Devil's Fruit (21+)

Kecemburuan Tuan Putri Cilik



Kecemburuan Tuan Putri Cilik

0Fruit 894: Kecemburuan Tuan Putri Cilik     
2

Saat mereka bertiga sudah masuk ke dalam mobil, Nadin bertanya secara spontan, "Baunya beda dengan yang terakhir kali, yah Jov! Apa kamu ganti pewangi mobilmu?"     

Ivy langsung saja tatap tajam ke sang kakak, mempertanyakan kenapa temannya bisa berkata demikian. Dengan perkataan Nadin baru saja, menandakan sang teman sudah pernah naik ke mobil Jovano dan mengapa Ivy tidak mengetahui mengenai hal itu? Ini yang membuat dia cemberut sambil menatap tajam ke kakaknya. Ia butuh penjelasan!     

Jovano gelagapan. Ia tidak menyangka bahwa Nadin malah akan membuka rahasia itu di depan Ivy. Yah, sebenarnya dikatakan rahasia juga tidak bisa karena dia dan Nadin pun tidak memiliki kesepakatan apapun untuk menyembunyikan kebersamaan mereka beberapa hari lalu.      

Yah, Nadin tidak bisa disalahkan karena dia tidak tau bahwa Ivy sangat over-protektif pada sang kakak untuk urusan perempuan. Entah apa yang harus diberikan ke Ivy sebagai alasan agar gadis vampir itu tidak meledak akan kemarahan.      

"A-aahh ... iya, pewanginya memang aku ganti. Kemarin wangi candy, sekarang aku ganti dengan wangi coklat." Jovano tak bisa diam, ya kan? Dia sedang ditanya wanita pujaan! Meski begitu, dia melirik ke Ivy yang masih menatap tajam ke arah dia.      

"Na-chan, apa kau pernah naik mobil ini sebelumnya?" tanya Ivy ke Nadin tanpa menoleh ke temannya itu.      

"Ya, pernah ... sekitar ... kemarin atau tepatnya akhir pekan kemarin." Nadin secara lugu menjawabnya karena tidak tau Ivy sedang menatap tajam ke Jovano yang mulai jalankan mobil.     

"Ohh!" Ivy menyahut tanpa menoleh ke Nadin. "Dalam rangka apa kau naik mobil ini?"     

"Jov tidak cerita padamu?" Nadin malah balik bertanya. "Waktu itu dia mengajak aku datang ke acara pameran doujinshi." Ia membeberkan. Jovano merasa ingin amblas ke pusat bumi saja rasanya.      

"Acara pameran doujinshi!" Ivy mengulang dengan intonasi yang kurang sedap di dengar telinga Jovano. "Kalian berkencan?"     

"Kencan?" Nadin berpikir. "Sepertinya tidak bisa dianggap kencan karena aku mengajak juga semua teman apartemen aku. Itu kan bukan sebuah kencan, iya kan? Menurutku ... kencan itu hanya dilakukan oleh dua orang saja." Ia menambahkan.      

"Y-ya, memang bukan kencan, kan?" Jovano lekas menyahut untuk sekalian menguatkan kesan bahwa kemarin dulu itu mereka bukan sedang berkencan karena beramai-ramai.      

"Kak Jo kenapa tidak mengajak aku juga?" Ivy masih terlihat geram ke Jovano di sampingnya yang sedang menyetir.      

Jovano melirik sebentar ke adiknya. "Lah, kan Ivy-chan enggak suka doujinshi. Iya, kan?" Jovano memberikan alasan yang sudah dia persiapkan jika sang adik menanyakan itu. Dan memang ternyata Ivy bertanya hal tersebut, sesuai perkiraan Jovano.      

"Jadi ... Kak Jo tidak cerita padaku bahwa Kak Jo bertemu dengan Na-chan? Bahkan Kak Jo pergi dengan Na-chan tanpa aku ketahui." Ivy mulai terdengar cemburu.      

"Aku ..." Jovano tidak mempersiapkan jawaban untuk yang semacam itu.      

"Hei, Vy ... apakah ada masalah jika aku berteman dengan kakakmu?" Nadin memajukan tubuhnya ke depan untuk mendekat ke Ivy. "Kalau kau tak suka aku berteman dengan kakakmu, maka aku takkan berteman dengan dia lagi."     

Jovano rasanya ingin benturkan kepalanya ke setir kuat-kuat, tidak menyangka jika akan berkembang menjadi begini hanya gara-gara dia mengajak Nadin dan Ivy tidak tau.      

"Hm, lupakan. Kau boleh tetap berteman dengan kakakku ini." Ivy pun bersikap datar dengan mulai arahkan pandangan ke depan.      

"Kau yakin tidak apa-apa, Iv?" Nadin menolehkan kepalanya ke depan untuk melihat ekspresi wajah temannya.      

