Devil's Fruit (21+)

Berjumpa Deity Kuil Tua



Berjumpa Deity Kuil Tua

2Fruit 931: Berjumpa Deity Kuil Tua      4

"Ivy kok tumben jam segini belum pulang, yah?" tanya Andrea ketika menilik jam di dinding sudah menunjukkan di angka 9 malam. "Apa dia punya kegiatan ekstra di sekolah? Atau dia ke Adora dan aku tadi gak ketemu, yah?"     

Jovano yang baru saja pulang dari kencannya dengan Nadin pun bersiul santai masuk ke rumah. Dia segera dihadang sang ibu. "Jo, coba gih cari adikmu, dia belum pulang dari tadi jam sekolah."     

"HAH?!" Jovano terperanjat.     

Malam itu, Andrea dan Jovano segera mencari Ivy dengan menggunakan indera pelacak mereka masing-masing. Pertama-tama, mereka mencari dulu ke sekolah si gadis kecil dan ternyata di sana tidak ada aura Ivy.      

Kemudian, Andrea mulai berkonsentrasi dan menebarkan radar dia ke penjuru Tokyo. Tidak berhasil mendapatkan secuilpun aura Ivy. "Jo, apa kau menemukan sesuatu?"     

"Sebentar, Mom." Jovano sudah berdiri di puncak sebuah gedung tinggi dan dia mengedarkan radar pelacak dia, memejamkan matanya untuk fokus pada aroma Ivy. Kemudian dia pun membuka matanya dan menatap sang ibu. Ia menggeleng. "Tidak ada, Mom."     

"Kok bisa gitu, sih?" Andrea panik. Dia terus menyingkirkan pikiran buruk seperti Ivy sedang diculik oleh iblis lain? Atau bocah perempuan itu diculik lagi oleh para vampir yang ingin melenyapkan dia? "Tidak! Tidak! Aku yakin anakku itu baik-baik saja, hanya dia sedang berada di sebuah tempat yang sepertinya susah terjangkau oleh radarku." Andrea terus membisikkan itu sambil terus mencoba dan mencoba meraih apapun aura dari Ivy.      

Tiba-tiba saja, sang Cambion dan putranya mendapatkan aura dan aroma dari Ivy di sebuah pelosok Tokyo.      

"Di sana, Jo!" Andrea menyebutkan sebuah area terpencil di Tokyo, dan mereka berdua berubah menjadi transparan agar bisa terbang dengan mudah tanpa dilihat oleh mata manusia biasa. Mereka meloncat terbang dari satu atap gedung ke atap gedung lainnya.      

Hingga akhirnya mereka tiba di tempat tersebut yang ternyata merupakan sebuah kuil tua di pinggir kota.      

"Yakin nih Mom kalo Ivy ada di sini?" tanya Jovano ketika dia sudah tiba di halaman kuil tua yang sudah terbengkalai di situ.      

"Aku dapat aura dia di sini, Jo. Kamu juga bisa rasain itu tadi, ya kan?" Andrea menoleh ke putra sulungnya untuk memastikan bahwa tidak dia saja yang mendapatkan "bau" dari Ivy.      

"Iya, sih. Aku tadi juga ngerasain aroma dia ke arah ini ..." Jovano terus saja mengendus udara, berusaha menemukan jejak bau Ivy. "Tapi ... kenapa kok sekarang jadi kayak memudar gitu yah Mom bau dia? Padahal tadi ketahuan banget di sini, loh!" heran Jovano.      

Mereka berdua baru saja melangkah lebih masuk ke dalam kuil ketika langkah mereka dihadang sebuah berkas cahaya pekat warna biru terang. Bahkan ada geraman di depan mereka.      

"Siapa?" tanya Andrea yang merasa ada aura pekat sosok lain selain mereka namun itu bukan Ivy.      

"Kau yang harusnya menyatakan siapa dirimu! Grrhhh ..." Sosok yang masih tersembunyi itu menggeram sambil menyahut ucapan Andrea.      

"Kau ... apakah kau penunggu di kuil ini?" Jovano mencoba berpikir ala orang Jepang yang memang mengakui bahwa tiap kuil mereka memiliki semacam penunggu.      

"Penunggu, katamu?!" Suara berat dan dalam itu tiba-tiba melengking tinggi ketika berseru menggelegar, membuat Jovano dan Andrea harus menutup telinga mereka saking kerasnya menusuk gendang telinga. "Kau berani katakan aku ini penunggu, hah?!"     

