Devil's Fruit (21+)

Si Kepala Merah Muda Berkunjung



Si Kepala Merah Muda Berkunjung

2Fruit 920: Si Kepala Merah Muda Berkunjung      2

Keadaan kembali damai di mansion. Sedangkan di Adora, para anggota semakin giat menempa kemampuan mereka masing-masing.      

Suatu sore, ada tamu untuk Ivy. Dia adalah gadis kepala merah muda, Nadin.      

"Ohh, Ivy? Dia ada di kamarnya." Shelly tersenyum ke gadis itu. "Ayo, aku antar ke sana."      

"Terima kasih, Tante ... Shelly, ya kan?" Nadin agak ragu menyebutkan nama Shelly, khawatir jika salah.      

"Hi hi, iya. Benar, kok!" Shelly senang karena Nadin masih mengingat namanya. "Yuk!"      

"Ojama shimasu ... (Maaf, saya mengganggu)." Nadin mengucapkan kalimat yang biasa diucapkan oleh orang Jepang ketika berkunjung ke rumah seseorang sebagai ungkapan kesopanan.      

Shelly terkekeh dan berkata, "Tidak usah sungkan, Nadin. Kami bukan orang Jepang asli, kok!"      

Mereka berdua mulai masuk ke ruang dalam mansion menuju ke ruang tengah untuk nanti menaiki anak tangga ke lantai atas.      

"Oh ya, benar! Jov pernah mengatakan padaku bahwa kalian aslinya dari Indonesia. Bahkan Jov lahir di Amerika." Nadin teringat itu.      

Shelly mengulum senyumnya. Dia tidak mungkin mengatakan fakta sebenarnya bahwa Jovano tidak lahir di Amerika melainkan di bumi Underworld bernama kerajaan Orbth. Tapi tentu saja Shelly takkan menguak itu pada Nadin.      

Setelah tiba di depan pintu kamar Ivy, Shelly mengetuk di sana. "Ivy? Ivy? Ada temanmu datang berkunjung."      

Tak sampai satu menit berlalu, pintu itupun terbuka dan wajah dingin Ivy sudah terlihat. "Hm." Ia menatap tajam ke Nadin.      

Nadin jadi salah tingkah dan sedikit canggung dengan tatapan Ivy. Tapi dia memaksakan senyum ramah dia sembari menyapa, "Hai, Vy! Apa kabar? Aku kangen mengobrol denganmu. Kau tau, aku punya banyak informasi menarik, loh!"      

"Hm, masuk." Ivy balik badan dan meninggalkan Nadin serta Shelly di depan pintu kamar yang masih terbuka.     

"Tuh, Ivy sudah mempersilahkan kamu masuk." Shelly memberikan gesture tangan menyuruh Nadin untuk masuk ke kamar tersebut.      

Setelah Nadin masuk ke kamar Ivy, Shelly pun menutup pintu tersebut dan turun ke bawah.      

Saat dia hendak melangkah ke dapur, dia bertemu Jovano di ruang tengah. "Ohh, Jo. Kau sudah pulang. Tumben."      

"Iya, Aunty. Tak tau ini kenapa bawaannya kepingin cepat pulang." Jovano menggaruk belakang kepalanya.      

"Wah, wah, sepertinya kalau memang sudah jodoh itu ikatannya lebih kuat, yah!" goda Shelly pada sulung putri Cambion.      

Jovano agak heran dengan ucapan Shelly. "Memangnya ada apa, Aunty?"      

"Tuh pujaan hati kamu datang." Shelly menunjuk menggunakan dagunya.      

Jovano seketika membola matanya mendengar perkataan Shelly. "Nadin? Apakah Nadin ada di sini?"      

Shelly mengangguk. "Barusan dia datang cari Ivy."      

"Dia ada di kamar Ivy?" Jovano semakin antusias.      

Shelly mengangguk lagi dan segera saja Jovano melesat naik ke atas dan tiba di depan pintu kamar sang adik. Dia berdebar-debar kencang.      

"Masuk saja. Jangan berdiri terus di sana seperti orang bodoh, Kak Jo." Tiba-tiba terdengar suara Ivy dari dalam kamar.      

Astaga, Jovano mendadak lupa bahwa adiknya yang ini memiliki kemampuan mendengar dan merasakan kehadiran di dekatnya.      

"Ehem!" Jovano berdehem tanpa sebab hanya untuk menetralisir kegugupan dia. Kemudian, ia membuka kenop pintu kamar Ivy dan di sana sudah ada Nadin sedang duduk di atas kasur dan melambaikan tangan padanya.      

"Hai, Jov!" Nadin menyapa Jovano.      

"H-hai, Nad." Jovano membalas meski dengan nada gugup. Dia benar-benar seperti amatir cinta kalau begini, astaga!      

"Kalau sudah selesai, silahkan keluar dari kamar, Kak Jo." Ivy berucap datar.      

"E-ehh, belum! Belum selesai, kok!" Jovano lekas menjawab. "Aku kan juga ingin mengobrol dengan kalian." Ia segera berjalan mendekati kedua gadis di atas kasur.      

