Devil's Fruit (21+)

Pembaharuan Tropiza



Pembaharuan Tropiza

3Fruit 750: Pembaharuan Tropiza     
2

Meski banyak perdebatan antar siswi akan penampilan Jovano, namun bocah itu malah tidak menggubris. Karena dia datang ke sekolah hanya untuk belajar dan memperdalam wawasan saja.     

Apalagi klub-klub yang ditawarkan juga sama asiknya dengan sekolah-sekolah dia sebelumnya. Toh dia bersekolah di mana pun, dia memang sudah terbiasa dijadikan idola para siswi di sana.     

"J-Jo … apakah kau … kau sudah bawa bekal makanan?" Seorang gadis manis berwajah sangat Jepang tiba-tiba mencegat langkah Jovano dan Zevo yang hendak ke kelas mereka di lantai 1.      

Jovano dan Zevo saling berpandangan. "Aku … sepertinya tidak membawa itu. Kenapa?" Meski tau apa yang akan terjadi, tapi Jovano membiarkan saja dan mengikuti alur.     

Gadis itu menyodorkan kotak bekal makanan ke Jovano, dan setelah sulung dari Andrea menerimanya, gadis itu pun berbalik dan lari dengan wajah merah padam.     

Zevo terkekeh. "Jangan lupa bagi denganku nanti, yah!"     

"Sialan," umpat ringan Jovano sambil tepuk dada Zevo. "Kau juga pasti akan dapat nanti! Lihat saja!"     

Dan memang benar tebakan Jovano, belum juga mereka mencapai kelas, dia dan Zevo terus menerima kotak bekal makanan dari banyak gadis.      

Alhasil, mereka tiba di kelas dengan setumpuk kotak bekal makanan. Teman-teman sekelas mereka sudah terbiasa melihat adegan begitu.      

"Nanti jam istirahat, kita bisa berpesta kecil, guys!" kata Jovano pada teman-teman kelasnya. Mereka semua terkekeh. Jovano memang pribadi yang sangat supel dalam bergaul. Banyak yang lekas akrab dengannya. Hanya beberapa saja yang bersikap sirik karena merasa kalah dari Jovano.     

Jovano dan Zevo berbeda kelas, tapi mereka sering bersama jika jam istirahat. Itu karena mereka sudah terbiasa bersama sejak kecil, ditambah dengan pengalaman bertempur bersama juga yang membuat kedekatan mereka semakin erat.     

Sebenarnya jika Gavin seumuran dengan mereka, pasti Gavin akan bergabung juga dengan dua pemuda dan membentuk trio idola. Sayangnya Gavin masih di SMP.      

.     

.     

Beralih ke Kafe Tropiza Teen, sudah ada kesibukan di sana. Karena ini bukan akhir pekan, maka sesuai kesepakatan, tidak ada lemari copy paste di sana. Maka, dapur masih tetap ada chef dan para anak buahnya.      

Sama juga dengan di Restoran Tropiza Family, tidak menggunakan lemari copy paste kecuali di akhir pekan saja.      

Sekarang pun, penyekat di antara dua tempat makan tidak lagi menggunakan sekat jenis partisi semacam untaian Kristal seperti sebelumnya, namun sudah diubah dengan pintu kaca yang bisa dibuka tutup, sehingga pengunjung bisa melihat dan datang ke sebelah.     

Karena itu bernama sama dan bangunannya juga menyatu dan besar, maka sekat pintu kaca itu termasuk tepat. Ketika pangunjung Tropiza Family membuka sekat pintu untuk masuk ke Tropiza Teen, aura dan suasana langsung berbeda. Demikian pula sebaliknya.     

Pada masing-masing bangunan juga menggunakan interior dan eksterior berbeda. Tropiza Teen lebih tampak instagramable dengan kursi dan meja yang unik dari bentuk buah atau es krim dan warna-warna ceria ala remaja.     

Sedangkan di Tropiza Family lebih bernuansa kalem serta lembut dengan aroma dewasa.     

Musik yang dialunkan di kedua rumah makan itu juga berbeda. Jika di Tropiza Teen, banyak diputar musik-musik kekinian, entah dari Hollywood, dari pop Jepang, ataupun lagu-lagu K-pop yang juga mulai merajai kalangan muda di Jepang saat ini.     

Sedangkan di Tropiza Family, musik tenang seperti alunan jazz, bosas lebih banyak terdengar. Suara instrument piano juga kerap diperdengarkan untuk mengiri makan para pengunjung dewasa dan keluarga muda.     

