Devil's Fruit (21+)

Terpaksa Berjanji



Terpaksa Berjanji

0Fruit 901: Terpaksa Berjanji      1

Ivy ternyata diam-diam membunuh para juri kontes cosplay yang kemarin dia ikuti di Akihabara karena dia kesal hanya mendapatkan tampuk juara 2 saja, dan dia berpendapat bahwa para juri yang berjumlah 5 orang itu memilih Nadin sebagai juara 1 karena dada Nadin lebih besar ketimbang punya Ivy.      

Dan di malam ketika Ivy hendak membunuh juri terakhir, dia kepergok kakaknya, Jovano, dan diungsikan oleh Jovano ke alam pribadi milik sang sulung, hasil pemberian kakeknya, King Zardakh.      

Di alam pribadi itu, Jovano meminta pada Ivy untuk tidak lagi membunuh manusia. Dia sudah bersiap-siap andaikan sang adik tidak mau menuruti kemauan dia, maka dia harus tega untuk bersikap tegas menahan Ivy di alam tersebut.      

Ini demi manusia, demi keluarga mereka, dan demi Ivy juga.      

Dan ternyata Ivy menyanggupi permintaan dari sang kakak. Jovano bertanya-tanya, apakah dia akan menahan Ivy di sini atau memberi Ivy kesempatan untuk berubah?     

"Baiklah, Kakak akan percaya padamu, Ivy. Kakak harap kamu tidak merusak kepercayaan Kakak padamu." Jovano menatap Ivy dengan pandangan serius.      

Ivy mengangguk disertai senyum dikulum dia. "Ayo, Kak!" Ia meraih tangan Jovano, mengajak pergi dari sana.      

Rasanya tidak ada alasan bagi Jovano untuk menahan sang adik di sana jika Ivy sudah berjanji seperti itu dan wajah manisnya menunjukkan kepolosan.      

Namun, Jovano masih merasa ada yang belum pas. Dia melangkah maju mendekat ke adiknya dan mengusap mulut Ivy dimana ada banyak darah di sana, itu sangat mengerikan. Maka, dengan daya magis Jovano, ceceran darah pada Ivy menghilang semua.      

"Hm, alangkah enaknya yah kalau punya kekuatan magis iblis." Ivy menatap penuh binar iri ke kakaknya. Tapi, yah ... mau bagaimana lagi jika gen vampir dari ayahnya lebih mendominasi dirinya ketimbang gen iblis ibunya.     

"Semua makhluk memiliki plus dan minusnya sendiri, sweetie." Hanya itu yang bisa diucapkan Jovano untuk meredam kecemburuan Ivy pada iblis. "Ayo." Ia pun meraih tangan sang adik dan membawa mereka berdua keluar dari alam pribadi itu, kembali ke Bumi.      

Ketika mereka tiba di mansion mereka, di sana sudah menunggu Andrea dan Dante di dalam kamar Ivy.      

Bocah perempuan itu sudah hendak balik badan menolak masuk ke kamarnya. "Kak, aku ingin pergi saja." Wajahnya bukan menunjukkan rasa takut melainkan kesal. Kesal jika harus menghadapi omelan ibunya lagi.      

"Ivy." Jovano menahan tangan sang adik.      

"Jangan ingin kabur dari kami, Ivy!" Andrea menatap tajam sambil berseru agak keras pada putri sulungnya.      

Ivy membalas tatapan Andrea dengan pandangan tajam menghujam pula, tak mau terkalahkan meski oleh sang ibu sekalipun.      

"Mom, sabar dulu. Jangan buru-buru marahi Ivy." Jovano mencoba mencegah adanya pertengkaran seperti kemarin. Ini sudah terlalu larut, tidak baik jika berteriak di jam itu.      

"Bagaimana Mama tidak ingin marah jika ternyata Ivy yang melakukan beberapa pembunuhan ke juri-juri dia! Sampai tadi pun Mama dibantu papamu harus lekas membereskan mayat juri yang lehernya tinggal setengah bagian! Mama harus membakar habis mayatnya untuk menghapus jejak perbuatan adikmu, Jo!" Andrea meninggikan suaranya tanpa bisa ditahan.      

Dante memeluk sang istri agar Andrea bisa kendalikan amarahnya. "Sayank, jangan berteriak begitu."     

"Dengarkan suamimu." Ivy berkata ke ibunya dengan wajah dingin.      

