Devil's Fruit (21+)

Secret Admirer



Secret Admirer

2Fruit 962: Secret Admirer      4

Danang terlihat berpikir sambil tatap gipsum di plafon kamar Jovano. "Yah, susah kalau menentukan mana yang paling cantik, karena mereka kan punya kelebihan masing-masing, Jo."     

"Aku tanyanya yang menarik hati Om. Yang memikat Om ampe rasanya Om tuh kepingin punya istri seperti dia, gitu." Jovano terus mengorek sambil matanya melirik cepat ke Ivy.      

"Hm, mungkin yang orang Asia aja, yah. Tapi pengin yang bodinya seksi. Ehh, gak apa kan ini ngomong gini ada Ivy?" Danang melirik ke Ivy.     

Ivy dan Jovano sama-sama terkejut. Mereka bertanya-tanya dalam hati masing-masing, kenapa Danang bertanya demikian? Apa sangkut pautnya dengan gadis vampir itu?     

Apakah Danang sudah menyadari perasaan Ivy padanya?     

"Maksud Om ... kita gak apa-apa gitu ngobrol macam gini di depan cewek? Apalagi yang masih ABG banget kayak himecchi." Danang menjelaskan maksud ucapan dia sebelumnya. Ternyata bukan karena Danang mengetahui perasaan Ivy tapi lebih ke pantas atau tidaknya saja.      

"Ivy sweetie gak apa-apa, kan?" Jovano menoleh tegas ke sang adik yang sedikit tundukkan pandangan dan mengulum bibirnya dengan raut suram.      

Ivy menggeleng. Gadis itu mencoba bersikap wajar tapi mata tajam Jovano bagai elang tidak bisa dibohongi bahwa gadis itu kesal. "Tidak apa-apa. Bicara saja, Om, katakan saja perempuan idaman Om seperti apa? Apakah yang berkulit putih? Berdada montok? Berparas sangat cantik?"     

Danang meneguk salivanya. Kenapa rasanya ada nada kesal di ucapan Ivy, yah? Dia jadi heran sendiri. "Ehh, umm ... ngobrolin lainnya lagi aja, yuk!" Danang mengiranya Ivy kesal karena dia dan Jovano sedang membicarakan perempuan.      

Yah, biasanya kan perempuan merasa insecure jika lelaki yang sedang bergerombol bersama membicarakan perempuan lainnya dan apalagi mengenai bentuk fisik perempuan pula.      

Ivy berlagak santai, buang muka. Jovano kini mulai merasa yakin akan sesuatu.      

Malam itupun diisi Danang untuk bercerita apapun kecuali mengenai topik wanita idaman. Dia sangat kaget ketika Ivy menyebutkan ciri-ciri wanita yang memang menjadi dambaan dia. Wanita yang mirip dengan karakteristik ... Andrea.     

Esok harinya, Danang terbangun di jam 6 karena dia mendengar suara Jovano yang sibuk sana sini untuk persiapan pergi. "Jam berapa sih ini, Jo? Kayaknya masih gelap?" Suara serak Danang muncul gara-gara melihat Jovano sibuk mondar-mandir di kamar itu.      

"Ehh, Om. Maaf Om kalo ampe bikin Om kebangun." Jovano jadi merasa bersalah. Padahal dia sendiri merasa sudah memelankan suara, tapi ternyata masih terdengar juga oleh Danang yang masih tidur.      

Danang akhirnya duduk dan berusaha buka matanya setelah mengucek sebentar. "Sepagi ini mau ke mana, Jo? Emangnya ada kuliah jamnya sesubuh ini?"     

Jovano terkekeh kecil dan menjawab, "Ini udah bukan subuh, kok Om. Udah jam 6 lebih."     

"Lha iya, memangnya mo ke mana sepagi ini? Perasaan jam kuliah itu gak sepagi gini, deh! Kamu gak side job jadi tukang sapu kampus, kan Jo?" Danang kerjap-kerjapkan mata agar lebih fokus menatap sekitarnya.      

"Ha ha ha, enggak lah, Om. Bisa ditabokin Mom ntar." Jovano pun menyemprotkan parfum dia dan berkaca sekali lagi untuk melihat tatanan rambut dia.     

"Mo kecengin cewek yang mana, Jo?" Akhirnya Danang pun paham akan gelagat Jovano.      

Jovano terkejut juga dan dia tertawa canggung. "Kok Om bisa tau?"     

"Taulah. Kan Om gak langsung setua ini waktu nongol di dunia." Danang ikut terkekeh tapi dengan senyum diagonal.     

"Sama-sama pelaku juga, yah Om?"     

"Ha ha ... ada deh, pokoknya."      

