Devil's Fruit (21+)

Ingin Berterima Kasih



Ingin Berterima Kasih

0Fruit 783: Ingin Berterima Kasih     
0

Tadi, usai para bocah cilik disuruh masuk ke kamar masing-masing, Jovano yang harus tidur satu kamar dengan Ivy, diam-diam keluar dari kamar setelah melihat Ivy terpejam lelap.      

Jovano berencana ingin mengobrol sejenak dengan Gavin di kamar seberang.      

Dan sebelum membawa masuk Ivy ke kamarnya, Jovano juga sempat mampir di kamar yang ditempati Zivena yang sepertinya akan ditemani Kuro saja.     

Jovano memberikan pagar array pada sekeliling tempat tidur Zivena agar bocah itu tidak bisa jatuh atau keluar dari ranjangnya.      

Dan usai memberikan pagar array pelindung untuk adik bungsunya, Jovano pun ke kamar dia bersama Ivy dan menunggu hingga sang adik terlelap agar dia bisa meninggalkan sebentar Ivy untuk mengobrol sejenak dengan Gavin dan Zevo.     

Setelah beberapa menit Jovano keluar dari kamar, mata Ivy pun terbuka. Ternyata dia hanya pura-pura tidur saja. Ivy masih teringat dengan Danang.      

Lelaki itu meski terlihat kasar, namun Danang begitu lembut dan penuh pujian pada dirinya. Ivy merasakan hatinya hangat jika mengingat itu. Dan bodohnya dia, kenapa dia tidak berterima kasih pada Danang?      

Jika tak ada Danang, Ivy tak tau apakah yang akan terjadi pada dirinya dalam suasana hiruk pikuk gila tadi di taman samping resor. Tubuh mungil dia hampir tergencet dan terinjak para bule besar di sana.     

Danang benar-benar menjadi ksatria penolong dia. Dan dia malah belum berterima kasih pada Danang atas penyelamatan itu.      

Ivy kesal dan merutuki dirinya sendiri. Hingga akhirnya dia pun berjalan ke balkon kamarnya untuk menentramkan dirinya. Namun, ketika dia tak sengaja melihat dari balkon, ternyata dia juga bisa melihat kolam lokasi reuni sang ibu.     

Dengan menggunakan mata tajam vampire dia, Ivy mampu melihat Danang masih ada di gazebo itu bersama ibu, ayah tiri, dan beberapa orang lainnya yang masih bertahan di sana.      

Gadis kecil itu memerhatikan Danang yang memiliki banyak ekspresi pada wajahnya. Dari ekspresi ceria, tawa, lalu melotot kesal, atau pun muka protes, dan ada juga ekspresi penuh semangat.      

Ivy tersenyum tipis. Tiba-tiba dia memiliki keinginan untuk turun ke bawah sebentar untuk menemui Danang, dan berterima kasih secara pribadi dan pantas pada lelaki penolongnya itu ketika dia melihat Danang mulai pergi dari kolam tersebut.     

Mengendap dan bergegas, Ivy pun keluar dari kamarnya sendiri dan ingin cepat menjumpai Danang sebelum pria itu keluar dari area resor.      

Dan Ivy menggunakan kemampuan penciumannya untuk melacak dimana Danang saat ini berada. Dia ada di dalam lift! Lelaki itu ada di dalam lift untuk turun ke lobi.      

Ivy semakin berlari.      

Yang tidak Ivy ketahui, ternyata di belakang dia, ada Zivena membuntuti dia ketika keluar kamar.      

Itu dikarenakan Ivy terlalu fokus mencari keberadaan Danang sampai tidak menyadari bahwa adiknya ada di belakang dia, mengikuti meski tertinggal jauh di belakang karena Ivy berlari.      

Ivy terus dan terus berlari ke tangga darurat karena dia bisa bergerak cepat menggunakan tenaga vampire dia lebih nyaman ketika tak ada siapapun berada di tangga darurat.      

Saking cepatnya Ivy bergerak, kini dia bisa tepat di tangga keluar dan mencapai lobi.      

Tepat ketika Danang muncul dari lift-nya, dia terkejut karena melihat ada Ivy di depan lift. "Ehh? Ivy, ya kan? Anaknya Andrea?"     

Ivy mengangguk tanpa suara.      

"Ivy mo masuk ke lift?" tanya Danang setelah keluar dari lift, "Om pencetkan tombolnya, yah! Mo ke lantai berapa?"     

Tapi Ivy malah menggeleng. Itu cukup membuat bingung Danang.      

"Apa Ivy … tersesat? Yuk, Om antar ke kamarnya Ivy aja, yah, kalo gitu." Danang tersenyum sambil ulurkan tangan.      

