Devil's Fruit (21+)

Harus Dimarahi



Harus Dimarahi

4Fruit 880: Harus Dimarahi      0

Ketika dia hampir mencapai limitnya, Jovano buru-buru lari ke kamar sebelah yang tidak berpenghuni. Ia pun menampakkan wujud nyatanya sambil terengah-engah.      

"Sudah selesai acara mengintipmu, Jo?" Suara sang ibu terdengar di dekat Jovano.      

Betapa kagetnya si tuan pangeran muda mendengar suara sang ibu yang sangat dekat di telinganya. Hampir saja dia menjerit jika tidak ingat bahwa dia sedang bersembunyi di salah satu kamar teman Nadin.      

Saat dia menoleh ke sumber suara, di sana sudah ada Andrea dan Dante berdiri. Bahkan wajah ibunya terlihat sangat amat masam dengan kedua alis menukik tajam siap menusuk Jovano.      

"M-Mom! Dad!" Ia berseru tertahan. Ia buru-buru membuat array pelindung di sekitar mereka bertiga agar tidak terdengar Nadin. Gawat kalau sampai nanti ibunya berteriak atau sejenisnya.      

Dua lengan Nyonya Cambion dilipat di depan dada sambil menatap tajam ke putra sulungnya. Satu jari telunjuk mengetuk-ketuk di lengan lainnya, terlihat marah dan tidak sabar mendengar penjelasan sang putra.      

"M-Mom, jangan marah dulu, jangan buru-buru ambil kesimpulan salah dulu." Jovano terlihat panik karena dia memang kepergok dalam situasi yang ambigu. Di rumah seorang gadis yang sedang sendirian dan terus mengamati gadis itu. Seberapa ambigu hal itu, coba?     

"Jadi kamu maunya Mama ambil kesimpulan yang bagaimana biar gak salah?" Andrea bertanya dengan nada menyindir. "Jelas-jelas kamu sejak tadi ada di sini, iya kan? Bahkan kamu sangat betah di sini hanya karena ada cewek lagi ganti baju, kamu tontonin asik, ya kan? Lalu Mama harus ambil kesimpulan apa kira-kira? Bahwa kamu sedang mempelajari biologi? Tugas dari sekolah? Pengamatan pada anatomi tubuh manusia. Begitu? Gitu, Jo?" Ya, sang ibu sekarang mulai marah.      

Andrea memang patut marah akan kelakuan sableng anaknya kali ini. Bagaimana bisa Jovano malah nongkrong di sana dan terus bersama seorang gadis yang sedang ganti baju bahkan bugil! Dan Jovano menikmati itu. Anaknya menikmati acara mengintip seperti itu! Seberapa banyak Andrea harus syok mendapati putra kebanggaan dia berkelakuan serendah demikian?      

"Mom ..." Jovano melirik ke sang ayah, siapa tau Tuan Nephilim bisa membantu meluluhkan ibunya dan tidak lagi emosi.      

Dante seolah mengerti apa kemauan sang putra sulung dan menoleh ke istrinya sambil berkata, "Sayank ... dia masih muda. Masih sangat muda-"     

"Ya, makanya justru karena dia masih sangat muda begini, dia harus dididik yang bener, Dan! Harus dimarahi kalo emang beneran salah, bukan dimaklumi!" Andrea yang tau anaknya sudah memasang array penghalang, kini mulai bebas berteriak di kamar itu.      

"Iya, dia memang harus dimarahi." Dante mengangguk setuju akan ucapan sang istri. "Dia masih memiliki gejolak darah muda, sayank ... pahami saja. Toh kita juga pernah muda."     

Nyonya Cambion menoleh ke arah suaminya. "Emang kamu waktu muda dulu biasa ngintipin cewek-cewek, Dan?"     

Tuan Nephilim buru-buru menggeleng. Sebentar, biarkan dia menggali ingatannya dulu. Errr .... ya, memang tidak pernah. Dia sudah memilah semua memori di otaknya dan tidak ada adegan mengintip perempuan manapun juga. "Enggak, sayank."     

"Atau kau dulu waktu muda sering diam-diam liat cewek lagi ganti baju, nontonin mereka telanjang gak pake baju, Dan?" Andrea kian curiga sambil sipitkan matanya.      

"Tidak, sayank. Tidak pernah." Dante lekas menyangkalnya, karena dia memang tidak melakukan itu.      

