Devil's Fruit (21+)

Siksaan Dari Sang Adik



Siksaan Dari Sang Adik

2Fruit 895: Siksaan Dari Sang Adik      0

Setelah dibujuk berbagai kalimat manis, Ivy pun mulai tenang, dan dia rebahkan kepalanya di dada Jovano sambil tetap dengan posisi duduk di atas perut Jovano. "Aku ingin tetap begini sampai tidur!"      

Jovano tidak bisa berkutik setelah sang adik berkata demikian dan menolak untuk turun dari tubuhnya. Ivy terus bersikeras tidur di atas badan kakaknya sambil memeluk seperti bayi kecil yang bermanja pada ibunya.      

Tapi ... Jovano adalah lelaki dan Ivy juga bukan lagi gadis cilik! Andaikan Ivy seusia Zivena, tentu saja Jovano takkan merasa bingung dan pusing ketika tubuhnya dijadikan alas tidur dan dipeluk pula. Tapi ini ....     

Hghh ... Jovano tak berdaya. Biarlah. Biarlah sang adik begini sesuai dengan kemauan Ivy. Lebih baik turuti saja daripada terjadi kehebohan dari Ivy yang sikapnya terkadang tidak terduga.     

Tabahkan dirimu, pangeran muda. Penuhi pikiranmu dengan sugesti bahwa Ivy masih anak kecil, seumuran Zivena, kalau perlu, agar kau tidak terlalu tersiksa.      

Bukan masalah kekuatan fisik karena bagi Jovano, berat tubuh Ivy sama sekali bukan apa-apa untuk dia yang kuat, melainkan kekuatan hati dia. Bagaimana pun juga mereka berbeda gender. Dia lelaki dan adiknya adalah perempuan. Jika dalam posisi ambigu seperti itu, bukankah akan berakibat buruk bagi ketahanan selatan Jovano?     

Oke, ini adalah Ivy. Dia Ivy, bukan orang lain. Dia adik sendiri. Meski half sister, tapi tetap saja adik sendiri. Adik sendiri. Adik sendiri. Jovano terus saja merapalkan itu sambil matanya terpejam dan mengenyahkan pikiran gila apapun di otaknya.      

Dia adik sendiri. Bukan Nadin. Adik sendiri. Bukan Nadin. Andaikan Nadin yang ada di atas tubuh seperti saat ini ... orghh ... SHIT! Jovano mengumpat dalam hatinya ketika sesuatu di selatan bawah sana bergerak menggeliat kecil.      

Stop! STOP IT, PRINCE! Oke, tidur! Tidur saja kalau begitu! Tidur! TIDUR, JO! Sang pangeran muda sibuk mengontrol pikiran dan tubuhnya, berharap dia tetap bisa bertahan hingga akhir.      

Hati Jovano mengerang: "Ohh, Ivy ... kenapa kau beri siksaan begini pada kakakmu sendiri?" Setelah itu, Jovano pun tertidur.      

Esok harinya, Jovano terbangun karena merasa ada yang mengendus-endus leher dia. Leher dia? Siapa? Ohh! Bukankah Ivy semalam tidur di atas tubuhnya?!     

Lekas saja Jovano memaksa matanya terbuka dan menjauhkan sang adik dari dia dan mereka terduduk bersama. Astaga ... apakah Ivy hendak memangsa kakaknya sendiri? Apakah gadis itu lapar dan hendak menggigit leher sang kakak? Jovano sampai berpikiran buruk.      

"Kak Jo kenapa, sih?" tanya Ivy dengan suara malas bangun tidur dan mengucek matanya karena dia masih mengantuk.      

"Anu ... Kak Jo kaget karena Ivy sweetie ... hembuskan napas di leher Kakak." Jovano memilih kalimat yang halus agar tidak terlalu kentara menuduh sang adik.      

"Ungh ... iya kah?" Mata Ivy mulai terbuka dan menampilkan netra hitam dia, dan itu membuat Jovano lega, tandanya sang adik tidak sedang "lapar". "Aku tadi ... sepertinya hidungku kedinginan, makanya aku mencari yang hangat dan leher Kak Jo hangat serta bau enak."     

OH SHIT! Jovano mengutuk keras dalam hati. Lehernya bau enak? Maksudnya ... sebagai makanan? Damn, Ivy ... kau membuat kakakmu makin paranoid saja pada dirimu! Apakah memiliki saudara dari jenis vampir memang semendebarkan ini? Harus selalu waspada agar tidak dijadikan santapan?     

