Devil's Fruit (21+)

Bertemu di Osaka



Bertemu di Osaka

0Fruit 933: Bertemu di Osaka      3

Ketika Andrea dan Jovano mendengar ucapan dari Daruga bahwa si siluman laba-laba itu tidak melihat keberadaan Ivy sebelum ini, mereka berdua, ibu dan anak, rasanya ingin emosi saja.      

"Rasanya aku ingin menampilkan api Cero aku lagi untuk membuatmu jadi siluman panggang, Daruga." Andrea menggigit gerahamnya sambil berkata demikian.      

"Ampuni aku, Nyonya Akuma! Ampuni aku!" Daruga yang kini sudah berada di atas kepala Bankai pun menjerit-jerit ketakutan meminta ampun pada Andrea. Jika seorang siluman berhadapan dengan sosok iblis atau dalam sebutan Jepang adalah Akuma, maka mereka tidak akan memiliki kesempatan untuk menang. Akan kalah secara telak dan konyol.      

"Ayo, Mom!" ajak Jovano pada ibunya.      

Keduanya pun meninggalkan tempat itu secara cepat bagai kedipan mata saja.      

Bankai melirik ke atas karena sang teman, Daruga, berada di atas kepala dia. "Lain kali, jangan sembarangan menggertak orang, kau dengar itu Daruga?"     

"Iya, iya, babi cerewet."     

"Hei, kau berani mengatai aku?"     

"Lah, kau kan memang babi? Apa kau mengira kau adalah Kitsune?"      

"Maksudku yang cerewet tadi, Daruga! Kau ini minta aku bawa ke Tuan Bishamonten untuk dihukum, yah?"     

"Jangan! Jangan, Yang Mulia Bankai ..."     

"Ahh ... telingaku merasa adanya hembusan angin surgawi ..."     

.     

.     

Andrea dan Jovano kembali menelusuri berbagai tempat secara cepat dan acak hanya untuk mengetahui keberadaan Ivy. Apalagi ketika mereka merasakan aura Ivy di banyak tempat, membuat mereka seperti orang gila yang terbang cepat ke sana dan ke sini tak jelas arah.      

Hingga akhirnya mereka merasa ini melelahkan tapi tidak ada hasil pasti. Keduanya berkumpul setelah berpencar di salah satu atap gedung tinggi.      

"Mom, ini aneh menurutku." Jovano berjongkok di tepi beton pembatas atap gedung sambil dia menatap panorama kota Tokyo di malam hari.      

Andrea yang berdiri di samping Jovano pun setuju. "Ya, kamu benar, Jo. Ini beneran aneh. Kenapa sejak tadi kita merasakan aura Ivy, tapi begitu kita samperin, ternyata tidak ada Ivy."     

"Dan aura itu munculnya beruntun tapi banyak tempat berbeda."     

"Iyup! Itu aneh yang Mama maksud."     

"Tadinya aku ngira itu bisa kayak gitu karena Ivy kan bisa bergerak sangat cepat, Mom, makanya aura dia muncul beruntun secara cepat di banyak wilayah, tapi kok dianya kagak ada, yah? Padahal kita udah berpencar dan udah secepatnya datangi tuh aura."     

"Entah deh Ivy tuh pake metode apaan ampe bisa ngelakuin yang kayak gitu. Tsk, anak itu gak brenti-brentinya bikin susah aja."     

"Mom gak boleh bilang gitu, ah ke anak sendiri."     

"Hm, yah gimana lagi, Jo ... saking capeknya Mama memuaskan semua kemauan dia. Tapi dia ke Mama masih aja kayak gitu. Mama ngerasa kagak dihargai, sumpah deh! Gimana Mama gak lelah hayati, sih?"     

"Jangan lelah, yah Mom! Mom pasti kuat kok kalo sekedar ini aja, he he, ayo semangat yah, Mom! Lanjut cari lagi, yuk!" Jovano menaikkan semangat ibunya lagi. Maka, mereka pun kembali loncat terbang ke berbagai tempat mencari keberadaan sang putri vampir.      

.     

.     

Di sebuah prefektur, yaitu Osaka, yang berada di region Kansai di pulau Honshu, salah satu pulau dengan populasi terpadat di Jepang, dimana Tokyo juga ada di sana ... pada sebuah jalan di depan galeri seni, Ivy tampak sempoyongan berdiri ketika dia sedang bertahan untuk menunggu.      

