Devil's Fruit (21+)

Tidak Ada Makan Siang Gratis



Tidak Ada Makan Siang Gratis

2Fruit 853: Tidak Ada Makan Siang Gratis      4

Siang harinya, Andrea kembali pergi berkeliling kota bersama dengan Dante untuk mencari lokasi yang tepat untuk pembangunan sanggar mereka.      

Berkeliling dan terus menyusuri area di Roppongi, Shibuya, bahkan hingga ke Saitama, tidak juga menemukan.      

Dan saat mereka sedang singgah sebentar di Tropiza untuk mengaso dan minum serta makan hidangan ringan, mata Andrea membulat saat melihat bangunan 3 lantai tak jauh dari Tropiza sedang kosong dan dijual.      

"Astaga! Mencari ke sana sini, malah adanya di dekat mata kita, Dan!" Andrea sampai menyeru takjub melihat bangunan 3 lantai itu dari depan.      

Segera saja Andrea menghubungi nomor telepon yang tertera di sana dan menanyakan mengenai bangunan tersebut. "Saya akan membelinya. Bisa?"      

Pemilik bangunan itu menelan ludah tak percaya. Itu adalah bangunan 3 lantai yang lumayan besar. Orang biasanya hanya menyewa saja. Tapi Andrea langsung berkata ingin membelinya. Kurang sultonah apa si Cambion ini?!      

Setelah itu, mereka mengadakan janji temu di Tropiza Family. Harga sudah disebutkan oleh pihak pemilik gedung. Maka, dia hanya perlu membawa berkas-berkas ini dan itu untuk ditandatangani oleh Andrea dan akan menerima uang langsung.      

Ketika datang ke Tropiza Family, akhirnya orang itu paham bahwa yang membeli gedungnya adalah pemilik Tropiza. Pantas saja, batin orang itu. Dan dia sudah tidak sempat menyesal karena tidak meninggikan sedikit harga gedungnya jika tau itu adalah pemilik Tropiza.      

Gedung lantai 3 itu hanya berjarak 1 toko saja dari Tropiza. Seberapa tidak dekat itu namanya, coba? Meski harganya menjulang dibandingkan harga tempat lain, namun Andrea paham apa yang dia lakukan dan ini andaikan tidak balik modal pun dia tidak masalah asalkan Ivy bisa dekat dengannya.      

Membeli anak dengan uang? Yah, terkadang memang orang tua harus melakukan itu untuk mendapatkan hati dan kepercayaan dari anak.      

Setidaknya, Andrea sudah melakukan berbagai cara pada Ivy dan tidak mempan. Ivy tetap menjauhi dirinya dan hanya mau dekat-dekat dengan si kakak, Jovano saja.     

Maka, ini adalah cara terakhir dari Andrea. "Gak apa. Aku bangun sanggar juga sekaligus pengin menampung bakat-bakat muda nantinya. Siapa tau sukses jadi agensi atau production house." Ia tersenyum pada suaminya usai menandatangani berkas-berkas gedung itu dan membayar semua biaya melalui transfer, karena pemilik gedung ingin cara itu meski Andrea sudah siap dengan uang cash di dalam cincin RingGo.      

Setelah semua urusan selesai dengan gedung tersebut, hanya tinggal memikirkan saja apa yang akan dia perbuat dengan gedung tersebut.      

Andaikan sanggar itu gagal dan sepi peminat, ia bisa menjadikan itu tempat usaha lainnya atau sekedar menyewakan untuk mendapatkan keuntungan juga tidak buruk.      

Tapi Andrea optimis bahwa sanggar itu akan berhasil.      

Hari selanjutnya, Andrea dan Dante berbicara pada Jovano lagi dan mengatakan mengenai rencana mereka.      

"Jo, Mama ma Daddy kamu baru aja beli gedung dekat Tropiza. 3 lantai. Nah, rencana kami sih, gedung itu akan dijadikan semacam sanggar cosplay, gitu. Biar adik kamu bisa di sana dan lebih terkontrol dengan baik." Andrea menatap anak sulungnya. "Bagaimana menurutmu?"      

Kening Jovano berkerut. "Mom sampai membeli gedung? Lagi?"      

"Ya."      

"Dan ini demi Ivy?"      

"Demi Ivy."      

"Bahkan jika nanti sepi dan Mom merugi?"     

"Tidak masalah asalkan adikmu bisa berinteraksi dengan Mama."      

Jovano bisa melihat kesungguhan pada mata ibunya. Ternyata itu memang untuk Ivy, bukan untuk bisnis dan keuntungan uang semata.      

