Devil's Fruit (21+)

Mewek di Hati Saja



Mewek di Hati Saja

1Fruit 936: Mewek di Hati Saja     3

Danang baru saja selesai menghubungi Andrea secara diam-diam tanpa sepengetahuan Ivy ketika gadis vampir itu sedang berada di kamar mandi, ketika pria lajang itu malah tertegun ketika menatap ke arah kamar mandi yang memiliki pintu kaca buram, siluet tubuh Ivy terlihat jelas dari tempat Danang duduk.      

"Astaga ... gue bisa-bisa jadi pedo kalo gini." Danang pun menggeleng-gelengkan kepala dia untuk memusnahkan apa yang barusan ada di memori otaknya, yaitu siluet tubuh Ivy.      

Danang memilih untuk menghabiskan waktu menunggu Ivy selesai mandi di balkon saja. Itu lebih aman untuk otak dia agar tetap waras. Memang, berada satu kamar dengan seorang gadis muda itu sangat berbahaya.      

Sedangkan di kamar mandi, Ivy bisa mendengar jelas pembicaraan Danang dan ibunya. Makanya dia tadi berdiri diam terpaku untuk menguping percakapan itu. Dia sudah bersiap-siap jika memang si ibu hendak datang, maka dia akan nekat kabur lagi dari sana, entah bagaimana caranya.      

Namun, ternyata Danang malah mencegah Andrea untuk mendatangi Osaka demi menjemput Ivy. Hal ini tentu saja sangat melegakan bagi Ivy. Dia tersenyum di kamar mandi dan dia juga sadar bahwa Danang memandang ke arahnya beberapa saat lalu sebelum pria itu berjalan ke balkon.      

Ivy tidak tau apa yang dipikirkan Danang ketika menoleh ke arahnya tadi, namun dia dengan jelas bisa melihat Danang memandang ke dia, oleh karena itu, Ivy sengaja memposisikan dirinya lebih menarik dan provokatif.      

Sekelebat tadi sepertinya Ivy melihat wajah Danang memerah. Atau itu hanya imajinasi dia saja?      

Tujuh menit selanjutnya, Ivy keluar dari kamar mandi dan sudah memakai baju tidur. Sebuah tanktop tipis dan celana berbahan kaos dan pendek.      

Ivy berjalan menghampiri Danang di balkon. "Sudah."      

"Ohh, oke." Danang segera menoleh ke belakang, ke Ivy yang sudah muncul di ambang pintu balkon. "Gantian Om yang mandi, deh yah! Om juga gak nyaman karena udah keringetan dari seharian tadi. Kalo tidur bareng kamu en Om bau bangkai kan gak enak juga ma kamu, he he, takut kamu pingsan."     

"Tidak apa-apa bau bangkai." Ivy tersenyum kecil ke Danang.      

"Huss, jangan. Ha ha ha," jawab Danang dan ia pun melewati Ivy untuk pergi masuk ke kamar mandi.      

Ivy terus mengamati Danang sampai lelaki itu menghilang di balik pintu kamar mandi. Bau bangkai? Itu sudah biasa bagi Ivy. Bahkan dia juga tidak segan menciptakan bangkai itu sendiri. Kemudian Ivy pun masuk ke dalam dan menutup pintu shoji balkon dan menguncinya.      

Gadis vampir itu rebahkan tubuh ramping dia di atas kasur futon yang telah digelar oleh Danang sebelumnya. Untung saja ini bukan musim dingin, atau Danang akan meributkan dia yang memakai baju tipis untuk tidur.      

Tak sampai belasan menit, Danang sudah kembali dari kamar mandi. Maklum, lelaki memang terbiasa mandi cepat, berbeda dengan para perempuan. Danang sambil melangkah keluar dari ruang lembab itu sambil dia menggosok-gosok rambutnya yang basah dengan handuk.      

"Vy, tidur duluan aja, gih!" Danang memberikan alasan agar tidak perlu rebah sekarang dengan Ivy, yaitu dengan sengaja membasahi rambutnya. "Om masih harus nungguin dulu rambut Om kering." Ia menatap ke Ivy yang sudah rebah di futon.      

Namun, seketika Danang tercekat ketika melihat sosok ramping Ivy, hanya memakai celana pendek yang memperlihatkan kemulusan dan keindahan paha ramping di gadis secara nyata, dan juga ... astaga! Ternyata Ivy tidak memakai bra! Apalagi tanktop itu begitu tipis hingga Danang bisa melihat jelas cetakan puting dada si gadis.      