Andrea sudah hendak berkobar dengan ucapannya lagi, namun Jovano sudah memotong terlebih dahulu. "Mom, Ivy sudah janji padaku kagak akan bunuh-bunuh orang lagi. Dia udah janji tadi, Mom, waktu aku bawa dia ke alam pribadi aku." Ia berkata sambil menatap penuh harap ke ibunya.      

"Bagaimana agar Mama percaya pada dia? Apa jaminannya dia tidak akan berbuat onar lagi?" Andrea tak habis pikir kenapa dia bisa memiliki anak seperti Ivy yang sudah diatur dan juga seenaknya saja menggunakan kekuatannya.      

Jovano menoleh ke adiknya dan bertanya, "Ivy, kau serius dengan janji kamu tadi ke Kak Jo, iya kan?"     

"Ya." Ivy berkata acuh tak acuh.     

"Ucapkan lagi di depan Mama, kalau begitu." Andrea menuntut itu dari putri sulungnya.     

"Tidak mau." Ivy mengangkat dagunya, terlihat arogan.      

"Ni anak!" Andrea kesal.      

"Mom ..."     

"Yank ..."     

Jovano terpaksa menoleh lagi ke Ivy dan berkata dengan tutur lembut, "Ivy sweetie, supaya Mom dan Daddy mendengar juga, bisakan kamu ucapin kata janji kamu itu di sini? Ivy tidak perlu dibawa ke alam yang tadi untuk mengulang pengucapan janji, kan?" Ada kalimat bernada ancaman meski halus dari Jovano.     

Dan sepertinya Ivy tau mengenai itu. Dia teringat hawa udara di tempat tadi, di alam milik sang kakak tadi, sangat tidak membuat dia nyaman, sama sekali! "Iya, aku janji tidak akan lagi membunuh manusia." Dengan terpaksa daripada dibawa ke alam tadi, Ivy pun mengucapkan janjinya, di depan sang ibu dan ayah tiri.      

Andrea kini yang menaikkan dagunya ... ia puas dengan ucapan sang putri baru saja. "Kuharap kamu beneran dengan janji kamu, Ivy, karena akan banyak konsekuensi yang harus kamu dan kita semua hadapi kalau kamu masih juga bandel dan bermain-main dengan nyawa manusia."      

"Aku ingin tidur, sana kalian keluar." Ivy melangkah ke kasurnya dan segera saja naik ke tempat tidur itu usai melepas sepatunya dengan gerakan asal-asalan.      

"Ayo, Mom, Dad, Ivy biarkan istirahat dulu." Jovano pun mengajak kedua orang tua dia untuk keluar dari kamar sang adik.      

Mereka bertiga akhirnya keluar dari sana, namun untuk berjaga-jaga, Andrea membuat array penghalang di kamar itu agar Ivy tidak bisa kabur seenaknya lagi seperti sebelumnya. Tentu saja Ivy tidak tau tentang array itu.      

Namun, Ivy pun mengetahui mengenai array ketika dia hendak melangkah ke balkon di luar kamarnya, ternyata dia tidak bisa ke sana. Dari itu, maka ia pun sadar bahwa kamarnya sudah diberi array.      

"Arrghh!" Marah dan emosi, Ivy pun kembali ke tempat tidur dan rebah dengan kekesalan menumpuk di dadanya.      

Karena dia tidak merasa mengantuk sama sekali, ingat bahwa dia adalah vampir, maka Ivy akhirnya memilih untuk menggambar desain kostum seperti biasanya.      

Hanya dalam waktu beberapa jam saja, Ivy sudah bisa menciptakan 6 desain kostum lengkap dengan segala detil pernak-perniknya.      

Ia teringat akan Nadin. Gadis itu memang temannya yang paling mengerti dia soal passion dia pada cosplay, namun gadis itu pula yang mencuri juara 1 darinya. Terlebih lagi, sepertinya sang kakak menyukai Nadin.      

Ivy merasa buruk seketika. Dilema. Kenapa di saat dia sudah mendapat seorang teman yang bisa dia andalkan, teman itu memikat kakaknya? Apa alasan si kakak bisa menyukai Nadin? Ahh, pasti gara-gara dada Nadin yang lebih besar daripada miliknya!     

Grrhhh ... Ivy makin geram jika mengingat dadanya masih saja belum sesuai dengan yang dia mau.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.