Devil's Fruit (21+)

Diam-Diam Menghubungi



Diam-Diam Menghubungi

0Fruit 935: Diam-Diam Menghubungi     
0

Di tempat lain, di sebuah penginapan kecil tak begitu jauh dari gedung galeri tempat adanya pameran seni internasional, Danang membawa Ivy masuk ke sebuah kamar yang memang sesuai dengan ucapan Danang, kecil dan sempit.      

Yah, sudah jelas Danang memilih tempat itu karena menurut dia tidak perlu mencari kamar hotel mahal dan luas jika hanya untuk dirinya sendiri dan dia juga masih berusaha merintis usaha dia ini.     

Kamar itu mungkin seukuran apartemen jenis studio yang kecil, hanya ada satu kamar yang bisa digunakan untuk tidur dan tidak ada dapur. Sedangkan kamar mandi di sana juga menyatu, meski memiliki sekat pembatas. Benar-benar ruangan minimalis murah di Jepang untuk mengirit uang.      

"He he, sori yah Vy, kamarnya kecil gini. Jelek pula." Danang mempersilahkan Ivy memasuki ruangan itu.      

Ivy melirik sekitar ruangan dan ia langsung duduk di lantai berlapis tatami. "Tidak masalah."     

Danang segera saja mengeluarkan kasur jenis futon, kasur tradisional Jepang yang hanya berbentuk seperti bedcover namun lebih tebal, bisa dilipat jika sudah tidak dipakai. "Futon-nya cuma satu ini, Vy. Nanti aku tidur di tatami saja. Kamu di futon, yah!"     

Si gadis vampir menggeleng. "Tidur bersama."     

Danang hampir tersedak salivanya sendiri. Bahkan dia berharap jakunnya tidak tertelan akibat terlalu kaget mendengar ucapan si bocah remaja itu. "I-Ivy ... tidak boleh, dong."     

"Kenapa tidak boleh?" Tatapan lekat yang diberikan Ivy ke Danang, mengakibatkan lelaki itu jadi kikuk.      

"Yah ... gimana, yah? Yah ... kita kan beda gender ... apalagi kamu anak teman Om, yah ... gak baik, lah kalo ampe tidur satu ranjang." Danang menggaruk belakang kepalanya sambil kebingungan. Kenapa pula si gadis cilik ini malah seenaknya meminta tidur satu futon bersama dengan gamblang?     

"Anggap saja aku anak Om." Ivy memberikan solusi.      

"Kagak gitu, juga lah Vy. Mana bisa Om pura-pura anggep kamu anak Om? Gak bisa, dong." Danang harus berikan penolakan yang tepat ke Ivy.      

"Bisa! Pasti bisa!" Ivy bersikeras. Matanya berkaca-kaca. Danang paling luluh jika melihat gadis menangis.     

Maka, sebelum Ivy mulai menangis nantinya, Danang buru-buru berkata: "Ya udah, ya udah, tidur satu futon. Tapi Ivy tidur dulu, gih! Om mau ngurus beberapa perihal. Musti hubungi banyak pembeli yang tadi udah deal ama Om."     

Ivy mengangguk.      

"Ivy gak pengin mandi dulu? Ada air hangat kok di sini." Danang memberikan saran karena dia ingat bahwa gadis itu memang tampak kotor dan lusuh karena debu. Meski dia juga heran, pakai kereta kok bisa sekotor itu.      

Karena Ivy merasa saran mandi dari Danang tadi tidak buruk, maka ia pun mengangguk dan mengeluarkan baju tidur di dalam tasnya. "Pinjam handuk."     

"Ohh, oke. Itu di atas lemari, ambil aja, Vy."Danang menunjuk ke sebuah lemari di dekat sana dan Ivy pun membukanya dan memang ada handuk bersih di salah satu rak.      

Kemudian, gadis vampir itu pun mulai masuk ke dalam kamar mandi yang berada di sisi barat laut ruangan, bersebelahan dengan bagian barat daya yang merupakan balkon kamar karena mereka ada di lantai 4.      

Futon sudah diletakkan oleh Danang di sebelah timur laut agar ketika matahari terbit nantinya, sinarnya tidak terlalu menyilaukan ketika masuk ke ruang itu. Sedangkan pintu terletak di selatan.      