Ivy melirik ke wajah Nadin yang kini sudah ada di sisi dia. "Ya, tidak apa-apa. Teruskan saja hubungan kalian." Lalu setelah itu, Ivy lebih banyak diam sepanjang perjalanan.      

"O-ohh, ya, apakah kalian ikut kontes cosplay OC minggu depan?" tanya Jovano untuk mengalihkan pembicaraan ke hal yang disukai kedua gadis itu saja agar tidak terus sunyi dan canggung.      

"Kami sudah mendaftar kemarin, Jov." Nadin menjawab. "Kami bahkan sudah mempersiapkan kostumnya sejak lama. Informasi ini sudah kami terima sejak lama, sebenarnya. Makanya kami bisa mengerjakan kostum kami jauh hari."     

"Wah, bagus kalau begitu. Nanti aku antar kalian ke sana, yah! Aku juga ingin lihat, dan sekaligus merekamnya." Jovano melirik Nadin sekilas.      

"Tentu saja! Aku pasti senang kalau ada yang mengantar jemput! He he ..." Nadin terlihat seramah biasanya.      

Kemudian, mobil pun tiba di depan gedung apartemen yang ditempati Nadin. Ia turun dan mengucapkan, "Terima kasih banyak, Jov ... Ivy ... terima kasih, yah!" Lalu dia melambai sebelum berlari masuk ke dalam gedung itu.      

Mobil pun kembali meluncur ke jalan raya menuju ke The Hills. Sepanjang perjalanan, Ivy masih juga diam tak bicara sepatah kata pun.     

Jovano makin tak enak hati. Ia sudah paham bahwa sang adik ini termasuk ketat pada dirinya jika menyangkut urusan perempuan. Ivy tidak suka sang kakak dekat dengan perempuan manapun. Jovano sendiri tidak berani berasumsi macam-macam terhadap Ivy. Dia hanya berpikir sikap adiknya itu hanyalah hal unik karena Ivy takut diabaikan saja jika Jovano memiliki pacar.      

Sang pangeran muda bisa memaklumi sikap sang adik karena sedari kecil, yang akrab dengan Ivy hanyalah dia dan Giorge saja. Bahkan Ivy juga tidak dekat dengan sang ibu meski Andrea sudah berusaha berbagai cara, tapi tetap saja Ivy hanya maunya berinteraksi dengan Giorge dan Jovano saja.      

Dan dengan meninggalnya Giorge, sudah secara otomatis Ivy akan menggantungkan perhatian pada Jovano seorang saja.      

Setibanya mereka di mansion, Ivy memaksa ikut masuk ke kamar sang kakak meski Jovano sudah meminta gadis itu keluar secara halus. Ivy bersikeras dan matanya memerah tanda dia marah sekali.      

Jovano tidak ingin orang di luar mendengar andaikan Ivy nantinya berteriak atau apa, maka dia lekas membuat array penghalang di seluruh kamar dia.      

"Awrrghh!" Ivy menerjang ke arah Jovano hingga mereka berdua sama-sama terhempas ke tempat tidur Jovano, padahal jaraknya masih cukup jauh.      

Jovano juga tidak mengira tenaga Ivy ternyata bisa sekuat itu mendorong dirinya begitu rupa. Kini mereka sama-sama ada di kasur dan Ivy sudah berada di atas perut Jovano, menatap sang kakak dengan mata merah.      

Sang putra Cambion sudah bersiap andaikan Ivy menyerang dia dengan brutal, maka dia akan tidak segan-segan melumpuhkan Ivy entah dengan memukul tengkuknya atau apa.      

"Ivy ..."     

"KENAPA KAKAK TIDAK BILANG PADAKU KAKAK BERTEMU NA-CHAN?!" seru Ivy sambil matanya terus bersinar merah.      

"Aku ..."     

"Apa aku tidak cukup bagi Kak Jo?! Apa aku kurang bagi Kak Jo?!" teriakan Ivy terdengar kalut dan bukan lagi marah yang mengarah ke brutal. Bahkan kini telah muncul lelehan air mata di pipi sang gadis.      

"Sweetie ..."     

"Kak Jo tak sayang aku lagi! Kak Jo tak sayang Ivy lagi! Kak Jo tak suka Ivy lagi!" Ivy memukuli dada sang kakak sambil dia terus menangis keras.      

"Hei, hei ... tidak begitu! Kak Jo tetap sayang Ivy, kok ..." bujuk Jovano sambil pegangi dua tangan Ivy. "Kak Jo kan hanya berteman saja dengan Nadin."     

Setelah dibujuk berbagai kalimat manis, Ivy pun mulai tenang, dan dia rebahkan kepalanya di dada Jovano sambil tetap dengan posisi duduk di atas perut Jovano. "Aku ingin tetap begini sampai tidur!"      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.