"Baiklah." Jovano mengangguk. "Aku apresiasi usaha Mom and Dad. Nanti aku bantu membujuk Ivy agar dia tidak keliaran sembarangan di luar lagi dan banyak habiskan waktu di sanggar saja."      

Dante kini menyahut, "Ya, kid. Kami butuh bantuan kamu mengenai itu. Saat ini hanya kau yang bisa berbicara dan mendekati Ivy. Kau yang paling pantas membujuk dia."      

"Lalu, Mom, Dad, apa rencana kalian dengan gedung 3 lantai itu?" Jovano ingin tau rancangan apa yang dimiliki kedua orang tuanya. Ingin melihat sejauh mana keduanya memahami tentang cosplay.      

"Umm ... Lantai pertama untuk studio pemotretan cosplay. Lantai kedua untuk tutorial berdandan ala cosplay. Nanti Mama akan cari make up artist yang bisa menangani itu. Dan lantai 3 ... Lantai 3 untuk apa enaknya, yah? Jualan pernak-pernik cosplay?" Andrea menjabarkan ide sementara yang ada di kepalanya.      

Jovano manggut-manggut meski keningnya masih berkerut. Meski setuju dengan rencana mentah ibunya, tapi dia tetap merasa bagaikan ada yang kurang. Namun dia belum menemukan apa itu. Mungkin nanti. "Mom, aku ingin melihat gedungnya."      

"Oke, akhir pekan nanti kita lihat ke sana, yak!" Andrea menjawab cepat.      

"Oke."      

-0-0-0-0-      

Maka, ketika di akhir pekan itu, Jovano bersama kedua orang tuanya dan juga Zivena, pergi ke gedung yang masih belum diapa-apakan.      

Perjalanan dari The Hills ke gedung tersebut memakan waktu 15 menit jika tidak macet dan setengah jam lebih jika macet.      

Sampai di depan gedung, Jovano menatap bangunan tersebut. Cukup besar dan terlihat kokoh. Agak menonjol dibandingkan bangunan di sebelah-sebelahnya karena itu 3 lantai, tampak lebih tinggi daripada yang lain.      

Saat Jovano melangkah masuk ke dalam gedung, dia setuju bahwa lantai 1 akan digunakan sebagai tempat pemotretan cosplay.      

"Mom, aku setuju lantai 1 ini digunakan untuk pemotretan. Tapi kupikir juga akan keren jika menjual pernak-pernik cosplay pula di lantai ini." Jovano memberikan masukan.      

"Begitu kah?" Andrea berpikir lagi.      

"Yups, Mom. Kau tidak perlu rugi banget nantinya. Begini pemikiran aku, orang datang ke sini, melihat pernak-pernik cosplay, membeli dan kemudian memakai dan mengaplikasikan itu langsung sekaligus dirias, dan akhirnya dipotret. Kenakan biaya pada mereka, termasuk biaya make up dan pemotretan itu." Jovano menyampaikan isi otaknya.      

"Ouw!" Andrea tidak mengira anaknya bisa lebih berotak bisnis dibandingkan dia.      

"Iya, Mom. Kau juga harus menuai keuntungan meski ini kau lakukan untuk putrimu. I'm fine with that." Jovano tak tega jika ibunya menderita kerugian besar. Sebuah usaha haruslah mendapatkan hasil pula dan kalau bisa berlipat ganda.      

"Oke, jadi lantai ini untuk jual pernak-pernik cosplay dan sekaligus studio pemotretan. Dan semua dikenai biaya." Andrea mengulang penjelasan putranya.      

"Yups! Jika mereka ingin gratis, mereka harus masuk sebagai anggota sanggar." Jovano menambahkan. "Tapi menjadi anggota sanggar juga harus membayar biaya tiap bulan. Tidak ada makan siang gratis, Mom."      

Padahal, tadinya Andrea ingin sedikit berotak amal dengan membebaskan biaya apapun pada anggota sanggar, namun Jovano tidak berpikir demikian.      

Bisnis tetaplah bisnis. Seperti kata Jovano tadi, tidak ada makan siang gratis.     

Bahkan tubuh manusia pun tidak gratis karena harus dirawat dan dijaga. Pun demikian dengan napas atau bisa dibilang: oksigen. Itu juga tidak gratis karena orang akan melakukan apa saja termasuk membayar sangat mahal demi mendapatkan oksigen tetap bertahan di tubuhnya. Ya, kan? Oke, tidak usah terlalu serius mengenai ini.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.