Devil's Fruit (21+)

Kali Ini Tentang Sanggar



Kali Ini Tentang Sanggar

3Fruit 851: Kali Ini Tentang Sanggar     
0

"Sebentar, Ivy honey, kamu turun dulu biar Kak Jo bisa gampang kopas link dia ke kamu." Jovano meminta Ivy turun dari pangkuannya agar dia bisa gampang menghadap lagi pada komputer dia dan mencari link yang dia maksud.      

Ivy patuh dan menyingkir dari pangkuan sang kakak, kemudian memilih duduk di tepi ranjang Jovano yang terdekat dengan si kakak duduk.      

Jovano pertama-tama mencari chat dia dengan temannya dan kemudian mencari link yang pernah diberikan si teman, lalu meng-copy paste link tersebut ke chat dia dengan Ivy.      

"Nah, udah Kakak taruh link itu di chat kamu, Ivy honey. Bisa kamu telusuri kalo gitu, tuh sekarang." Jovano menoleh ke adiknya.      

"Oke, aku ambil laptop aku dulu di kamar kalo begitu." Ivy bersiap turun dan keluar dari kamar Jovano. "Tunggu sini, ya Kak Jo."      

"Oke." Jovano acungkan jari jempolnya. Dan ketika melihat Ivy sudah menghilang dari balik pintu kamar dia, Jovano mengelus dadanya, lega karena berhasil tepat waktu muncul di kamar sebelum Ivy masuk tadi.      

Dia tidak tau bahwa indera penciuman sang adik sulung telah berkembang sehingga tau apakah Jovano sedari tadi di kamar atau tiba-tiba muncul.      

Bahkan dia juga mengetahui Jovano dari mana sebelumnya. Tapi Ivy berpura-pura tidak tau apa-apa.      

Mungkin Jovano terlupa saking paniknya tadi bahwa sebelumnya di Ginza, Ivy berkata bahwa dia juga akan membunuh para saksi mata, dan jika itu dijabarkan secara luas, bisa berarti orang yang tidak sengaja melihat ataupun melihat namun diam di tempatnya bersembunyi.      

Jika Jovano menarik garis luas mengenai ucapan sang adik, dia pasti bisa menemukan ability dari Ivy tersebut karena kemampuan pelacak dari indera penciuman dia adalah ability normal untuk para vampir.      

Mampu mencium aroma dari jarak jauh, mampu bergerak sangat cepat, mampu mendengar suara sekecil apapun, mampu melihat benda di kejauhan.      

Semua itu adalah kemampuan normal untuk seorang vampir. Hanya apakah vampir tersebut mengasah kemampuan itu untuk terus berkembang atau tidak.      

Dan ada pula vampir yang memiliki kekuatan khusus. Misalnya seperti yang dimiliki oleh salah satu tetua vampir yang dulu disiksa oleh Myren, Emanuela, dia memiliki kekuatan elemen angin meski tidak sekuat yang dimiliki oleh iblis dengan kekuatan elemen sama.      

Namun, itu sangat langka bagi seorang vampir memiliki kemampuan di luar ability normal dia.      

Lalu, apakah Ivy memiliki keistimewaan pada dirinya karena darah yang mengalir di dalam tubuh Ivy tidak hanya darah dari Giorge saja sebagai ras vampir, tapi juga ada dari Andrea sebagai Cambion.      

Dilihat saja nanti, akan seperti apa kemampuan Ivy. Jika darah dari Andrea tidak terbangkitkan dalam tubuh Ivy, maka dia hanya akan memiliki ability seperti ayahnya saja.      

Kembali ke Ivy yang kini sudah masuk lagi ke kamar Jovano sembari membawa laptop dia.      

Kemudian, dia tetap di dalam kamar tersebut hingga keesokan harinya karena Ivy menolak kembali ke kamarnya dengan alasan sudah nyaman tiduran di kasur sang kakak.      

Bahkan dia memaksa Jovano untuk tidur berdampingan dengan dia seperti dulunya.      

Karena Jovano sering luluh pada adiknya yang satu ini, dia tidak kuasa menolak keinginan Ivy. Jovano masih saja merasakan iba untuk Ivy, karena selain gadis itu pernah mengalami penculikan hingga penyiksaan secara gila, juga mengalami kehilangan ayah yang sangat dipuja dalam hidupnya.      

