Devil's Fruit (21+)

Cinta Butuh Pengorbanan



Cinta Butuh Pengorbanan

4Fruit 886: Cinta Butuh Pengorbanan     
0

Tok! Tok! Tok!      

Terdengar bunyi ketukan di pintu, dan ketika pintu dibuka, muncul kepala Gavin. "Aku boleh masuk dan ikut bicara bersama kalian?" Ia harus bertanya dulu karena tidak ingin Ivy marah.      

"Masuk aja, Gav!" seru Jovano pada teman masa kecilnya sebelum sang adik mengucapkan penolakan atas kedatangan Gavin. Ia menoleh ke Ivy. "Yuk, kita obrolin aja sekalian dengan Gavin di sini, yak Ivy sayank ..."     

Ivy yang awalnya hendak memprotes sang kakak yang memperbolehkan Gavin untuk masuk, tidak bisa berbuat lebih dan hanya bisa mengangguk pasrah. "Baiklah."     

Jovano berbicara dengan Ivy dan Gavin cukup lama, dan para dewasa tadi semua tau ada tiga remaja di kamar Ivy sedang berdiskusi dengan Jovano sebagai penengah. Mereka pun hanya bisa mempercayakan itu pada Jovano, apalagi bocah itu malah memasang array penghalang di kamar itu agar tidak bisa dikuping siapapun semua pembicaraan mereka.      

Setelah satu setengah jam berbicara bersama-sama, akhirnya tercapai sebuah kesepakatan antara Ivy dan Gavin.      

Yang pertama, Gavin bersedia tidak selalu menempel Ivy dan hanya bisa mendatangi Ivy jika gadis itu membutuhkan Gavin sebagai orang yang akan dijadikan pelayan. Ya, itu benar. Gavin sendiri yang bersedia ketika Ivy meminta Gavin menjadi pelayannya jika ingin berdekatan dengannya.      

Awalnya, Jovano melotot kaget mendengar permintaan dari sang adik, tapi ketika melihat sendiri bahwa Gavin mengangguk, tidak keberatan atas kemauan Ivy pada dia, Jovano cuma bisa menghela napas pasrah. Jikalau kedua belah pihak sudah saling setuju, mau bagaimana lagi?     

Maka, ini berarti ... Gavin adalah pelayan bagi Ivy.      

Kesepakatan kedua, Gavin tidak boleh lagi mengatur Ivy, termasuk jika Ivy hendak bicara dan berdekatan dengan lelaki manapun. Sebenarnya Gavin agak tidak rela, tapi daripada Ivy marah dan menolak didekati dia, maka ia pun mengangguk.      

"Baiklah, aku tidak akan lagi mengganggu kamu jika ada lelaki yang mendekatimu." Gavin mengatakan itu setelah menelan salivanya penuh kepedihan. Kadar kebucinan dia menenggelamkan rasionalitas dia sendiri.      

Dan kesepakatan ketiga yaitu Ivy tidak lagi akan menyebut Gavin bawahan rendahan dimanapun, kapanpun. Meski Gavin diperlakukan layaknya pelayan oleh Ivy, namun gadis itu tidak diperkenankan menyebutkan mengenai itu.     

Kesepakatan keempat, pembicaraan ini beserta semua kesepakatannya tidak boleh sampai bocor dari mereka bertiga. Ini harus menjadi rahasia mereka agar tidak terjadi keributan di antara kalangan para dewasa.     

Gavin kemudian meninggalkan kamar Ivy lebih dulu dan kembali ke kamar dia sendiri. Sedangkan Jovano masih berada di dalam bersama sang adik.      

Sepertinya keempat kesepakatan tadi sangat menguntungkan Ivy semata, ya kan? Jovano merasa iba pada Gavin dan mencoba menanyakan itu ke adiknya. "Ivy sweetie, apakah ini menurutmu tidak terlalu berlebihan?"     

"Tidak, Gavin sendiri sudah menyanggupi." Ivy menjawab secara tenang.      

"Tapi Gavin seperti tidak mendapatkan apa-apa dari kesepakatan ini, dear." Jovano berusaha memberi pembelaan untuk Gavin.      

"Tidak, Kak Jo." Ivy menggeleng. "Tentu saja dia juga mendapatkan keuntungan."      

"Oh ya? Apa itu?" Jovano merasa penasaran.      

"Dia bisa berdekatan denganku, meski kali ini aku yang memegang kendali, bukan lagi seenak dengkul dia seperti sebelumnya." Ivy mengungkapkan opininya.      

