Devil's Fruit (21+)

Ada Yang Bernyanyi Merdu



Ada Yang Bernyanyi Merdu

3Fruit 906: Ada Yang Bernyanyi Merdu      3

Deandra sudah dibawa ke dokter THT terkenal di Tokyo untuk diperiksa semuanya yang berhubungan dengan tenggorokan dia. Dan mereka semua tidak menemukan masalah apapun pada tenggorokan atau pun pita suara milik gadis malang itu.      

Tapi dia dan manajer dia tidak ingin hanya memeriksakan tenggorokan sang artis pada satu rumah sakit saja. Mereka pun pergi ke rumah sakit lain, bahkan mencoba mendatangi dokter di prefektur lain yang direkomendasikan rekan sang manajer.      

Namun, semuanya sama-sama mengeluarkan hasil: nihil.      

Semua dokter THT yang didatangi Deandra dan sang manajer secara kompak menyatakan bahwa tenggorokan Deandra baik-baik saja dan pita suaranya juga dalam kondisi prima, tidak ada masalah sedikitpun. Padahal mereka berada di tempat yang berbeda, namun hasil mereka semua sama.     

Mana mungkin ini tidak menimbulkan pusing bagi keduanya? Sang manajer sibuk menghubungi ini dan itu untuk mencari dokter THT lainnya yang lebih mumpuni. Tidak itu saja, sang manajer juga mulai mencari obat tradisional untuk tenggorokan. Semua harus dicoba sebagai cara bertahan hidup bagi Deandra.      

Gadis itu hanya menggantungkan hidupnya pada kemampuan bernyanyi dia. Deandra hanya mendapatkan uang dari suaranya. Bahkan dia memiliki beberapa adik yang harus dia biayai karena kedua orang tuanya sudah bercerai dan mereka tidak perduli pada anak-anak mereka.      

Bagaimana Deandra tidak panik dan kalut jika dia tiba-tiba mengalami kehilangan kemampuan menyanyi? Yang lebih membuat dia panik adalah, karena dia baru saja mengeluarkan album baru dan sedang dalam rangka promosi album barunya.      

Deandra juga sudah menandatangani kontrak perform dengan DRH selama bulan pertama dia comeback. Namun jika keadaan dia begini, bagaimana dia bisa memenuhi kontrak perjanjian tersebut?     

Maka, atas permintaan Deandra, dia meminta pada manajer dia untuk mengembalikan uang yang sudah dia terima dari DRH TV.      

"Dea, kau yakin?" tanya manajernya ketika dia mendengar dari sang artis mengenai permintaan Deandra mengembalikan uang DRH.      

"Ryo-san, aku tidak mungkin berhati batu memakan uang itu jika aku tidak melaksanakan apa yang sudah tertera di kontrak perjanjian." Deandra mengusap pipi basahnya setelah dia dari tadi menangis. "Tolong diproses untuk dikembalikan ke DRH. Sampaikan maafku pada mereka."     

"Dea ..." Sang manajer menatap iba pada sang artis.      

.     

.     

Sementara itu, di sebuah sekolah SMP, di salah satu kelas 1, ada gadis berpenampilan mencolok yang senyum-senyum sendiri ketika gurunya sedang menerangkan pelajaran.      

Ketika bel istirahat di sekolahnya berkumandang, gadis itu melangkah keluar dengan santai menuju ke kamar kecil di ujung lorong.      

Gadis itu masuk ke salah satu bilik di kamar kecil tersebut dan dia menarik napasnya perlahan dan kemudian mulai membuka mulutnya untuk mulai melantunkan sebuah nada, lalu bertambah nada lainnya hingga akhirnya dia bisa memunculkan kumpulan nada yang berakhir dengan sebuah nyanyian utuh.      

"Heh? Suara siapa itu?" Seorang siswi yang hendak ke kamar kecil langsung tertegun dan menoleh ke kawan di sebelahnya. "Kau dengar itu juga, kan?"     

Si kawan mengangguk namun wajahnya terlihat tegang. "Itu ... itu bukan suara hantu, kan?"     

"Hantu?" Siswi tadi jadi ragu ketika hendak masuk ke kamar kecil gara-gara mendengar ucapan dari temannya. Sementara itu, suara tadi masih terus berkumandang dan bergema di dalam kamar kecil.      

Ini membuat dua siswi itu makin ciut dan akhirnya mereka balik badan dan lari menjauh dari kamar kecil sambil menampilkan raut wajah ketakutan.      