Sepertinya tidur bersama dengan Ivy bukanlah sebuah hal yang baik. Dari segi apapun!      

"E-ehh ... Ivy sweetie, aku antar kamu kembali ke kamarmu, yah!" Jovano ingat bahwa ini sudah bukan malam hari lagi dan pasti akan ada keributan pagi hari seperti biasa dan dia tidak ingin orang-orang di mansion ini tambah ribut jika mengetahui Ivy tidur satu kamar dengannya.      

Kepala hitam Ivy menggeleng menandakan dia menolak akan ucapan Jovano. "Hoaaaaheemm ... aku masih ingin tidur." Gadis vampir itu malah kembali rebah tengkurap di kasur, hendak meneruskan tidurnya.      

"Hei, hei, sweetie, ini sudah pagi! Dan bukan hari libur, pula! Ayo bangun! Sebentar lagi mereka pasti bangun dan sibuk mondar-mandir di atas sini." Jovano melirik jam dinding di kamarnya dan sudah menunjukkan pukul setengah 6 pagi.      

"Biar saja mereka mondar-mandir, tidak ada urusannya denganku." Ivy menyahut sambil terus pejamkan mata.     

"Sweetie, Kak Jo gak suka loh kalo Ivy bandel gitu." Jovano mulai tegas. "Kalo Ivy gak bangun dan bersiap ke sekolah, Kak Jo gak mau lagi jalan-jalan dengan Ivy."     

Mendengar ancaman dari sang kakak, mau tak mau membuat Ivy terbangun dan membuka matanya. "Kak Jo kok begitu, sih? Aku masih mengantuk!"     

"Tapi kau tetap harus sekolah, Ivy."     

"Untuk apa sekolah? Apa gunanya sekolah bagiku? Tidak ada! Yang ada, aku harus bersama-sama dengan manusia-manusia tolol saja dan menghabiskan hariku dengan kegiatan tak berguna!" Ivy mulai bernada tinggi.      

"Ivy, menjadi berbeda dengan manusia, bukan sebuah alasan untuk merendahkan mereka hanya karena kita merasa kita lebih kuat dari mereka. Tidak begitu caranya, Ivy. Lagipula, vampir juga membutuhkan sekolah, membutuhkan wawasan untuk kecerdasan mereka agar mereka juga bisa memiliki pikiran intelektual, agar bisa menjadi sosok yang hebat! Bukan sosok remeh yang hanya bisanya mengandalkan kekuatan fisik semata." Jovano terpaksa memberikan nasehat panjang pada adiknya.     

"Seperti Papa?" tanya Ivy secara polos.      

"Ya! Seperti Poppa Gio!" Jovano mendapatkan angin dari adiknya sendiri dan memanfaatkan itu. "Poppa Gio adalah sosok intelektual dan cerdas karena dia juga bersekolah dan rajin. Kamu sebagai putrinya tidak mungkin ingin mengecewakan dia, kan?" Lihatlah betapa intelektualnya lidah Jovano jika sudah mendapatkan celah.     

"Hm, baiklah." Ivy mengangguk. "Nonaktifkan penghalangnya, Kak Jo."     

Jovano lega dia berhasil membujuk sang adik dan dia pun melakukan yang diminta Ivy. Dalam sekejap detik, sang adik sudah tidak ada di kamar itu. "Cepat sekali, ANJAY!" teriak Jovano. Oh, dia tidak sedang mengumpat, loh! Anjay dia diucapkan untuk mewakili ketakjuban dia pada Ivy. Tolong jangan pidanakan dia.      

Seharian itu, Jovano menjalani hari dengan tenang dan damai. Dia sudah melupakan kejadian semalam hingga pagi bersama Ivy yang membuat dia jadi paranoid. Tapi satu hal yang dia takjub, bahwa sang adik ternyata bisa sangat cepat bergerak.      

Apabila dengan kecepatan itu Ivy menyerang dia, bisa saja Jovano tidak akan selamat.      

Ohh gila, kekuatan Ivy sebagai vampir ternyata tidak main-main, bukan kaleng-kaleng! Dia berharap semoga sang adik tidak menggunakan kekuatan itu untuk hal buruk.      

Jovano tidak berani membayangkan jika Ivy memakai kekuatan cepat kilat itu untuk membunuh seseorang atau suatu kelompok, pasti akan semudah menatap telapak tangan. Yah, dikatakan dulu oleh Giorge, ayah tirinya, bahwa kecepatan vampir bisa melampaui iblis dan itu hal yang menakutkan dari vampir.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.