Kamar mandi sederhana itu tidak menggunakan pintu geser tradisional Jepang yang disebut Shoji, sebuah pintu dari rangka kayu yang dilapisi oleh kertas khusus yang direkatkan pada petak-petak kayu tadi, melainkan dari kaca buram geser. Wajar sih karena itu adalah sebuah kamar mandi.      

Pintu geser shoji hanya berlaku di balkon dan pintu masuk kamar saja. Ini benar-benar penginapan ala tradisional Jepang yang cukup laris karena bersih namun murah untuk 1 orang. Biasanya yang menginap di situ adalah para mahasiswa atau orang yang sedang menunggu hasil lamaran pekerjaan mereka.      

Jika penginapan itu hendak disewa dalam waktu lama, biayanya akan lebih murah lagi. Danang menemukan penginapan itu dari hasil bertanya ke beberapa teman dia yang sudah pernah ke Jepang sebelumnya, terutama di Osaka. Karena dia hanya sendirian saja, maka penginapan tipe seperti ini sangat pas untuknya.      

Tentu saja Danang tidak akan pernah menyangka bahwa kini ada Ivy bersamanya. Ini sungguh di luar perkiraan dia. Apakah perlu jika dia sekarang pindah ke hotel atau hunian yang memiliki dua kamar tidur terpisah saja, yah?     

Tatkala Danang sedang berpikir seperti itu, dia melihat Ivy sudah mulai berada di kamar mandi. Secara diam-diam, dia pun mengambil ponselnya dan menghubungi Andrea. Bagaimana pun, dia tidak mungkin membiarkan sahabat masa kecilnya kelimpungan mencari si putri yang kabur.      

"Hei, Ndre, tebak siapa yang ada di sini bareng gue di Osaka?" Danang mengawali obrolan dia ketika Andrea sudah mengangkat telepon dia.      

"Siapa, Nang?" Andrea di seberang pun bertanya.      

"Putri lo."     

"Ivy?!"     

"Yup!"     

"Kok bisa?"     

"Yah, entahlah. Kemarin sih kami sempat chat dan gue bilang kalo gue lagi ada di Osaka. Eh gak taunya tadi dia udah nongol aja di depan galeri seni tempat gue lagi pameran!"     

"Trus? Trus? Dia gimana? Keadaan dia gimana?"      

"Dia kecapekan dan kayak dehidrasi gitu. Katanya sih naik kereta ke sininya. Ini dia lagi di penginapan gue, lagi mandi."     

"Gue ke sono sekarang, yak!"     

"Mendingan jangan dulu, deh Ndre."     

"Kenapa?!"     

"Kalian lagi ribut, yah?"     

"Umm ..."     

"Udah, ngaku aja lo, napa sih sok-sokan sembunyiin itu dari gue? Lo kira gue orang asing, heh?"     

"Gak gitu, Nang. Hm, oke, kita di sini emang lagi ada dikit masalah ama Ivy, tapi kan gak mungkin juga aku diem aja dia ada di situ ma elu."     

"Lah sompret, lo kira gue bakal apa-apain anak elu, gitu? Apa ini lo lagi ngefitnah gue?"     

"Haisshh! Gak gitu, Nang. Aku kan cuma kagak mau repotin elu aja!"     

"Dah, deh ... lo mendingan percaya aja ma gue, ntar gue ajak ngomong dia pelan-pelan biar dia kagak kabur lagi. Kalo lo maksa jemput dia, dia kayaknya bakal ngamuk dan kabur lebih jauh lagi en lebih nekat. Jadi, plis lo percaya aja ma gue, bakalan gue bujuk dia, oke?!"     

"Jangan lama-lama lah, Nang. Ampe besok aja, gimana?"     

"Lo pikir gue punya ilmu hipnotis bisa bikin pikiran dia belok dengan gampang, heh kadut!"     

"Ha hah! Iya, iya, deh ... gue pasrahin aja dia ke elu. Tapi janji jangan lu apa-apain dia, ngerti?! Gue sobek-sobek lu kalo lu nekat macem-macemin dia."     

"Halah!" Danang pun menyudahi teleponnya. Lalu dia menoleh ke arah kamar mandi. Masih ada Ivy di dalam sana, membentuk sebuah siluet. Astaga, kenapa siluet gadis remaja itu terlihat jelas?     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.