Devil's Fruit (21+)

Ke Tempat Om



Ke Tempat Om

4Fruit 934: Ke Tempat Om     
3

Sudah diketahui sebelumnya bahwa Ivy ternyata kabur ke Osaka. Dia bahkan tidak menggunakan transportasi apapun selain hanya mengandalkan kekuatan pribadi dia sebagai vampir.      

Bahkan Ivy melakukan jerih payahnya terlebih dahulu sebelum meninggalkan Tokyo dengan cara menyebarkan banyak aroma dia di seluruh area Tokyo untuk membingungkan bagi siapapun yang mencari dia nantinya.      

Ivy tau kemampuan melacak dari ibunya dan kakaknya termasuk kuat, jadi dia harus melakukan usaha lebih untuk itu. Dan memang terbukti berhasil. Andrea dan Jovano jadi tak bisa menemukan aura asli dari Ivy.      

Perjalanan menuju Osaka ditempuh sang gadis vampir sejak siang dan akhirnya sampai hampir tengah malam di Osaka, tepatnya di depan gedung galeri seni.      

Dan ketika dia nyaris pingsan karena kelelahan, ada tangan yang meraihnya dan itu adalah tangan Danang.      

Danang sangat terkejut mendapati Ivy ada di Osaka dan keadaan gadis itu pun lusuh dan lemah. Ia membawa Ivy ke mobilnya untuk dibaringkan di jok navigator.      

Ketika Ivy lebih sadar, dia meminta minum. Danang tak memiliki botol air baru yang masih ada segel. Dia secara otomatis mengeluarkan botol bekas dia minum untuk sekedar meyakinkan bahwa ternyata dia hanya memiliki botol itu saja.      

Di luar pemikiran Danang, ternyata Ivy langsung saja mengambil botol minum di tangan Danang dan meneguk tanpa ragu.     

Danang melongo melihat kelakuan Ivy yang tanpa ragu meminum dari bekas botol dia. Pasti bocah itu saking hausnya, demikian saja pemikiran positif dari Danang.      

"Ivy, pelan-pelan minumnya, yah, jangan sampai tersedak."      

"Uhuk! Uhuk!"      

"Tuh, kan ... Baru saja diomongin, malah beneran tersedak, ya kan?" Danang mengelus punggung sang gadis cilik setelah dia menegakkan tubuh Ivy.      

Ivy pun mengatur napasnya. "Umhh ... Terima kasih, Om." Ia tatap Danang.      

"Aku belikan lagi minum untuk kamu, yah? Sepertinya di dekat sini ada vending machine." Danang celingukan mencari mesin yang dia maksud.      

Ivy buru-buru mencengkeram lengan Danang. Ia menggeleng. "Tidak usah. Ayo ke rumah Om."      

"Rumah Om?" tanya Danang heran. "Bukannya lebih baik kalau Om antar kamu pulang ke rumah kamu?"      

Ivy menggeleng. Lalu dia menunduk sambil memainkan ujung kemeja dia.      

"Apa ibumu di Osaka? Kalian sedang berlibur di Osaka?" tanya Danang.      

Ivy menggeleng tanpa menjawab.      

"Ohh, apa kakakmu di Osaka? Atau sekitar sini?" Danang bertanya lagi.      

Kembali, Ivy menggeleng saja tanpa bersuara.      

"Ivy, lalu kau ..."      

"Aku sendirian ke sini." Gadis vampir itu kini tengadahkan kepala menatap Danang di sisinya, lelaki itu masih berdiri di luar mobil, di sebelah jok Ivy.      

"Sendirian? Sungguh?" Mata Danang membola lebar. Ia tidak menyangka bahwa Ivy akan nekat pergi sendirian hingga ke Osaka. Seberapa jauh itu dari Tokyo? Jauh!     

"Pakai kereta." Ivy berdusta.      

"Ibumu tidak tau kau pergi?"      

Ivy menggeleng sambil terus menatap Danang.      

"Saudaramu? Kakakmu?"      

Gadis itu menggeleng dalam bisu.      

"Hghh, astaga Ivy ..." Danang menyisir rambutnya secara gusar. "Ivy, kenapa kamu sampai nekat ke Osaka?"      

"Ke Om." Ivy menjawab singkat.      

"Ke aku?" Danang menunjuk dadanya sendiri. "Dari mana kamu tau aku lagi di Osaka?"      

"Chat kita."      

Danang segera menepuk dahinya bagai merasa tolol. "Ohh iya, yah! Kemarin kan kita sempat chat dan aku bilang lagi ada pameran di Osaka, yah! Ha hah, tololnya aku sampai tak ingat itu."      

"Umh!" Ivy mengangguk.      

