan, aku ingin di sini, mengantuk sekali, hoaaheemm …"     

Yang lain hanya bisa termangu sejenak ketika melihat sikap Dex hendak kembali tertidur.      

"Dex, bangun! Cuci wajahmu! Kami akan pergi mencari sarapan! Kau juga harus ikut!" Taka menggoyang-goyangkan tubuh Dex agar bocah remaja Amerika itu terbangun.     

Tapi Dex tidak juga sudi membuka matanya dan malah mengerang mengusir mereka. "Sudah, sana pergi saja makan, aku ingin tidur!"      

Taka tak ingin menyerah, ia malah menarik-narik tangan Dex, hingga pemuda itu pun meradang emosi.     

"Jangan paksa-paksa aku!" teriak Dex sambil membuka matanya disertai tatapan ganas.     

"D-Dex …" Taka pun melepaskan tangan Dex yang ia tarik.      

"Dex, matamu kenapa merah begitu?" tanya Aoki tampak agak ngeri dengan marahnya Dex barusan.      

"Merah apa?" sembur Dex. "Aku masih mengantuk dan terganggu, wajar kalau mataku memerah karena kurang tidur!"     

"Dex …"     

"Sudah sana, pergi kalian! Jangan ganggu aku!" bentak Dex sambil kembali rebahkan diri di sofa dan memeluk gulingnya untuk kembali tidur.      

"Ya sudah, ya sudah, ayo kita cari makan dulu, guys." Zevo memberi saran. Ia memberi kode ke yang lain untuk membiarkan Dex saja.     

Mereka pun mulai keluar dari penginapan dan masuk ke dua mobil yang diparkir di sana. Dex benar-benar ditinggalkan sendiri di penginapan karena tidak bisa dibangunkan, dan mereka juga tidak mungkin gagal makan pagi.     

"Sepertinya Dex benar-benar membutuhkan tidur, yah!" Ryu bicara ke Jovano ketika mereka mulai meluncur.      

"Ya. Dia tampak lelah sekali." Jovano tersenyum masam.      

"Memangnya apa sih yang dilakukan bocah itu kemarin? Bukankah dia kemarin hanya pasif saja dan tidak ikut belajar menyetir, ya kan?" Taka masih kesal karena tadi disembur bentakan Dex.      

Sementara, Naru hanya terdiam di jok belakang.      

Di warung makan kecil, mereka makan agak dipercepat atas saran Jovano karena Dex sendirian saja di penginapan.      

"Sepertinya kita harus pulang dulu ke penginapan dan ke pantainya nanti sore saja, oke?" usul Jovano.     

Yang lain terpaksa setuju karena tidak mungkin juga mereka meninggalkan Dex terlalu lama sendirian.      

"Huft! Gara-gara bocah itu, jadwal kita jadi kacau begini." Aoki bersungut-sungut ketika dia harus lekas makan seperti yang lain. "Apa nikmatnya makan cepat-cepat begini?"     

"Sudah, jangan mengomel terus, nanti kau berubah jadi nenek-nenek." Ren menoyor kepala Aoki saking gemasnya.      

Setelah semua orang selesai makan pagi, meski rasanya seperti diburu-buru, Zevo membayar semuanya dan semua bocah lekas masuk ke mobil.      

Perjalanan menyusuri area itu memang yang membuat lama jika hendak ke mana-mana. Tapi, bagaimana lagi?     

Sementara itu, Jovano agak gelisah, tak tau kenapa. Ia diam-diam berkirim telepati menggunakan anting komunikasinya ke Shiro dan berkata: "Kak Shiro."     

"Jo!" Shiro yang saat ini sedang mempersiapkan barang-barang untuk perjalanan ke Chiba, ke rumah pantai milik King Zardakh, kaget karena mendapat telepati dari Jovano. "Ada apa?"     

"Kak Shiro, kalau sampai besok aku tidak mengirim kabar ke Kak Shiro, tolong Kakak datang ke tempatku, yah." Kemudian dia memberikan titik koordinat lokasi dia ke Shiro. "Kak, kalau nanti datang, jangan sampai ketahuan Mom dan yang lain. Oke?"     

"Oke." Shiro langsung menyanggupi.      

Setelah selesai bertelepati dengan Shiro, Jovano semakin merasa tak tenang. Dan tiba-tiba saja, dia berseru ke Ryu di sebelahnya, "Ryu! Ambil alih mobil ini! Cepat!" Ia menyerahkan mobil ke Ryu yang dia anggap sudah biasa menyetir mobil dan dia meloncat keluar dari mobil dan berlari cepat. "Zev!"     

Zevo pun mendengar teriakan Jovano dan ikut keluar dari mobil dan setir segera dicekal oleh Zac yang ada di sebelahnya.      

"Kenapa mereka berlari keluar?"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.