Devil's Fruit (21+)

Menanamkan Memori Palsu



Menanamkan Memori Palsu

4Fruit 960: Menanamkan Memori Palsu      0

"Pertama, api hitam bisa menembus array. Kedua, dia memiliki ilmu array lebih kuat dari Mama." Shiro menyebutkan dua hal yang ada di otak dia mengenai kenapa sosok misterius yang menyerang menggunakan api hitam bisa menembus array yang dibuat oleh Andrea.      

Andrea, Dante, dan Kuro sama-sama terdiam mendengar apa yang disampaikan oleh Shiro. Kedua asumsi dari si hybrid putih itu masuk akal semua, tapi mereka tidak tau mana yang lebih tepat untuk menjadi jawaban atas keanehan ini.      

"Hm, lebih baik kita kembali ke mansion dulu saja. Apalagi Ivy dan Zivena ada di alam Cosmo, kan?" Tuan Nephilim mengingatkan. Dia sebelumnya sudah diberitahu mengenai itu.      

"Jangan lupakan tentang Danang juga, Dan." Andrea menyebutkan sahabat masa kecil dia.      

"Hm, ya." Dante menggumam kecil ketika nama itu disebut.      

Andrea melirik suaminya. "Jangan bilang kamu masih cemburu ama Danang, deh Dan?" godanya sambil menusuk lengan sang suami menggunakan ujung telunjuknya. Ia terkekeh sambil menatap Dante yang membuang pandangan ke arah lain. "Yaelah, Dan, kan itu dulu banget, dan itu aja Danang kepengaruh ama bau aku, ya kan?"     

"Tsk, entahlah." Dante tak bisa menatap istrinya dan ia bersiap kembali ke mansion.      

Kemudian, mereka berempat pun kembali ke mansion. Hari juga sudah hampir petang. Andrea sudah membawa dua onggokan abu tadi dan menaburkannya ke laut terdekat sambil berdoa dan meminta maaf pada dua gadis tersebut yang menjadi korban.      

Di mansion, Jovano belum muncul. Seperti biasa, pria itu masih dimabuk cinta dan biasanya akan pulang di malam nanti sebelum jam 9, karena Andrea sudah memberi ultimatum padanya, jika dia pacaran sampai terlalu larut, maka Andrea akan mengganggu mereka.      

Dan setelah tiba di mansion, mereka mulai berkumpul di ruang tengah yang luas. Andrea mulai mengeluarkan Zivena dan Ivy, serta Danang yang sedang tertidur karena sengaja dibuat pingsan oleh Andrea.      

"Ivy daritadi jagain Om Danang, kan?" tanya Andrea ke anak keduanya.      

Ivy mengangguk dan dia memandang Danang yang kini sedang ditidurkan di salah satu sofa di ruang tengah.      

"Dari tadi Kak Ivy telaten sekali menunggui si Om ini, Mam." Zivena yang cerewet berbicara untuk memberikan laporan yang terjadi tadi di alam Cosmo.     

"Oh ya?" Mata Andrea membola lebar dan senyumnya tercipta di wajah cantiknya dan kemudian dia menatap Ivy sambil berkata, "Terima kasih, yah Ivy, udah jagain temannya Mama."      

Ivy hanya senyum samar dan mengangguk saja sambil dia masih memandang Danang yang masih terpejam tak sadarkan diri. Satu tangannya mengelus-elus rambut yang jatuh ke dahi Danang. Andrea memandang itu secara terharu sekaligus heran. Ohh, mungkin saja itu sikap Ivy yang didasari atas rasa terima kasih gadis vampir itu pada Danang karena sudah menolong selama kabur beberapa waktu lalu.     

Lagi-lagi, Andrea tidak bisa peka melihat hal seperti asmara. Tidak heran, karena dulu juga dia tidak paham bahwa Dante menyukai dia selama awal-awal di alam Feroz.      

Namun, semua gerak gerik dari Ivy selalu diamati oleh Shiro tanpa diketahui siapapun. Hybrid putih ini memang seorang pengamat yang tajam dan dia selalu bergerak dalam senyap. Mirip ular, pandai diam mengintai mangsanya dan bergerak diam-diam tanpa disadari siapapun.      