Kenapa tadi dia tidak menyadari itu ketika Ivy menghampiri dia di balkon? Kini dengan tergoleknya tubuh ramping Ivy dengan posisi mengundang seperti itu, bagaimana cara Danang menentramkan dirinya?      

"A-aku ke balkon dulu supaya rambutku cepat kering." Danang langsung saja kabur ke balkon.      

Ivy memiringkan kepalanya. Dia pun bangun dari rebah dan ikut ke balkon.      

"E-ehh?! Ivy! Kok ke sini? Gih masuk aja dan tidur, sana. Di sini dingin!" Danang kelabakan karena Ivy malah menyusul dia, apalagi ketika dia sudah menyadari bahwa Ivy tidak memakai bra, mata lelaki dia tak sengaja melirik tempat mencuat itu.      

Memang tidak sebesar Nadin, atau Andrea, namun dada Ivy tetap saja ada meski itu masih dirasa kurang oleh empunya. Ivy sepertinya tidak tau bahwa dada yang dia kutuk karena kecil itu sebenarnya sudah membuat Danang kelabakan.      

Kini Danang sibuk memaki-maki entah siapa, pokoknya dia merutuki hari ini kenapa harus mendapatkan godaan semacam ini dari anak sahabatnya pula! Berulang kali, Danang menyeru dalam hatinya: 'Aku bukan pedo! Aku bukan pedo! Aku bukan pedo! Fvck! Mata! Kondisikan mata elu, woi bangsat!' Ia terus merutuki dirinya karena beberapa kali malah melirik ke arah tonjolan di dada Ivy yang mencuat imut namun tetap saja menantang.      

Otak Danang bahkan mulai menggila dengan membayangkan benda seimut itu, bagaimana jika diremas tangannya? Pasti sangat pas dan ... FVCK, Danang! Stop! Ia memaki dirinya sendiri dalam hati.      

Untuk memurnikan pikirannya, Danang pun memilih menghadap ke lautan atap rumah di bawah sana. Jantung juga harus ditenangkan.      

"Aku tak mau tidur kalau Om belum tidur juga." Ivy bersikeras.      

"Astaga, Ivy ..." Danang sampai tak kuasa menyuarakan itu, padahal inginnya itu terucap dalam benak saja. Malah keluar melalui mulut. "Umm, Ivy ... Om beneran harus keringkan rambut Om dulu, nih! Lagi pula, ini udah malam banget, Vy, udah waktunya kamu tidur. Besok kamu seko-" Danang berhenti. Dia lupa kalau Ivy sedang dalam pelariannya. Mana sempat dia berpikir akan sekolah?     

Bodohnya kau, Nang!     

"Aku tunggu sampai rambut Om kering di sini." Ivy pun berdiri bersandar di tembok pembatas balkon, dua siku di taruh di atas tembok itu karena cukup rendah.      

Danang menghela napas. "Oke, ayo tidur." Ia tak tega membuat gadis itu tidur terlalu larut gara-gara dirinya.      

Ivy tersenyum senang. Ia mengangguk dan membuntuti Danang dan balkon kembali dikunci lagi. Keduanya pun sama-sama rebah.      

"Pakai selimut, yah!"     

Ivy menggeleng. "Tidak dingin."     

"Ehh? Masa sih?"     

Ivy mengangguk. "Panas." Lalu dia pun mulai rebah miring ke arah Danang. Akibatnya, bagian leher tanktop dia pun mengerucut dan menyebabkan belahan dada Ivy bisa terlihat di posisi Danang duduk saat ini di futon.      

Danang meneguk salivanya, berharap cepat pagi secara ajaib sehingga dia tidak perlu tersiksa. Jomblo begini amat, yak cobaannya, keluh Danang dalam hati sambil dia mulai baringkan tubuh dan memunggungi Ivy.      

Drepp!     

Danang kaget ketika dia merasakan salah satu kaki Ivy sudah ada di pinggul dia. Langsung saja dia balikkan tubuh. "Ivy?"     

"Aku butuh guling. Tak bisa tidur kalau tak ada guling." Ivy sepertinya sudah tau di sana tidak ada guling.     

Danang melongo. Tidak ada guling di penginapan ini. Hanya bantal saja. 'Ya Lord! Betapa besar cobaan darimu!' Danang ingin mewek ... tapi di hati saja.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.