Lagi-lagi Ivy menggeleng. "Ingin bicara pada Om."      

Ucapan Ivy baru saja, membuat Danang melongo heran. Kenapa dengan bocah ini? Tadi bukannya mereka sudah bertemu? Kenapa harus memaksa bertemu lagi di jam … 3 dini hari begini dan suasana di lobi juga mulai sepi. Orang-orang sudah kembali ke hunian mereka masing-masing untuk tidur atau meneruskan pesta.      

"Ivy cantik, pengin ngomong apa ama Om?" Danang mencoba mengerti kemauan Ivy dan makin maniskan senyumnya, siapa tau poin kemiripan dia dengan Shun Oguri makin kentara. Lumayan jika ada produser sinetron lewat, melihat Danang, dia bisa ditawari main sinetron, meski sinetron azab juga tak apa, bagian mayit durhaka yang nanti meledak juga tak apa asalkan masuk televisi.      

Ivy menunjuk ke sebuah taman di lobi, mengisyaratkan dia ingin berbicara di sana saja. Danang paham dan mereka pun berjalan bersisian ke taman kecil itu.      

"Dah, sekarang udah di sini, Ivy cantik pengin ngomong apa?" tanya Danang ketika mereka sudah tiba di sudut taman.      

Pipi Ivy terasa menghangat karena dia dipanggil Ivy cantik oleh Danang. Sebuah panggilan yang biasanya dikeluarkan dari mulut sang kakak, terutama dari ayahnya.      

Ivy tersenyum sebelum ia berkata, "Terima kasih, Om."     

"O-ohh? Ha ha, ya ampun, Ivy … duh, ha ha … ternyata ingin ngomong makasih doang, yah? Duh, Om ampe berdebar-debar nungguinnya, kirain mo nembak Om. He he, bercanda loh!" Danang masih sempat-sempatnya bergurau.     

Tapi Ivy tersipu sebentar sebelum dia kembali bicara, "Om sudah selamatkan aku, terima kasih."      

"He he, oke, oke, terima kasihnya sudah diterima. Nah, sekarang … Ivy kembali ke kamar, gih!" Danang masih dengan senyumnya berbicara lembut ke Ivy.      

Bocah yang berpenampilan ala boneka gothic cantik itu menggeleng.      

"Loh? Kok geleng kepala?" Danang bingung. "Kan Ivy udah ngomong ama Om, udah bilang makasih juga ke Om. Nah, sekarang karena udah dini hari, udah jam 3 lebih loh ini, Ivy cantik balik ke kamar, dong, nanti kalo dicari, bisa heboh mamak kamu yang cerewet bawel itu."     

"Antar Om." Ivy menjawab singkat.      

"Ehh? Antar Om gimana maksudnya?" Danang belum paham kemauan si gadis cantik cilik di depannya.      

"Pulang ke kamar, diantar Om." Ivy memperjelas kenginannya.      

"Oohh … maunya diantar ama Om ke kamarnya, yah? Oke, oke, siap …"      

Akhirnya … Ivy dan Danang pun kembali ke kamar di lantai di mana Ivy menginap. Sesekali Ivy melirik ke samping untuk menatap Danang, tapi lekas palingkan pandangan sebelum Danang memergokinya.     

Sesampainya di lorong lantai tersebut, ada Jovano, Gavin, dan Zevo tengah mondar-mandir terlihat panik. Ketika mereka bertiga melihat kemunculan Ivy di ujung lorong usai keluar dari lift, betapa leganya Jovano dan yang lainnya.     

"Ivy! Ivy! Ya ampun, kamu kemana aja, sih? Kak Jo ma yang lain ampe kalang kabut nyari kamu diem-diem sebelum Mom tau." Jovano segera berlari hampiri Ivy.      

Ivy tidak menjawab dan hanya melambai sembari senyum ke Danang, untuk kemudian dia masuk ke kamarnya sendiri, meninggalkan para lelaki di lorong itu melongo heran.      

Sementara itu, di tempat lain, ada Zivena yang sedang berjalan sendiri di sebuah lorong bersama dengan seorang pria yang menggandengnya. "Yuk, sini ikut Om. Nanti Om kasi kue enak, yah!"     

Ketika lelaki itu masuk ke sebuah kamar, seorang wanita di dalam sana melihat lelaki itu dan bertanya, "Dapat mangsa itu saja?"     

"Iya, cuma ini di jam ini. Yang lainnya sudah kau amankan?"     

"Sudah dikoper semua. Tinggal angkut dan kasi ke penadah."     

"Jangan lupa dibius."     

"Sudah, dong! Hei, yang ini manis sekali!" Wanita itu mencubit pipi Zivena. "Dia pasti laku tinggi! Apalagi bule mata biru, kesukaan banyak orang."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.