Ivy yang menyadari kedatangan dua siswi yang hendak masuk ke kamar kecil pun terkikik geli. Lalu dia meneruskan bernyanyi di sana. Kali ini dia bisa merasakan ada hawa kehadiran siswi lainnya. Ada 3 orang. Mereka sudah ada di ambang pintu kamar kecil.      

"Ya dewa! Suara apa itu?" Salah satu siswi berkata dengan suara kaget.     

"Jangan katakan ... itu ... hantu?" Siswi lainnya merasa ciut seketika.     

"Tunggu sebentar, kalian apa tidak mengenali suara seperti itu?" Siswi ketiga justru mengucapkan hal yang berbeda.     

"Maksudmu?" Dua gadis remaja menoleh ke temannya yang mengerutkan keningnya karena heran.      

"Suara itu! Seperti suara ... umm ..." Siswi ketiga itu berusaha mengingat-ingat sesuatu yang sudah ada di benak dia namun begitu susah dimunculkan dari mulut.     

"Hantu?" tebak temannya.     

"Tidak! Bukan hantu, ya ampun kalian terlalu banyak nonton film horor, makanya otak kalian sedikit-sedikit menghubungkan semuanya dengan hantu. Tsk!" Siswi ketiga itu memutar bola matanya.     

"Ta-tapi, dengar, deh ... suaranya menggema begitu, seram!" Temannya membela diri.     

"Tentu saja akan menggema karena itu di kamar kecil yang dinding dan lantainya dari keramik! Kalian ini bagaimana, sih?!" Siswi pemberani itu hendak masuk ke kamar kecil.      

"Ehh! Jangan, Terry!" cegah salah satu dari yang ketakutan. Wajahnya sangat menampilkan perasaan dia sekarang. Takut.      

"Tsk! Aku hanya penasaran, siapa hantu yang bernyanyi sebagus Deandra." Siswi bernama Terry itu pun mengerling jenaka ke dua temannya.      

"Ehh?!"     

"Siapa yang kau sebut tadi? Deandra?"     

"Iya! Apa kalian tidak sadar bahwa suara itu mirip dengan suara Deandra!" Terry berkata. "lagipula, aku sudah kebelet, nih! Ayo!"     

"Tidak mau! Tidak mau!"     

Ketika mereka sedang saling bertarik-tarikan tangan dengan Terry, tiba-tiba muncul Ivy dari kamar kecil. Ketiga siswi tadi tertegun melihat kemunculan Ivy. Tentu saja mereka tau Ivy bukan hantu, mereka tau Ivy adalah manusia dan sama-sama siswi yang bersekolah di situ, sama seperti mereka.      

"K-kamu Ivy, ya kan?" tanya salah satu dari mereka pada Ivy.      

Gadis vampir itu menoleh dan hentikan langkahnya sambil menatap siswi yang bertanya padanya. "Ya, itu aku. Kenapa?"     

"Kau ... apa kau mendengar suara aneh di kamar kecil tadi?"     

"Suara aneh? Rasanya tidak." Ivy menjawab santai sambil angkat dua bahu seolah menegaskan bahwa apa yang dia katakan adalah benar. Apalagi kini dua alisnya juga diangkat sambil dia mengerjapkan mata beberapa kali. Wajah inosens dia muncul.      

"Apa kau tadi bernyanyi di dalam sana?" tanya Terry si pemberani.      

"Bernyanyi? Tidak." Ivy menjawab disertai muka lugu dia.      

"Kau sungguh tidak mendengar suara apapun dari dalam sana tadi selama kau di dalam?"     

"Tidak. Aku tidak mendengar apapun." Ivy secara bergantian menatap mereka bertiga. "Memangnya ada suara apa? Apa yang kalian dengar?"     

"Lupakan." Terry menjawab. "Ayo, girls! Kita lanjut masuk karena aku sudah kebelet."     

"Terry, lebih baik jangan di sana. Kita cari kamar kecil lainnya, oke?"     

Terry menghela napas, apalagi melihat muka memohon dua temannya. "Baiklah." Lalu ketiga gadis kelas 2 itu pun meninggalkan Ivy yang masih di depan pintu kamar kecil.      

Muncul senyum miring Ivy ketika mereka sudah pergi dari hadapannya. Lalu, Ivy pun berjalan gontai sembari bersenandung lirih sambil mulutnya tetap terkatup. Pagi ini dia bahagia, suaranya merdu dan enak ketika digunakan untuk bernyanyi.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.