Ketika dia sudah tidak tahan lagi, dia pun ambruk ke trotoar. Namun, sebelum dia menyentuh tanah keras itu, ada sebuah tangan yang menopang dia dan memanggil namanya. "Ivy! Ivy! Ivy, kau tak apa?"     

Ivy mengatupkan matanya karena sudah terlalu kelelahan amat sangat. Berpindah tempat, bergerak secara sangat cepat dengan kekuatan yang dia punyai dari Tokyo hingga mencapai Osaka, bukankah itu sesuatu hal yang paling gila yang dia lakukan?     

Jika menggunakan mobil pribadi pun perjalanan dari Tokyo ke Osaka bisa mencapai 6 hingga 7 jam lamanya. Sedangkan dia hanya mengandalkan kekuatan dasar dia sebagai vampir muda yang masih berkembang kekuatannya, belum maksimal.      

Tidak hanya itu saja. Sebelumnya dia juga harus meninggalkan banyak jejak bau dia di banyak tempat di Tokyo untuk membingungkan para pencari dia agar dia tidak lekas ditemukan.     

Mengapa tidak pakai kereta saja yang bisa membuat dia hanya perlu waktu sekitar 3 jam saja memakai shinkansen? Tidak, Ivy tidak yakin dia bisa menyamarkan jejak dia jika dia menggunakan kereta tercepat di negara itu.      

Ivy sudah sedari siang melaksanakan rencana dia itu. Bahkan dia telah mempersiapkan tas ransel dia berisi beberapa baju dan keperluan dia.      

Dia melakukan itu karena ... dia telah memiliki kepastian akan destinasi dia. Apa kau pikir dia secara acak saja mendatangi Osaka? Sangat tidak!      

Ivy mendatangi Osaka karena ...     

"Vy ... Ivy ..." Danang terus memanggil Ivy sambil dia berusaha menggotong tubuh gadis remaja itu ke mobil dia yang terparkir tidak jauh dari sana. Setibanya di mobil, Danang bisa merebahkan Ivy di jok depan mobilnya. Pria seumuran Andrea itu menepuk-nepuk lembut pipi si gadis belia. "Ivy ..."     

Perlahan, Ivy pun mulai membuka matanya dan hal pertama yang dia saksikan adalah wajah Danang yang khawatir. Ia pun tersenyum ke Danang sembari berkata lirih, "Om ..."     

"Iya, ini Om. Kamu kenapa bisa ada di Osaka, sih? Mana orang tua kamu? Mana kakakmu? Kau datang ke Osaka dengan siapa? Naik apa?" Danang terus saja menghujani Ivy dengan pertanyaan. "Ohh, sebentar, aku akan menelepon ibumu dulu, siapa tau dia di sekitar sini sedang mencarimu."     

Tepp!      

Tangan kecil lentik Ivy menghentikan gerakan Danang yang hendak mendial sebuah nomor di ponselnya. Bocah perempuan itu menggeleng.      

"Ivy, ada apa?" tanya Danang dengan suara lembut. Yang ada di hadapan dia ini anak dari Andrea, gadis yang pernah dia sukai waktu remaja. Dan sepertinya sekarang juga masih tersisa rasa itu meski sudah mulai pudar setelah tau Andrea memiliki suami yang sangat dia cintai dan mencintai dia juga.      

"Jangan ..." bisik Ivy sambil menatap memohon ke Danang. "Jangan hubungi ... mereka. Ungh ... minum ..."     

"Ohh! Minum? Sebentar! Aduh mana tadi air mineral yang aku punya?" Danang buru-buru mengaduk isi tasnya mencari sebotol air mineral bersegel untuk diberikan ke Ivy, namun tidak menemukannya dan hanya ada botol yang sudah dia minum.      

Danang mengangkat botol bekas dia minum itu keluar dari tas dan mengeluh. "Ya ampun, ternyata tinggal ini. Sebentar, yah Vy ... Om akan beli dulu di-"     

Ucapan Danang terhenti ketika tangan Ivy sudah menyambar botol bekas dia minum tersebut, menenggak air mineral di dalamnya tanpa ragu-ragu meski tau itu sudah diminum oleh Danang.      

Danang melongo melihat kelakuan Ivy yang tanpa ragu meminum dari bekas botol dia. Pasti bocah itu saking hausnya, demikian saja pemikiran positif dari Danang.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.