Devil's Fruit (21+)

Mata-Mata Kencan



Mata-Mata Kencan

0Fruit 925: Mata-Mata Kencan      3

Suasana itu sungguh membangkitkan rasa haru dan pesona. Ketika mereka sedang berbicara sambil saling menatap, di keremangan suasana, Jovano kembali mendekatkan wajahnya ke Nadin.      

Gadis itu membeku, dan tersadar ketika bibirnya sudah tersentuh bibir Jovano. Bahkan Jovano tidak hanya mengecup namun juga melumat bibir kenyalnya.      

Godaan dari bibir Jovano mengakibatkan Nadin mulai membalas cumbuan Jovano.      

Namun, baru saja Jovano merasakan eforia atas pertemuan bibir mereka, dia harus kecewa karena Nadin telah menarik kepalanya kembali ke tempat semula dan mendadak mereka menjadi sama-sama canggung.      

"U-umm ... ehem!" Jovano berdehem tanpa bisa dia tahan atas momen kikuk ini. Pandangannya gelisah menatap ke luar. "Pemandangan ... sangat bagus."     

Nadin yang merah merona merundukkan tatapannya ke bawah dan sesekali melirik ke arah luar dan berkata dengan canggung pula, "Umm, yeah, itu ... ehm ... bagus. Iya, bagus."     

Mereka berdua sama-sama kikuk dan salah tingkah setelah adanya ciuman pertama tadi. Bahkan Nadin tidak berani menatap Jovano lagi dan dia duduk gelisah di kapsul kincir raksasa itu sampai mereka akhirnya bisa turun dan keluar dari sana.      

"Ma-maaf." Jovano tidak bisa tidak merasa bersalah karena mengira bahwa Nadin mungkin saja belum siap menerima tindakan tadi darinya. Kini mereka berjalan berdampingan secara aneh.      

"Umhh ... tidak, tidak apa-apa." Nadin masih belum bisa menatap Jovano. "Kau ... kau tidak bersalah. Tidak, kok!" Gadis kepala merah muda itu mengangkat bahunya dengan kikuk dan memasukkan dua tangan ke dalam saku celana kapri dia, berusaha bertingkah sewajarnya, meski itu sebenarnya sulit.      

"Aku ... aku takkan ... yah, kau tau ... yang tadi ... umm, kalau kau tidak menyukainya, umm ..." Jovano sampai kehilangan kelimat keren dia saat ini. Benar-benar tak tau bagaimana harus merangkai kalimat yang tepat untuk diberikan pada Nadin, sang pacar.      

"Tidak, jangan merasa bersalah. Aku ... aku saja yang ... ummhh ... terlalu naif mengenai itu, umh yeah ... begitulah." Nadin tertunduk menatap jalanan yang mereka tapaki.      

Sesampainya di mobil pun keduanya masih terlihat canggung, saling kikuk. Dan Jovano mengantar gadisnya hingga ke depan pintu apartemen sang kekasih.      

"Umm, terima kasih atas kencan malam ini, Nad. Aku ... aku sangat menyukainya. Sangat, sangat menyukainya. Umm, kuharap kau juga menyukainya." Jovano mengucapkan kalimatnya ketika gadis itu sudah membuka pintu unit apartemen dia.      

Nadin secara malu-malu menatap Jovano dan tersenyum kikuk. "Aku ... aku juga menyukainya. Sungguh, umhh ... ini ... ini adalah pertama kalinya aku berkencan dengan seorang lelaki. Ough, bukan berarti aku pernah kencan dengan perempuan, tidak begitu!" Nadin mulai kacau berkalimat. "Aku ... aku hanya ingin berkata, aku menikmati hari ini. Terima kasih, Jov."     

"Apakah besok pagi aku masih boleh datang lagi untuk mengantarmu sekolah dan menjemputmu sepulangnya?" tanya Jovano penuh harap. Ia terus menatap wajah cantik sang kekasih.      

"Y-ya, tentu saja kau boleh melakukan itu. Kenapa tidak? Aku akan sangat senang." Nadin tersenyum pada kekasihnya.      

"Oke, sampai bertemu besok pagi, Nad."     

"Sampai bertemu besok, Jov. Ohh, dan jangan lupakan kesepakatan kita, jangan sampai Ivy tau mengenai kita."     

Jovano mengangguk dan menyahut, "Ohh, ya benar, dia tidak perlu tau mengenai kita begini." Lalu dia melambaikan tangan saat Nadin masuk dan menutup pintu apartemen. Sang pangeran muda pun turun ke bawah dan berlari riang ke dalam mobilnya.      

