Devil's Fruit (21+)

Membludak



Membludak

4Fruit 859: Membludak     1

Kini Talent House Adora sudah didirikan, sudah diresmikan pula dan sudah memiliki staf-staf pengajar yang ilmunya tidak main-main. Bukan kelas recehan. Sarana dan prasarana juga sudah memadai, dan promosi juga telah dilakukan. Jadwal kegiatan ini dan itu pun telah dibuat.     

Dan esoknya ketika pendaftaran dibuka, berbondong-bondong remaja dan anak muda di bawah umur 30 tahun datang ke Adora untuk mendaftar sebagai anggota.      

Petugas di meja resepsionis agak kewalahan menghadapi rombongan orang-orang yang datang silih berganti tiada henti selama hari itu.      

Sesuai dengan keputusan Andrea, untuk saat ini, mereka hanya bisa menerima maksimal 200 anggota di setiap divisi. Kapasitas gedung hanya bisa menampung sejumlah itu saja.      

Meski gedung kuat karena telah diberikan array oleh Andrea, namun tetap saja akan terasa sesak dan pengap jika diisi lebih dari 200 orang di satu lantai saja.      

Untung saja lantai satu adalah yang paling luas sehingga luapan pendaftar bisa terakomodir dengan baik. Adora beroperasi dari jam 10 pagi hingga jam 8 malam.      

Nyonya Cambion memutuskan demikian karena ia mengingat bahwa anggota Adora bisa saja masih di bawah umur seperti anak SMP. Dan alangkah tidak baiknya jika bocah SMP pulang terlalu malam hanya karena berlatih di Adora.      

Andrea juga berada di sana, di Adora, sejak pagi untuk mengamati para pendaftar. Di jam pagi, yang berdatangan adalah para mahasiswa. Dan di siang hari, para pelajar SMP dan SMA mulai berdatangan. Mereka antusias ingin ikut sanggar Adora yang murah meriah.      

Ketika kuota per divisi telah penuh, pendaftar yang terlambat hanya bisa mengerang kecewa karena kalah cepat dengan orang lain.      

"Maaf, kuota 200 orang sudah terpenuhi. Jika masih banyak peminat, kami akan memindahkan Adora ke tempat yang lebih besar nantinya dan kalian akan kami panggil jika masih berminat. Bisa tulis nomor telepon kalian agar bisa kami hubungi nantinya?" Petugas resepsionis berkata seperti itu kepada para muda mudi yang kecewa jika kuota sudah penuh.      

Andrea mendatangi meja resepsionis yang mengurusi pendaftaran dan melihat buku daftar di sana.      

Banyak remaja dan anak muda yang mendaftar di divisi suara dan dance. Meski divisi cosplay juga banyak namun tidak sefantastis dua divisi lainnya.      

Di divisi cosplay, mereka hanya menolak 139 orang. Sedangkan di divisi suara, mereka menolak 269 orang dan di divisi dance menolak 409 orang.      

Itu semua terjadi dalam satu hari saja.      

Ini membuat Andrea bertanya-tanya, apakah dia memang harus membangun gedung sendiri yang lebih besar untuk menampung semua orang yang ingin mengasah talentanya?      

Jangan-jangan ucapan Jovano terbukti, bahwa sang ibu harus bersiap-siap menyediakan gedung baru yang lebih besar.      

Tidak, tidak. Itu akan lebih merepotkan jika harus mendirikan gedung sendiri.      

Sang Cambion pun berjalan keluar dari Adora dan mengamati sekeliling dia. Di deretan situ, ada banyak sekali pertokoan, besar dan kecil.      

Matanya tertuju pada sebuah toko di sebelah Adora yang juga merupakan sebelah dari Tropiza (toko itu diapit Adora dan Tropiza). Ia melihat toko tersebut lumayan besar tapi sepi pengunjung. Dan itu sudah berlangsung beberapa bulan ini jika dia tidak salah mengingat.      

Toko apa sih itu? Ohh, toko pusat oleh-oleh tradisional. Andrea pun mendatangi toko tersebut. "Permisi."      

Ketika pemilik toko datang menjumpai Andrea, mereka saling membungkuk hormat satu sama lain sebagai salam formal.      