Jovano sering berempati mengenai kondisi dan situasi Ivy yang seperti itu, makanya dia lebih memanjakan Ivy dibandingkan Zivena.      

Di mata Jovano, adiknya, Ivy ini, sungguh sangat malang. Patut dikasihani dan diberi curahan perhatian yang lebih banyak agar tidak tenggelam ke dasar duka karena terus menanti sang ayah.      

Ya, Ivy masih juga menanyakan kepada Jovano mengenai keberadaan sang ayah, Giorge, kapan Beliau pulang, kenapa begitu lama di negeri lain, kenapa tidak berkirim kabar sama sekali pada Ivy. Bocah itu kadang masih menanyakan hal itu pada kakaknya.      

Dari situlah Jovano dan penghuni mansion lainnya belum sanggup memberi tahu Ivy mengenai situasi Giorge sebenarnya. Karena Giorge terlalu istimewa bagi Ivy. Mereka tidak ingin gadis kecil malang itu terpuruk akan sedih dan amarah.      

Malam itu, di kamar lain, Andrea dan Dante masih membicarakan tentang Ivy. Zivena sudah kembali ke kamarnya sendiri. Bocah lima tahun itu sudah berani tidur sendiri sejak berusia 4 tahun.      

"Dan, aku bingung gimana cara ngadepin Ivy. Dia itu susaaahhh banget aku dekati. Gak tau deh cara yang kayak apa untuk bisa bikin dia akrab ma aku."      

Tuan Nephilim yang rebah di samping istrinya pun ikut berpikir sambil mengelus-elus lengan telanjang sang Cambion yang memakai lingerie tipis. "Aku paham seperti apa anak itu. Memang sangat susah dan seperti kerang mutiara. Tau, kan sayank, kerang mutiara? Yang hanya akan membuka cangkangnya jika memang dia ingin. Tapi bisa sih dipaksa buka, cuma itu akan menyiksa si kerang mutiara itu."      

Andrea yang berada dalam pelukan Dante hanya mengangguk kecil sekali. "Rasanya aku harus lebih amati lagi dia, apa aja kesukaan dia dan apa minat dia. Aku harus bisa meluluhkan hati es dia agar bisa menciptakan hubungan yang bener kayak ibu dan anak normal lainnya."      

"Tunggu, sepertinya tadi Jo berkata tentang Ivy yang mencari sepatu di Ginza, sepatu untuk keperluan cosplay dia. Ingat, tidak?" Tuan Nephilim longgarkan pelukan dia agar bisa menatap sang istri.      

Andrea juga menatap wajah suaminya dan seolah menyadari apa yang terlupakan. "Ahh, iya bener! Tadi kan Jo emang bilang kayak gitu, yah! Bahwa Ivy sering pergi sana sini sendirian itu untuk mencari barang-barang yang menunjang kegiatan cosplay dia!" Andrea menampar pinggul suaminya.      

"Lalu, sekarang setelah kau mengerti itu, apa yang akan kau lakukan?" Tuan Nephilim memandang istrinya yang tidak pernah berkurang kecantikannya.      

Nyonya Cambion berpikir keras selama beberapa menit. Kening dikerutkan dan bibir bawahnya digigit, menandakan dia sedang berpikir keras. "Apa yah dari hal itu yang kira-kira bisa bikin aku dekat ama dia? Apa, Dan?" Manik cerah itupun menatap binar bening suaminya.      

"Jangan lagi rumah makan, yah sayank. Kita sudah terlalu banyak memiliki rumah makan." Dante buru-buru mengatakan itu sebelum Andrea akan mencetuskan ide tentang rumah makan lagi yang bisa saja dibuat untuk menunjang minat Ivy.      

Andrea terkekeh geli melihat suaminya seakan sangat khawatir dia ingin punya rumah makan baru. "Tidak. Tenang saja."      

"Aku sangat lega kalau kau tidak memiliki ide itu." Dante berlagak menghela napas lega.      

Andrea memutar matanya. Dia berpikir lagi sejenak. Kemudian berkata, "Aku kok malah kepikiran kepingin bikin sanggar."      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.