"Tapi ... Kenapa juga kamu nekat samperin Om di sini, sih?" Danang tak habis pikir dengan tindakan nekat si gadis remaja.      

Ivy naikkan dua bahunya dan menjawab, "Ingin saja."      

"Vy, beneran deh, aku harus kasi tau keluarga kamu, terutama ibu kamu kalo kamu ada di Osaka."      

"Jangan!" Raut wajah Ivy langsung menegang. "Tidak boleh!" Ia menggeleng keras.     

"Vy, harus dihubungi, karena mereka pasti cemas setengah mati kalau kamu ngilang gitu aja. Yah!" bujuk Danang.      

"Tidak mau! Tidak mau! Tidak mau!" Mata Ivy semakin tajam menatap Danang.      

Danang kaget juga akan reaksi penolakan dari Ivy. "Hghh ... Trus gimana kalo mereka ampe lapor polisi, Vy? Jadi bakalan repot dan panjang ntar urusannya."      

"Tidak akan." Ivy menundukkan kepalanya lagi sambil dia kini angkat dua kaki ke atas jok untuk dia peluk.      

"Tidak akan gimana, maksud kamu?" Danang bingung.      

"Mereka tidak akan lapor polisi." Ivy menjawab tanpa memandang Danang.      

Ya, memang tidak mungkin Andrea dan keluarga dia akan melaporkan ke polisi atas hilangnya Ivy. Karena mereka memiliki cara mencari tersendiri yang lebih mumpuni ketimbang polisi. Tapi Danang kan tidak tau itu.      

"Kok aneh, sih, mereka kagak bakalan lapor polisi? Kok bisa gitu?" Danang terus merasa itu hal yang aneh.      

"Pokoknya tidak akan! Om percaya padaku!" Ivy menatap tajam lagi ke Danang.      

"Ohh, oke, oke ..." Danang akhirnya memiliki satu kesimpulan atas sikap Ivy. Bocah itu sedang bertengkar dengan keluarganya. Entah dengan ibunya atau salah satu dari mereka.      

Danang merasa itu wajar saja sebagai darah muda untuk bersikap rebelious sesekali dan kabur dari rumah. Meski menurut Danang sih sangat tidak tepat jika gadis remaja sebelia Ivy kabur dan sendirian pula.      

"Om ..."      

"Ya, Vy?"      

"Pulang."      

"Ke rumah-"      

"Rumah Om." Ivy tegas mengatakan itu.      

Mendesah berat, Danang pun tak berdaya dan mengangguk. Ia menutup pintu mobil bagian Ivy dan mulai berjalan memutar untuk mencapai jok kemudi. "Oke, kita ke tempat Om. Tapi besok kita hubungi ibumu, yah!"      

Ivy diam tidak menyahut apapun akan ucapan Danang. Ia semakin memeluk lututnya, sementara Danang mulai melajukan mobil.      

"Vy, tempat Om menginap itu kecil banget, loh!" Danang memberitahu.      

"Tak apa." Ivy menjawab tanpa memandang Danang.      

"Untung aja pegawai Om gak ikut ke Jepang, atau aku bakalan bingung musti ngasih kamu ke mana." Danang melirik si gadis vampir.      

Ivy diam saja dan mobil terus melaju ke sebuah daerah, sebuah penginapan kecil di dekat gedung galeri.      

.     

.     

Di tempat lain, Andrea dan Jovano sudah kembali ke mansion mereka dan mengeluhkan kegagalan mereka menemukan Ivy.      

Dante mengusap-usap punggung istrinya. "Coba istirahat dulu. Kalian pasti sudah sangat lelah."      

"Iya, sih, lelah." Andrea yang masih di ruang tengah duduk sambil memiringkan tubuh sehingga suaminya bisa mengusap punggungnya. "Apalagi kami ampe musti berurusan ama siluman alay segala."      

"Siluman?" Kuro yang juga ada di ruang itu pun tertarik ketika Andrea menyebutkan mengenai siluman.      

"Iya. Siluman laba-laba yang sok-sokan nyamar jadi dewa." Andrea pun menceritakan kejadian itu.      

"Pfftt! Itu mirip seperti waktu kita di alamnya Pangeran Djanh, yah Ma! Empat siluman nakal nyamar jadi dewa di sebuah kuil tua." Kuro jadi teringat itu.      

"Ha ha ha, iya bener tuh! Mama juga mikir kayak gitu waktu tau kedok asli silumannya ketahuan." Andrea terkekeh mengingat masa lalu. "Tapi 4 siluman nakal kita kan sekarang udah jadi senjata."      

"Ehh? Kok bisa begitu, Mom?" Jovano seketika tertarik ingin mendengar kisah itu.      

Kuro pun bersedia menceritakannya kepada Jovano.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.