Pemilik toko itu seorang wanita tua. Dari hasil mengobrol Andrea dengan sang pemilik toko, Beliau mengatakan sudah ada di sini, di Ginza ini sejak tahun 80-an. Kala itu, tokonya ramai pengunjung, tapi sekarang mulai sepi karena sudah begitu banyak toko oleh-oleh serupa seperti miliknya.      

Dari sini, Andrea mulai melancarkan jurus-jurus rayuannya. Dia secara halus bertanya mengenai harga gedung dulunya wanita tua itu membeli. Tentu saja dia memakai kekuatan senyum magis dia.      

Orang Jepang biasa tidak akan bersedia membeberkan mengenai hal-hal sensitif seperti itu.      

"Nyonya, bagaimana jika toko ini beserta barang dagangan yang ada di dalamnya ... saya beli? Anggap saja ini untuk pesangon pensiun Anda karena Anda sudah sangat lama berjualan. Bahkan sudah sepuluh tahun lebih berjualan sendirian tanpa suami Anda lagi. Bagaimana, Nyonya?" bujuk Andrea, kali ini tidak menggunakan senyum magis dia.      

Wanita tua itu termangu menatap si Cambion.      

"Anak Anda tidak perduli pada toko warisan mendiang suami Anda ini dan Anda semakin bertambah usia. Anda sudah saatnya beristirahat menikmati hari tua." Andrea menambahkan.      

Wanita tua pemilik toko tersebut seketika teringat akan mendiang suaminya yang sudah berpulang sejak sebelas tahun lalu.     

Toko ini adalah hasil keringat sang suami dan tetap dia pertahankan meski sendirian tak ada yang membantu.     

Bahkan anak-anak Beliau juga tidak menaruh perduli akan toko tersebut yang mereka anggap kuno sehingga mereka lebih fokus bekerja di perusahaan modern.      

Mata wanita tua itu basah seketika. Ia mengusap air matanya dengan ujung celemek yang dia pakai.      

Melihat wanita itu, Andrea jadi teringat akan Oma. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat agar tidak ikut menjatuhkan air mata.      

"Baiklah, Ibu akan jual toko ini beserta barang dagangan di dalamnya." Wanita tua itu tersenyum pada Andrea sembari mengusap air mata yang tersisa. "Toh saya juga tidak menggunakan jajanan itu di rumah. Terlalu banyak. Tidak akan muat untuk rumah saya."      

Andrea tidak kuat lagi dan memeluk wanita tua itu sembari terisak menangis, membuat wanita tersebut bingung.      

Setelah Andrea melepaskan pelukannya, ia meminta maaf. "Maafkan saya, Bu. Saya terlalu terbawa perasaan. Ibu mengingatkan saya pada nenek tercinta saya di tanah kelahiran saya. Nenek saya bersahaja dan ramah seperti Anda."      

"Iya kah?" Wanita tua itu tersenyum sambil terheran. "Di mana tanah kelahiran Anda?"      

"Saya dari Indonesia. Mencoba peruntungan di sini." Andrea menjawab secara santun.      

"Oh, apakah Anda ini yang memiliki Tropiza di sebelah?"      

"Iya, Bu. Benar."      

"Oh, astaga! Baru ini aku bertemu langsung dengan pemilik Tropiza." Wanita itu tertawa kecil sambil menepuk lembut lengan Andrea. "Ya, aku mungkin harus mulai istirahat. Tulang tua ini terlalu lelah seperti ini terus setiap hari."      

Ketika Andrea membayar pembelian toko beserta barang dagangan di dalamnya, wanita tua pemilik toko terpana. "Nyonya, ini ... ini terlalu banyak!"      

Andrea tersenyum. "Ibu, tidak masalah. Ini adalah rasa terima kasih saya atas keramahan Ibu. Dengan uang ini, Ibu bisa gunakan untuk menikmati hari istirahat Ibu. Pergi ke Onsen, pergi berlibur dengan teman, apapun. Bersenang-senanglah, Bu."     

Akhirnya, Andrea berhasil mendapatkan toko tersebut. Wanita pemilik toko itu juga menerima banyak uang dari Andrea, dua kali lipat dari harga yang dia minta. Benar-benar bisa digunakan untuk berlibur dan tabungan di hari tua.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.