Devil's Fruit (21+)

Sebuah Perasaan



Sebuah Perasaan

0Fruit 942: Sebuah Perasaan     4

Dante yang menyetir pun segera mencari tempat sepi di sebuah tempat di Osaka. Setelah mereka turun dari mobil dan yakin tidak ada seorang pun di sekitar mereka, segera saja mobil itu dihilangkan Dante.      

Setelah itu, mereka semua mulai melakukan perjalanan pulang menggunakan teleportasi. Ivy didekap Jovano sehingga bisa ikut terbawa teleportasi kembali ke mansion.      

Sesampainya di mansion, mereka sama-sama muncul di ruang tengah. Sudah ada Shelly, Kenzo, Kuro, Gavin, dan Kiran di sana.      

"Ndre ..." Shelly tersenyum lega melihat semua sudah kembali plus Ivy juga.      

"Tadaima, beb!" Andrea membalas senyuman Shelly dan mengucapkan kalimat khas orang Jepang ketika tiba di rumah setelah pergi. Ia pun mengeluarkan Zivena dari Alam Cosmo dengan menggunakan tenaga pikirannya.      

Gavin dan Kuro secara bersama-sama maju ke Ivy. Sempat ada kecurigaan dari Gavin pada Kuro yang ingin mendekat ke Ivy juga, tapi ketika dia melirik ke Kuro, dia tidak merasakan adanya energi negatif dari Kuro.      

"Ivy, maafkan aku, yah!" Kuro ternyata berkata demikian pada Ivy sambil dia meraih dua tangan putri sulung Andrea. Tangan si gadis vampir pun digenggam erat oleh Kuro dan mata si hybrid berbinar karena dia tulus meminta maaf ke adik angkatnya.     

Ivy menatap Kuro dengan tatapan datar seperti biasanya dan dia berkata, "Ya, Kak Kuro." Meski gadis itu tidak meminta maaf, tapi semua tidak memaksakan Ivy untuk melakukan seperti Kuro. Mereka sudah paham karakter asli sang gadis vampir.      

Semua di ruangan itu pun bernapas lega karena Kuro ternyata meminta maaf, bukan untuk memancing keributan lagi. Ivy pun juga mau menjawab Kuro. Ini sungguh menentramkan hati semua orang di ruangan itu.      

"Iv, kamu nggak apa-apa, kan?" Gavin kemudian mendekat ke Ivy dan bertanya penuh wajah cemas. Tadi dia sudah meminta untuk ikut ke Osaka, namun Andrea dan Jovano tetap ingin Gavin menjaga mansion saja.      

"Tidak apa-apa." Ivy menjawab Gavin dengan suara lirih.      

Setelah itu, maka Gavin pun mengantarkan Ivy kembali ke kamarnya di lantai atas, Andrea juga membopong tubuh pingsan Zivena diikuti Kuro karena kamar dua anak itu sama.      

Di kamarnya, Ivy masih terpekur diam dan dia hanya duduk memeluk lututnya saja di atas kasur. Gavin sudah kembali ke kamarnya sendiri.      

Ivy melirik tas dia yang menemani dia ke Osaka. Tas yang berisi barang-barang dia selama kabur. Tangan gadis itu pun meraih tasnya dan mencari sesuatu di dalamnya.      

Tangan gadis itu mengeluarkan sebuah benda. Ponselnya. Ivy menyalakan ponsel itu dan dia membuka galeri foto. Di sana, ada foto-foto Danang. Rupanya, Ivy sempat memotret Danang secara diam-diam, tanpa sepengetahuan sang lelaki dewasa itu.      

Senyum Ivy terbit ketika menatap wajah Danang dengan berbagai pose, bahkan ada pula pose ketika Danang sedang tertidur.      

Jemari lentik Ivy mengusap secara lembut dan hati-hati layar ponselnya di foto Danang. Gadis muda itu sepertinya sudah benar-benar jatuh cinta pada Danang. Ini yang membuat Ivy mulai mengalihkan perasaan dia dari sang kakak ke lelaki teman sang ibu.      

Ya, benar. Ivy memang menyukai Jovano, bukan sebagai kakak, namun lebih dari itu. Saat itu juga Ivy tadinya tidak menyadari perasaan dia pada Jovano. Dia hanya merasa bahwa dia tidak bisa apa-apa tanpa Jovano setelah sang ayah pergi tak kembali.      