"Hm ..." Jovano tak bisa berkata lain lagi. "Tapi, Ivy sayank, kau harusnya tidak keterlaluan dengannya. Kuharap kau masih ingat bahwa dia adalah putra dari Aunty Shelly, dan Aunty Shelly merupakan sahabat terdekat mama. Aunty Shelly sudah banyak membantu mama kita, kau jangan meniadakan fakta itu, yah!"     

"Dia membantu mama, bukan aku. Jadi jangan terus kaitkan Aunt Shelly dengan aku, Kak Jo." Tatapan Ivy mulai dingin.      

Jovano menghela napas. Adiknya sedang dalam mode keras kepala karena merasa benar. "Oke kalo gitu, Ivy. Pokoknya Kak Jo minta aja ke kamu, jangan perlakukan Gavin dengan buruk. Kamu juga harus ingat, selain dia anak dari Aunty Shelly, dia juga sahabat terdekat aku, jangan membuat sahabat Kakak menderita atau sejenis itu, atau Kakak akan marah padamu."      

Setelah mengatakan itu ke adiknya, sang pangeran muda pun melenyapkan array penghalang dan keluar dari kamar adik sulungnya, tapi tidak kembali ke kamar dia sendiri, melainkan masuk ke kamar Gavin. "Oi, bro."     

Gavin yang ada di atas kasur pun mengangkat kepalanya dan tersenyum ketika melihat Jovano datang. "Kak Jo." Ia menutup laptopnya dan menyingkirkan benda itu dari kasur agar Jovano bisa duduk juga di sana.      

Jovano membuat array penghalang di kamar Gavin dan mulai naik ke tempat tidur sang sahabat masa kecil. "Gav, bagaimana perasaan kamu?"     

"Perasaan apa, Kak Jo? Tentang kesepakatan dengan Ivy tadi?" Gavin bertanya balik untuk memastikan. Jovano mengangguk. "Kalo aku sih, aku tidak masalah mengenai itu, Kak Jo. Kenapa?"     

"Tapi, Gav, kesepakatan itu banyak merugikan kamu, loh! Selain kamu harus berlaku seperti pelayan Ivy, kamu juga harus rela Ivy dekat dengan cowok lain." Jovano tidak akan bisa di posisi Gavin. Dia membayangkan seperti apa menderitanya jika nanti harus melihat Nadin berdekatan dengan lelaki lain. Astaga, memikirkan Nadin, Jovano jadi ingin tau apa yang sedang dilakukan oleh gadis kepala merah muda itu.      

Sayangnya, Jovano sudah berjanji pada kedua orang tuanya agar tidak lagi menguntit Nadin.      

"Tidak apa-apa, Kak Jo. Aku bisa menerima itu semua, kok!" Gavin berikan senyuman sambil menjawab. "Karena, cinta itu butuh pengorbanan.      

Mendengar ucapan Gavin, Jovano jadi tergelitik untuk bertanya, "Gav bro, memangnya seberapa jauh sih kita harus berkorban demi cinta? Apakah ada batas limitnya?"     

Gavin menatap Jovano dalam hening selama beberapa saat sebelum dia menjawab, "Apakah Kak Jo lagi jatuh cinta? Atau lagi punya cewek?"     

Jawaban yang berupa pertanyaan dari Gavin, sontak saja membuat Jovano hampir tersedak salivanya sendiri. Itu terlalu menohok tepat dan tajam. "Ahh, aku ... kagak gitu, Gav, aku cuma ... aku cuma heran ama kamu kenapa kamu bisa sepasrah itu ama Ivy. Kok bisa kamu ngelakuin apa aja untuk Ivy."     

"Yah, namanya juga sudah cinta, Kak Jo. Siapa tau dengan pengorbanan dari aku ini nanti, Ivy akan mulai mengerti perasaan aku dan dia bisa melihat aku dengan cara yang berbeda. Aku yakin suatu hari nanti, Ivy akan memahami aku dan menerima perasaan aku ini, Kak."     

Luar biasa. Jovano merasa Gavin sungguh lelaki luar biasa yang bisa melakukan berbagai hal demi cinta, demi perasaannya pada gadis yang dia puja. Apakah Jovano sanggup melakukan hal serupa? Apakah dia juga akan bisa melakukan apa saja demi Nadin?     

Ehh, tapi kan ... Nadin belum sukses jadi pacar dia. Hm, Jovano jadi kangen dengan gadis itu. Apakah Nadin sudah membalas chat dia? Oke, dia harus mencari tau. "Oke, Gav, semoga berhasil dengan Ivy. Aku juga tidak suka kalau kau selalu jadi pihak menderita." Jovano menepuk bahu Gavin sebelum pergi dari kamar itu. Dia ingin lekas menggapai ponselnya untuk memeriksa pesan.      


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.