Untuk di Restoran Schubert, di sana hanya berisi musik-musik dari piano dan jazz dari live band. Andrea menginginkan ide itu sesuai yang pernah disampaikan oleh mendiang suami keduanya.     

Kini, di salah satu sudut Tropiza Family, sudah duduk beberapa ibu dan anak-anak kecil mereka.     

Andrea dengan Zivena, Myren dengan Vicario, dan Revka bersama Xavea.      

Namun, ada yang berbeda dari Revka saat ini. Dia sudah berperut buncit. Katanya, ini hasil dari Rumania.      

Nyonya Cambion kerap mengelus-elus perut buncit Revka. "Mamak kelinci … mamak kelinci … ada berapa kelinci di dalam sana?" godanya.     

Plakk!     

Biasanya Revka menampar tangan Andrea sambil matanya melotot kesal. "Enak saja kelinci!"     

"Daripada aku sebut babi? Mau?" tawar Andrea dengan wajah polos tak berdosa.     

"Ehh! Sembarangan banget, yah!" Revka makin ganas melotot. Sedangkan Andrea malah tertawa cekikikan dan Myren hanya bisa memutar mata.      

Adegan ini sudah terlalu biasa setiap Andrea bertemu dengan Revka. Pernah Myren menyarankan agar mereka tidak saling bertemu saja jika ujung-ujungnya ribut melulu.     

Tapi … hanya bertahan sebentar dan beberapa hari selanjutnya, keduanya saling bertemu lagi meski tidak mengakui kalau mereka saling kangen satu sama lain. Kangen berdebat sembari mengumpat dan menggoda, maksudnya.     

"Kapan kelinci lahir? Ehh! Malah jadi ikut-ikutan bilang kelinci …" Myren menepuk mulutnya sendiri.     

Wajah Revka mendadak cemberut. "Ihh … Kak Myren jahat, aku malah dibilang kelinci …" Mulutnya mengerucut.     

Namun, Andrea langsung menampar dengan kalimatnya. "Gak usah dimanyun-manyunin gitu mulut elu, Mpok kelinci … gak pantes! Gak usah sok imut! Inget usia, Mpok!"     

Mata Revka mencari-cari asbak untuk dicocolkan ke mulut sadis Andrea. Untung saja tidak ditemukan karena memang konsep restoran ini ramah lingkungan dan ramah keluarga. Tidak diperbolehkan merokok di Tropiza.     

Andrea dan yang lainnya juga tidak merokok, jadi mengapa mereka harus menyediakan tempat yang bisa digunakan untuk merokok? Apalagi ini adalah restoran keluarga, dimana juga bisa membawa anak bayi dan anak kecil lainnya yang tentu akan terpapar asap rokok yang berbahaya jika Tropiza mengijinkan orang merokok di sana.     

Kebijakan duo Tropiza ini memang dinilai tepat dan mengurangi polusi udara. Nyonya Cambion juga tidak mengijinkan pegawainya merokok selama mereka bekerja.      

Jika pegawai mereka seorang perokok aktif, maka harus menunggu jam kerja usai dan keluar dari ruangan itu untuk merokok.      

Itu karena Andrea sendiri juga tidak nyaman jika tangan bekas memegang rokok mereka akan menempel di tepi piring atau pegangan gelas, bahkan jika itu chef, betapa mengerikannya di mata Andrea apabila chef merokok sambil memegang bahan makanan.     

Didasarkan pada itu, Andrea menetapkan peraturan tidak boleh merokok selama jam kerja bagi para pelayan, dan hanya menerima chef yang bukan perokok. Ini sudah paten bagi Andrea, tidak bisa diganggu gugat.     

Oleh karena itu, Revka merasakan kenyamanan setiap datang ke Tropiza. Dia bisa membawa anak-anak kecil dia tanpa khawatir terkena asap rokok, dan juga di kala dia sedang hamil begini, dia bisa tetap menghirup udara segar di dalam restoran, ditambah bau wangi masakan.     

Mungkin hal ini yang membuat Tropiza menjadi salah satu tempat makan yang sangat direkomendasikan banyak orang.      

"Mpok, ntar nama anak elu yang ini, siapa?" tanya Andrea, iseng.     

"Romanov." Revka menjawab singkat.     

"Jiaahh! Mentang-mentang ngadonnya di Rumania." Andrea tergelak. Revka hanya julurkan lidah.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.