Putra sulung sang Cambion bersiul-siul senang ketika dia sudah mencapai jok kemudi dia.      

"Senang sekali rasanya hari ini, yah Jo."      

"ASTAGA!" teriak Jovano sambil meloncat menempel ke jendela ketika sadar bahwa di jok belakang sudah ada ibu dan ayahnya duduk di sana. "Kalian, astaga! Bisakah kalian tidak melakukan seperti itu?"     

"Kenapa, Jo?"     

"Dad, coba andaikan aku saking kagetnya dan melemparkan api hitam ke kalian, bukankah akan konyol?" Jovano mengelus dadanya sambil dia memutar bola matanya karena kesal.      

Andrea, sang ibu, terkikik geli melihat respon sang anak. "Setidaknya sekarang kami jadi tau kalo kamu lagi kencan. Ken-can. K e n c a n," goda sang ibu. "Cieee ... cieeee ... bocah ini sekarang udah punya pacar!"     

"Mom, give me some space! Untuk apa kalian di sini? Kenapa membuntuti aku?" Jovano menyampaikan protes dia.      

"Kami hanya sedang kebetulan jalan-jalan dan melihat mobilmu di daerah ini." Tuan Nephilim memberikan alasan.      

"Ohh, come on, Dad ... bisa berikan alasan yang lebih keren lainnya? Yang lebih bisa membuat aku mengangguk-angguk percaya meski agak dusta sedikit, gitu loh!" sindir sang anak.      

"Ha ha ha ... chill out, Jo. Jangan marah, Nak. Kami hanya ingin mengetahui apakah kau baik-baik saja hingga jam segini belum juga tiba di rumah." Dante terkekeh geli melihat eskpresi kesal putra sulungnya.      

"Memangnya ini sudah tengah malam, kah? Sampai-sampai kalian harus mencariku?" tanya Jovano sambil melirik jam tangan di tangan kirinya. "Look! Ini masih jam 8 lebih! Kalian tidak akan mengatakan bahwa aku masih terlalu kecil untuk berkencan sampai jam segini, kan?"     

"Ha ha ha, Jo, santai, dude!" Andrea menepuk bahu sang putra dari belakang. "Ayo, jalankan saja mobilmu, Jo."     

"Apa kalian pikir aku ini sudah mirip supir taksi?" Jovano mengerling kesal ke belakang. "Maju ke depan sini salah satu dari kalian!" Ia sebal karena jika hanya dia yang berada di depan, dia seperti supir saja.      

Ibunya terbahak ringan sebelum akhirnya secara magis, sang Cambion berpindah duduk di depan, di sebelah sang putra.      

"Nah, sekarang, beritahu aku, ada apa sampai kalian mencariku gini." Jovano pun mulai jalankan mobilnya ke jalan raya.      

"Sepertinya anak kita ini terlalu jenius untuk menebak sesuatu, sayank." Dante berkata dari jok belakang.      

"Yeaahh, anak gue, geto!" Andrea menaikkan dagunya.      

"Come on, siapa yang mau spill the tea?" tanya Jovano sambil terus menyetir.      

"Ivy meminta pada Mama agar dia dimasukkan ke divisi suara dan dia hendak menjadi penyanyi." Andrea akhirnya buka suara.      

"Ohh!" Jovano agak kaget juga mendengar informasi dari sang ibu. "Jadi dia sekarang ingin jadi penyanyi?"      

"Ya, dia sudah beberapa kali mengunggah suara dia menyanyikan semacam cover song di kanal Yutub dan Instagramm dia. Dan tanggapan orang-orang sangat beragam."     

"Ada yang terus mengatakan suara dia mirip dengan suara Deandra."     

"Lalu, bagaimana jawaban Ivy mengenai tuduhan itu?"     

"Dia tidak menjawab apapun dan hanya mengucapkan terima kasih karena mendapatkan pujian dari warganet."     

"Lalu, apa yang akan Mom lakukan dengan permintaan dia?"     

"Well, aku ingin minta pendapatmu. Kau yang paling mengerti dia, Jo."     

"Hm, kalau begitu ... berikan saja apa yang dia mau daripada runyam dan dia bisa berbuat kegilaan lainnya." Jovano menjawab sang ibu. Jawaban yang membuat ibu dan ayahnya terdiam beberapa saat.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.