"Ya udah, aku mo bertugas dulu, yah Om! Biar kagak dipecat! Ha ha ha!"      

"Ya, selamat bertugas. Ati-ati di jalan."     

Jovano pun melambaikan tangan pada Danang. Pria seumuran Andrea itu pun kembali rubuhkan tubuhnya ke kasur sambil menguap dan memeluk guling.      

Tukk! Tukk!     

Terdengar ketukan di pintu. Lalu kepala Ivy muncul dari balik pintu.      

"Ehh, himecchi." Danang kembali bangun duduk di ranjang dan kerjap-kerjapkan matanya agar tidak lagi merasa mengantuk. "Himecchi udah bangun, yah?" Pertanyaan konyol, tapi sangat sering dilakukan banyak orang.      

Ivy hanya mengangguk sebagai jawaban atas pertanyaan Danang, meski sebenarnya dia bukannya baru bangun, tapi dia belum tidur. Yah, bagi seorang vampir, tidak ada kebutuhan khusus untuk tidur.      

Apalagi Ivy merasa sangat berdebar-debar dengan adanya Danang di mansion sehingga menyebabkan dia jadi semakin memiliki pilihan untuk tidak tidur tadi malam. Oleh sebab itu, dia langsung tau ketika kakaknya sudah pergi keluar dari kamar, dan itu tandanya giliran dia untuk bersama dengan Danang.      

"Sini, himecchi." Danang menepuk tempat di sebelah dia. Bukan bermaksud untuk mesum, tapi hanya sebuah keramahan saja.      

Tapi Ivy menganggap itu sebagai respon Danang atas perasaan dia. Segera saja dia menduduki tempat kosong di samping Danang dan memandang si pria sambil wajah penuh dengan senyum. "Om sudah bangun."     

"Iya, gara-gara kakakmu geradak-geruduk mo ngapelin cewek pagi gini." Danang dengan entengnya berkata demikian.      

"Ngapelin? Apa itu?" Kepala Ivy dimiringkan karena dia tidak paham kosakata yang diucapkan oleh Danang. Gadis vampir ini memang lebih terbiasa dengan kosakata baku bahasa Indonesia, makanya dia tidak pernah menggunakan bahasa gaul. Dia sekaku ayahnya dalam memilih kata. Hanya perbedaan mencolok mereka adalah, sang ayah sangat ramah dan murah senyum.      

"Ohh, sori. Ngapelin itu ... bertandang khusus kepada pacar atau gebetan." Danang menjelaskan dengan bahasa yang sekiranya bisa dipahami Ivy yang lahir dan besar di Jepang, meski kakaknya fasih dengan bahasa gaul Indonesia. Mungkin tidak terbiasa saja Ivy dengan bahasa slang Indonesia.     

"Gebetan?" Nah, kan ... Ivy bingung lagi.     

"Gebetan itu ... orang yang sedang disukai, tapi bisa jadi belum pacaran, cuma sekadar ... crush ... atau malahan secret admirer." Danang mencampur dengan bahasa Inggris, siapa tau itu bisa lebih memudahkan pengertian Ivy.      

"Ohh, seperti orang yang kita taksir?" Ivy menyebut.      

"Ahh, iya, orang yang kita lagi taksir." Danang mengangguk.      

"Apa Om punya orang yang Om taksir? Om punya gebetan?" tanya Ivy penuh ingin tau.      

Danang agak dilema juga mendengar pertanyaan Ivy. Takut ini hal yang tidak pantas diceritakan pada gadis usia 13 tahun begitu. "Umm ... gimana, yah?"     

"Ohh, Om sudah punya gebetan rupanya ..." Wajah Ivy mulai suram.      

"Ehh, enggak! Enggak, kok!" Danang spontan saja menjawab sambil goyang-goyangkan telapak tangan tanda penyangkalan.      

"Apa Om pernah naksir orang?"     

"Pernah, dong."     

"Siapa?"     

"Hm, rahasia lah ... he he ..."     

"Orang Indonesia?"     

"Iya."     

"Sejak kapan Om naksir dia?"     

"Hm, sejak Om seumuran kamu, sih."     

"Lalu?"     

"Gak bisa lagi."     

"Kenapa?"     

"Karena dia udah punya suami dan anak."     

"Apa dia tau Om suka dia?"     

"Kayaknya sih enggak. Ini cuma ... sekedar secret admirer aja, sih! Cinta diam-diam dan akhirnya Om pendam aja. Kubur dalam-dalam." Lalu ... sosok Andrea pun muncul di benak Danang.      

Ivy terdiam, sangat ingin tau siapa orang itu tapi Danang menolak membeberkannya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.