"Maaf kalau anakku salah menyebutmu." Andrea lekas meminta maaf agar keadaan tidak lebih runyam. "Lalu, apakah dirimu? Ohh, aku lupa perkenalkan diri, aku adalah Andrea, anak dari King Incubus dari Underworld."      

"Huh?! Underworld?" Sosok misterius itu tampak kebingungan dari nada suaranya. "Maksudmu ... kau dari Yami?" tanya sosok yang masih belum menampakkan wujudnya itu.      

"Yami?" tanya Andrea yang kini malah bingung juga. Ia menoleh ke putra sulungnya di sebelah dia.      

"Yami itu maksudnya dunia kegelapan, Mom." Jovano teringat akan arti 'yami' di banyak literasi Jepang.      

"Maksudmu ... neraka, gitu?" tanya Andrea ingin memastikan.      

"Yah, semacam itu." Jovano mengangguk.      

"Tapi, Jo, Underworld kita kan bukan neraka. Beda, lah!" Andrea berbisik ke Jovano.      

"Yah, kan dia kagak tau apa-apa soal Underworld, Mom." Jovano menjawab dengan bisikan pula.      

"Hei, kalian belum menjawabku. Apakah kalian dari Yami?" Sosok itu rupanya masih menunggu jawaban dari Andrea dan Jovano.      

"Ano ... Yami kami sepertinya berbeda dari Yami kamu, tuan ... aku harus memanggil kamu apa kalau begitu?" Andrea berusaha sesopan mungkin pada sosok yang siapa tau mengetahui keberadaan putrinya yang sedang kabur.      

"Aku adalah Yang Mulia Bishamonten, dewa di kuil ini. Tunduklah padaku dan akan aku berkahi kau dengan perlindungan dan akulah sang penghukum!" Suara berat itu mendadak terdengar penuh akan kebanggaan.      

"Huh?" Jovano agak kernyitkan alisnya mendengar nama dari sosok itu. Apa dia tidak salah mendengar? Bishamonten? Bishamon? Bukankah di sebuah anime yang dia tonton, sosok Bishamon itu berwujud wanita dewasa dan gagah berani? Tapi ternyata itu adalah seorang lelaki jika menilik dari suaranya? Hm, sepertinya tidak semua tokoh anime itu benar dan nyata sesuai fakta.      

"Kenapa, bocah muda? Kau meragukan Yang Agung ini?" Deity penjaga kuil itu pun menaikkan suaranya lebih besar.      

"Umm ... tidak, tidak begitu, Tuan Bishamon." Jovano lekas mengoreksi ucapannya ketimbang dia harus repot-repot berurusan dengan salah satu deity kuil Jepang.      

"Tuan Bishamonten, apakah kau melihat ada bocah perempuan lewat di tempat ini sebelum ini? Sekitar ... beberapa saat lalu?" tanya Andrea penuh harap.      

"Kalian hanya mengganggu istirahatku hanya ingin menanyakan itu semata?!" Deity yang mengaku bernama Bishamonten itu menggelegarkan suaranya.      

"Maafkan kami jika kami mengganggu tidur Anda, Tuan Bishamon." Jovano lekas menyahut dengan tutur santun. "Dia adalah adik kami yang tercinta, sedang hilang dari rumah dan aura dia ada di sini ketika kami sedang melacaknya."     

"Hrrmmhh ..." geram Bishamonten.      

"Kami janji, jika Anda bisa memberitahu keberadaan adik kami itu, maka kami akan menyuarakan pada masyarakat Jepang untuk memberi banyak sesajen pada Anda." Jovano dengan yakin mengucapkan itu, karena dia melihat sendiri kondisi kuil itu sudah tua dan rusak serta sepertinya sudah ditinggalkan, tidak lagi dikunjungi siapapun jika menilik dari tebalnya debu dan banyaknya sarang laba-laba di beberapa sudut.      

Sang Cambion menoleh ke anak lelakinya dan ternganga. "Jo?"     

"Sshh, Mom, percayakan saja ini padaku." Jovano memberi bisikan lirih ke ibunya yang tampaknya tak paham apa yang sedang Jovano lakukan.      

"Hrrmmhh ... membuat orang-orang kembali datang ke sini dan memberi banyak persembahan padaku, yah?" Bishamonten itu seolah sedang menimbang-nimbang sesuatu.      

"Ya, kami akan melakukannya asalkan Anda bisa menunjukkan pada kami keberadaan adikku." Jovano mengangguk.      

"Dia ke arah selatan sana," ucap Bishamonten itu secara santai.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.