"Oke, sini Mama sadarin dulu Om Danangnya." Andrea pun mendekat ke Danang. Ivy tidak mau pindah menyingkir dan tetap bertahan duduk di sebelah kepala Danang. Andrea tidak bisa berkata apa-apa dan mengalah dengan menekan dahi Danang sedikit menggunakan ibu jarinya.      

Tak berapa lama, Danang pun perlahan-lahan membuka matanya, berusaha bangun dibantu oleh Ivy dan agak bingung. "Kok aku bisa ada di sini?" tanya dia.      

Karena akan sangat susah untuk memberikan alasan pembohongan kepada Danang, akhirnya Andrea pun berlutut di depan Danang. "Nang, sini liat ke mata gue."     

Danang yang masih bingung, hanya bisa patuh dan menatap mata Andrea seperti yang diminta oleh si Cambion. Setelah berhasil mengunci pandangan Danang, Andrea pun memasuki ruang kesadaran Danang dan dia mulai memberikan sugesti dan memori palsu di sana.      

Andrea menggunakan kekuatan Razum dia agar Danang mau mengikuti apapun yang diminta pikiran Andrea. "Danang, ingat, tadi kamu ama kita enggak kemana-mana." Andrea sengaja melafalkan penanaman memori palsu dia ke otak Danang agar semua di ruangan itu mendengar dan bisa bekerja sama untuk menguatkan memori palsu itu. "dan kita dari tadi di sini aja, ngobrol asik ama semuanya ampe malam gini."     

Setelah selesai, Andrea pun tersenyum dan bangkit dari berlututnya, sebelum sang suami akan cemburu nantinya.      

Danang yang baru saja diberi penanaman memori palsu hanya memandang santai ke semua orang yang ada di sekitar dia. "Wah, sampai dimana tadi kita ngobrolnya?" tanyanya sungguh lugu.      

Zivena sampai harus mati-matian menahan tawa dia. Lihat saja, gadis cilik itu mengulum bibir dia kuat-kuat agar tidak memburaikan gelak tawa dia.      

"Ohh, yang tentang elu ngompol waktu ditakut-takuti anjingnya pak RW itu loh, Nang!" Andrea langsung saja menyebutkan salah satu kenangan masa kecil dia dengan Danang di kampung tengah kota besar tempat mereka besar bersama.      

"O-oii! Ngapa sih musti ngobrolin tentang aib kayak gitu, Ndre!" Danang mendelik protes, sementara Andrea tertawa lepas, diikuti oleh Zivena pula. "Lah, ini bocah malah kenceng bener ketawa dia kayak dia liat aja gimana kejadiannya?" Danang terheran-heran pada Zivena.      

Padahal Zivena meluapkan tawa yang dia pendam sejak tadi, bukan karena cerita acak dari ibunya.     

"Oh ya, Nang, malam ini lu mendingan tidur sini aja, yak!" Andrea menawarkan demikian karena dia sadar bahwa Danang tadi pagi berkata bahwa dia harus ke bandara sore hari karena tiket pulang dia di malam hari.      

Danang yang teringat akan itu langsung menepuk dahinya. "Ya ampun, iya! Tiket gue, astaga! Gimana, nih? Masih sempat, gak ke bandara jam ini?"     

"Yah, gak bisalah, Nang!" Andrea menyahut. "Makanya cancel aja dah pulang malam ini, besok gue beliin tiket, deh! Mo pagi, atau siang?" tawar Andrea. "Ntar lu tidur sini aja."     

"Ahh, ogah tidur di sini, ntar lu grepe-grepe gue lagi kayak dulu." Sumpah, ini Danang hanya bergurau saja, tapi Tuan Nephilim sudah menatap tajam ke arahnya. Seketika Danang menelan salivanya, pasti dia salah bicara, ya kan?     

Andrea yang melongo atas jawaban Danang yang terbiasa ngaco pun hanya bisa menampar kepala si teman masa kecil. "Jangan fitnah gue, dong! Noh lakik gue bisa salah paham!"      

"Aahh! Ampun, Pak! Ampun! Tadi saya cuma bercanda! Sumpah!" Danang buru-buru tangkupkan dua tangan di depan wajah dengan sikap meminta maaf ke Dante.      

Tanpa disadari, Ivy juga sebenarnya berwajah seperti Dante, tapi tidak ada yang menyadari. Kecuali Shiro.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.