"Nah, kau lihat sendiri kelakuan anakmu sejak tadi, kan? Dia seharian nongkrong di sini ampe kagak kuliah, hanya demi bisa melototin cewek lagi bugil sendirian di rumahnya gini. Dia malah asik ngendon di sini en bolos kuliah. Hanya demi ini! Hanya demi liat cewek bugil, Dan! Kelakuan macam apa ini?!" Suara Andrea melengking tinggi. Semoga tidak membuat array penghalang dari Jovano pecah.      

"Iya, sayank, iya ... dia salah." Dante lekas memeluk sang istri sambil memberi kode ke anaknya untuk tidak menjawab emosi sang ibu. "Bagaimana kalau kita bicaranya di rumah saja, hm? Jangan di sini. Ini tempat orang lain, tidak baik."     

Dengan dengusan, Andrea pun setuju. Maka, kini mereka berteleportasi ke mansion mereka sendiri usai Jovano menormalkan kembali ruang kamar tadi. Sang pangeran muda sedikit tidak rela pergi dari sana. Acara mengamati kegiatan sehari-hari dari Nadin, terganjal ini. Ketahuan sang ibu dan membuat ibunya marah.      

Setelah tiba di dalam mansion, keadaan mansion sepi tidak ada siapapun. Hanya mereka bertiga.      

"Untung tadi Mama sempat curiga karena Mama panggil kamu, kamu gak jawab, dan ternyata setelah Mama lacak kamu, kamu gak ada di kamar, dari pagi! Bayangkan, dari pagi! Mama sampai harus manggil papamu dari kantor untuk datang supaya bisa barengan nyari kamu, karena khawatir kamu lagi kenapa-kenapa di suatu tempat." Andrea terus saja mengucapkan apapun tanpa mau disela.      

Jovano duduk di sofa dengan kepala tertunduk. Dia memang salah, bahkan dia sampai bolos kuliah segala. Ya, dia salah kali ini.      

"Jo," sela sang ayah. "kamu sadar tidak kalau perbuatan kamu ini salah?"     

Jovano mengangkat kepalanya dan wajah bersalah dia memenuhi seluruh raut mukanya. "Iya, Dad, Mom ... aku tau ini memang salah, aku tau."     

"Tapi masih kamu lakuin juga, ya kan Jo?" berang Andrea.      

"Mom ..." Jovano menatap putus asa ke ibunya.      

"Sayank, jangan terlalu emosi." Dante mengelus punggung sang istri. "Dia masih muda, masih akan melakukan kesalahan lagi dan lagi nantinya. Kita harus berikan dia pengarahan yang baik, jangan terlalu ditekan dan terus dicecar. Berikan saja pengertian yang baik dan tegas."     

"Kamu nih selalu aja belain anakmu, Dan." Andrea menggerutu.      

"Yah, sudah pasti, dong sayank. Kalau bukan ayahnya, siapa lagi yang bela dia saat sedang dimarahi ibunya?" Dante tersenyum sambil memeluk Andrea agar emosi sang istri mereda sedikit. "Namanya juga ke anak sendiri, yank. Kan memang harus begitu."     

"Tapi dia juga harus dimarahi, Dan!"     

"Iya, memang harus dimarahi. Tapi kan harus imbang. Mamanya marahi dia, dan papanya yang akan SEDIKIT membela dia."     

Andrea menatap sang suami dengan wajah melongo. "Kok gitu?"     

"Iya, sayank ... kalau semua orang tuanya memarahi dia, kan kasihan. Makanya harus ada balance, saat kamu yang marah, maka aku yang akan tenangin ... dan nanti jika giliran aku yang marah ke anak, kamu yang bisa tenangin aku."     

Nyonya Cambion sampai geleng-geleng kepala saking bingungnya akan pemikiran sang suami. "Pokoknya aku gak suka kelakuan Jo yang kayak gitu. Kamu dengar itu, young boy?!" Ia menatap galak ke Jovano.      

Jovano mengangguk lemah. "Iya, Mom. Jo janji gak akan lakuin itu lagi."     

"Jo, kamu tau gak sih kalo perbuatan yang kamu lakuin itu perbuatan rendahan? It's so shallow! Menjijikkan dan gak berkelas sama sekali! Kamu jelas-jelas memanfaatkan kekuatan kamu untuk suatu hal yang salah dan super enggak banget!"     

"Iya, Mom, aku tau itu salah dan gak elit. Aku sekarang tau itu, Mom."     

Andrea terdiam sejenak untuk mengatur napasnya yang tersengal-sengal akibat marah. Tuan Nephilim terus mengusap-usap punggung sang istri agar tenang. Jovano pun terdiam dan menundukkan kepala lagi sambil berharap ibunya berhenti marah.     

"Sekarang Mama tanya, siapa cewek itu tadi?"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.