"Mengobrol dengan kami? Mengobrol tentang apa?" tanya sang adik dengan muka dimiringkan, terlihat imut. "Memangnya Kak Jo hendak mengobrol mengenai menstruasi? Atau payudara yang membengkak karena siklus bulanan?"      

"E-ehh! Anu ... Itu ..." Jovano seketika menjadi seperti orang tolol saat ini. Pangeran muda yang biasanya dipuji karena kecerdasan daya pikirnya yang cepat, kini tampak lambat alias loading-nya lama.      

Nadin terkikik geli melihat ekspresi wajah Jovano yang memang lucu menggelikan.      

"Anu ... Aku ... Aku punya berita mengenai lomba cosplay di Harajuku!" Jovano bersyukur kemarin secara iseng bertanya pada temannya mengenai informasi tentang cosplay.     

"Sudah tau." Ivy menjawab datar. "Nah, Kak Jo bisa pergi."      

"Tidak! Jangan! Belum!" Jovano belum menyerah. "Ada ... sepatu boots yang sangat menarik di toko online luar negeri!" Ia harus lekas mencari topik yang sekiranya tidak membuat dia diusir dari kamar tersebut.      

"Seperti apa?" tanya Ivy.      

Jovano segera mengambil ponselnya dan membuka sebuah situs dan menunjukkan ke adiknya. "Ini! Boots ini. Gimana? Keren, kan? Itu kalau siang warnanya perak berkilau, loh! Dan kalau dipakai malam hari, bisa bersinar seperti menyala. Keren, kan? Apalagi kalau dipakai untuk OC kalian!"      

Ivy merenungkan ucapan sang kakak. "Lumayan."      

Akhirnya, berdasarkan sepatu boots hasil pemikiran mendadak Jovano dalam mencari-cari topik bahasan, dia tidak dikeluarkan dari kamar tersebut dan boleh ikut mengobrol selama beberapa puluh menit berikutnya.      

Yah, syukurlah bahwa kecerdasan dan kecepatan berpikir pangeran muda belum luntur.      

"Jadi ... OC seperti apa yang akan kalian tampilkan nanti di perlombaan?" tanya Jovano sambil menatap sang adik dan pujaan jiwa bergantian.      

"Aku tidak ikut." Nadin menggeleng sambil menyunggingkan senyum canggung.      

"Ehh? Kenapa?" Jovano merasa kecewa.      

"Aku sedang tidak ingin saja. Biarlah Ivy yang maju dan mewakili semangat aku. Mau kan, Vy?" Nadin menjepit dua pipi Ivy sambil menoleh lekat ke bocah vampir itu.      

"Unghh! Iya, iya." Ivy sembari melepaskan pipinya yang dijepit hingga bibirnya tadi berbentuk kerucut lucu.      

Jovano tersenyum miring mendengar ucapan Nadin. Dia yakin bahwa Nadin sengaja tidak ikut lomba itu sebagai bentuk menghargai Ivy yang dulu sangat marah karena kalah dari Nadin.      

Pangeran muda pun merasa kagum dengan pengorbanan Nadin untuk seorang teman. Pasti sulit bagi Nadin untuk mengalah begitu hanya demi tidak ribut dengan temannya.      

Terselip rasa kecewa Jovano pada sang adik yang sangat kekanak-kanakan mengenai hasil lomba. Harusnya Ivy makin terpacu ketika dia menemukan rival. Apalagi jika itu teman sendiri, akan lebih mudah mengetahui apa kekurangan dan kelebihan sang teman.      

Bukannya semakin termotivasi untuk belajar lebih baik dari kekalahannya, Ivy malah ingin teman yang menjadi saingannya segera tau diri dan tidak bersaing dengan dia.      

Sekitar jam delapan malam, Nadin pamit pulang. Jovano bersikeras mengantarkan si gadis kepala merah muda. Ivy melirik tajam ke kakak sulungnya seakan tidak setuju jika sang kakak berbuat demikian untuk Nadin.      

"Tidak usah, Jo. Aku bisa pulang sendiri. Lagipula, ini belum larut malam, kok! Masih ada banyak kendaraan umum." Nadin paham ekspresi wajah Ivy dan memutuskan menolak tawaran Jovano.      

"Aku panggilkan taksi online saja kalau begitu." Jovano langsung membuka aplikasi taksi online sebelum Nadin memberikan jawaban.      

Akhirnya, Nadin pulang dengan taksi online.      

"Osaki ni shitsurei shimasu ..." Nadin mengucapkan salam mohon diri ala Jepang pada Shelly, Jovano, dan Kenzo yang mengantarkan hingga ke teras ketika taksi itu datang. Ivy tetap di kamarnya, tak mau turun.      

"Hati-hati di manapun kau berada, Nad." Jovano mengingatkan gadis itu.      

"Oke. Bye, Jov! Kutunggu chat kamu." Nadin berkata sebelum taksi membawanya pergi.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.