Ivy yang selama hidupnya hanya dekat dengan sang ayah, Giorge, dan Jovano, kakaknya saja. Ketika Giorge tidak pernah kembali ke rumah, maka Jovano adalah satu-satunya pusat kehidupan bagi Ivy. Dia akan menempel pada sang kakak kapanpun ada kesempatan. Dia juga paling patuh pada ucapan Jovano.      

Namun, semenjak hadirnya Danang di hidup Ivy, gadis vampir itu mulai sedikit demi sedikit mengaburkan perasaan memuja dia pada Jovano. Sang kakak yang dijadikan pusat kehidupan dan juga membuat Ivy tertarik karena ketampanan serta kharisma si kakak, semenjak Danang hadir, sosok Jovano mulai tidak menjadi orang terpenting lagi baginya.      

Ketika Danang dan Ivy lama tidak bertemu sesudah mereka terakhir bertemu saat Danang datang di ulang tahun Zivena dulunya, Ivy sempat ingin mengubur dalam-dalam perasaan dia pada Danang karena dia merasa aneh sendiri karena menyukai lelaki yang sangat jauh dari umurnya. Apalagi Danang adalah pria seumuran ibunya.      

Ivy kembali memusatkan perhatian dia pada Jovano seperti semula karena dia merasa Jovano lebih masuk akal jika dia jadikan idola sekaligus kekasih hati. Dia sama sekali tidak memusingkan mengenai hubungan saudara dengan Jovano.      

Di pemikiran Ivy, yang namanya cinta adalah universal. Oleh karena itu, Ivy tidak memandang apakah dia dan Jovano saudara atau bukan, dia hanya tau bahwa Jovano adalah orang yang penting baginya.      

Tanpa disangka oleh Ivy, dia mendapatkan banyak masalah dengan orang sekitar dia dan juga puncaknya ketika dia diserang warganet mengenai suara Deandra. Ivy merasa sedikit kecewa karena sang kakak, Jovano, seolah tidak begitu perduli lagi padanya, tidak seperti dahulu dimana Jovano sangat melindungi dirinya.      

Ivy tidak tau bahwa alasan kenapa kakaknya akhir-akhir tidak terlalu memerdulikan dia adalah teman dekat dia, Nadin.      

Dikarenakan Ivy kecewa dan merasa down atas banyaknya masalah yang dia terima, maka dia pun teringat akan Danang dan menghubungi lelaki itu hanya untuk sekedar ingin mengobrol saja pada awalnya.      

Namun karena Danang berkata bahwa dia sedang ada pameran craft di Jepang, Ivy langsung bersemangat untuk menemui Danang. Maka dari itu, disusunlah berbagai rencana oleh Ivy agar dia bisa kabur dan tidak ditemukan.      

"Hghh ..." Kini, perasaan Ivy kembali berdengung untuk Danang. Ia sudah tidak lagi ingin menggantungkan harapan pada sang kakak, Jovano. Apalagi setelah Jovano tadi membentak dia begitu keras ketika mereka sedang berada di penginapan Danang. Semenjak itu, Ivy kecewa pada sang kakak dan memutuskan dia akan mengalihkan hatinya pada Danang saja.      

"Om, sedang apa?" tanya Ivy di telepon malam itu juga pada Danang ketika telepon dia diangkat oleh Danang.      

"Sedang akan tidur, Vy. Kenapa?" Danang menjawab dan suaranya malah mirip seperti orang baru terbangun.      

"Tidak kenapa-kenapa," sahut Ivy. Gadis itu tersenyum. Meski mendengar suara Danang saja dia merasa tentram.      

"Vy, bisa nggak kamu janji ama Om?" tanya Danang setelah berdehem agar menghilangkan suara serak dia sebelumnya.     

"Ya, Om."     

"Jangan kabur lagi dari rumah, yah!"     

"Um ... oke."     

"Kalau kamu kepingin cerita apapun ke Om, hubungi Om. Pasti Om bakalan dengarin kamu cerita. Kalaupun Om lagi ke Jepang, pasti Om akan kasi tau kamu, tapi kamu gak boleh datang sendirian kayak kemarin, atau Om gak mau lagi hubungi kamu."     

"Um ... oke."      

"Ivy sekarang bobok, gih! Udah selarut ini loh! Yah!" bujuk Danang.     

"Oke, selamat malam, Om."     

"Malam, Ivy."     

-0-0-0-0-     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.