Devil's Fruit (21+)

Mengerjai Para Penculik



Mengerjai Para Penculik

4Fruit 787: Mengerjai Para Penculik      3

Andrea tiba-tiba timbul ide iseng. Ketika wanita penculik Zivena itu masuk ke kamar mandi—entah ingin buang air kecil atau benar ingin mandi, Andrea muncul dengan sosok ala mbak Kunti yang muncul di sebelahnya.     

Memakai baju serba putih bernoda darah, wajah berdarah-darah, bermata merah, dan rambut terurai panjang acak-acakan.     

"HWAA!!!" Wanita itu menjerit sekeras mungkin sambil berlari telanjang keluar dari kamar mandi dengan wajah pias.     

Lelaki yang masih menunggu bosnya sambil menjaga Zivena yang tenang, karuan saja marah dan mengomeli wanita yang memburu ke arahnya. "Brengsek kau! Kayaknya aku harus bunuh kau saja daripada bunuh bocah ini!" Dia sambil menunjuk ke Zivena yang anteng. "Dia lebih tenang daripada kau!"     

"To-tolong jangan ngomong gitu, ta-tadi … tadi … tadi di … di … kamar mandi … ada … se-tan." Wanita itu terbata-bata mengucapkannya, dan di akhir kalimat, dia merendahkan suara sambil memberi tekanan, kemudian matanya menoleh kanan dan kiri dengan mimic ketakutan.     

"Sana pakai bajumu! Jangan menggodaku! Sialan kau ini! Bisa-bisa warga datang karena jeritan sialanmu itu!" desis lelaki itu sambil berlagak hendak menggampar wanita tersebut.      

Wanita itu ciut dan segera mencari baju, batal untuk mandi. Ia sangat syok melihat "penampakan" Andrea. Ia pun mengkerut di dekat si lelaki sambil duduk dengan Zivena.     

Sementara itu, Zivena masih menunjuk-nunjuk ke sebuah arah sambil tertawa riang dan wajahnya berseri-seri. Ini bagaikan dia sedang bermain dengan orang lain dan diawasi ibu-bapaknya.      

Sedangkan si wanita itu heran kenapa Zivena malah bisa tertawa riang ke arah kosong? Ia semakin bergidik.     

"Tuh, lihat! Bocah itu saja tidak takut ama setannya, kenapa kau setakut itu? Dasar pengecut!" umpat si lelaki.      

"Ma-mana aku paham, Er!" tukas si wanita. "Mungkin … mungkin aja setannya … ngasih lihat penampilan dia yang gak nyeremin ke bocah ini." Ia berkelit karena kesal dikatakan pengecut.      

Kemudian, telepon si lelaki berbunyi. Ia mengangkatnya. "Ya, Bos? Oke, Bos! Oke! Siap!"      

"Ada apa?" tanya si wanita setelah lelaki itu menutup teleponnya.      

"Bos minta kita siap-siap karena sebentar lagi dia akan datang." Lelaki itu menjawab.      

Si wanita mengangguk lega. Dia tak ingin berlama-lama di rumah kosong ini. Rumah yang mereka gunakan sebagai sarana transit ini memang kosong dan pemiliknya adalah si bos tadi.      

Andrea berkata ke suaminya, "Udah kamu telepon polisinya?"      

Dante mengangguk. "Sudah, baru saja."     

"Oke, sip!" Lalu Andrea mulai ingin iseng lagi. Ia sengaja membuat lampu di ruangan itu mati-hidup beberapa kali.      

Si wanita langsung menempel ke lelaki. Dan si lelaki kesal karena merasa terganggu akan ulah si wanita.      

Karena ini masih tergolong subuh, langit masih pekat di atas sana. Dengan kondisi begitu, Andrea bisa lebih leluasa mengerjai para penculik itu.      

Menggunakan tenaga mossa dia, Andrea menggerakkan daun pintu sehingga berdebam menutup, membuat kaget si wanita. Ia menjerit dan ditampar oleh si lelaki.      

"Diam! Atau aku gorok kau karena berisik dari tadi!" ancam si lelaki.     

"Ma-maaf, Er … aku … aku kaget … aku beneran kaget karena pintunya, tertutup sendiri seperti … kena hempasan angin kencang. Padahal, kan nggak ada angin, Er …" Si wanita berkilah.      

"Apaan, sih! Cuma pintu menutup aja kok ribut sekali bacot kau itu." Si lelaki berdiri dan hendak membuka pintu kamar besar tersebut.      

Ketika dia baru saja membuka pintu, muncul sosok seram di depan pintu. Wajah pucat dengan mata berongga tak ada isinya, berbaju putih berlumuran darah dan rambut panjang acak-acakan.      

"HUWAA!!!" Si lelaki menjerit sekeras mungkin dan jatuh ke lantai sambil mundur ke belakang menggunakan pantatnya, kembali berkumpul dengan wanita itu dan Zivena.      

Si wanita juga tak kalah menjerit dan mulai menangis. Sementara itu, Zivena masih saja diam tenang dan tetap duduk di tepi kasur bersama si wanita yang sedang ketakutan.      

Lampu rumah itu mendadak padam, menambah suasana menjadi gelap dan seram. Mana berani si lelaki untuk maju lagi dan menutup pintu? Dia kapok! Mungkin sekarang dia bisa mengerti perasaan si wanita tadi.      

Karena dia sendiri juga mulai menjerit-jerit lirih sambil menangis tanpa sadar.      

Dari kamar itu … mereka bisa melihat lorong gelap. Dan lampu mendadak hidup-mati.      

Yang membuat kedua penculik itu tercekat, tiba-tiba saja mereka melihat sosok putih tadi berjalan merangkak pelan-pelan dari ujung lorong ke arah kamar dengan sikap mengerikan.      

Ini menambah kehisterisan kedua penculik karena mereka mendadak teringat adegan hantu Sadako yang merangkak. Tapi, sepertinya yang ini lebih mengerikan. Apalagi ditambah adanya efek lampu mati-hidup.      

Penculik lelaki tak hanya bersaing menjerit dengan si wanita, dia malah tak sadar sudah membasahi celana dia dengan lutut lemas dan air mata berlelehan keluar.      

Si wanita sudah menutup mata sambil memeluk Zivena di sebelahnya.      

"Hantu" perempuan itu merangkak mendekat ke para penculik sambil berkata dengan suara serak, "Mau kalian apakan bocah-bocah itu, hah?"     

Penculik wanita masih memejamkan mata hanya menjawab, "Maaf! Maafkan kami! Kami hanya disuruh saja agar kami bisa terus makan dan hidup, Kakak! Uhuhuhuu …"      

"Jangan mendekat! Jangan mendekat!" jerit si lelaki dengan suara histeris bagai banci. "Uhuhuu … jangan mendekat!"     

Andrea masih terus merangkak dan mendekat ke si lelaki penculik, lalu memegang kakinya. Dari tubuhnya, Andrea mengeluarkan semacam asap kehitaman untuk menambah efek meyakinkan bahwa dia bukan manusia.      

Melihat kakinya dicekal, lelaki itu semakin histeris dan panik, berusaha menarik kembali kakinya, tapi susah. Apalagi bentuk penampilan "hantu" Andrea cukup mengerikan, ditambah adanya asap hitam di sekujur tubuh si hantu, menambah kesan menyeramkan.      

Meski si lelaki itu katanya tidak mempercayai hantu, bahkan dia sempat heran mana ada hantu bisa memegang manusia, namun ketika otaknya mulai curiga itu bukan hantu, saat kabut asap kehitaman terus keluar dari tubuh si hantu, ia tidak lagi meragukan identitas si hantu yang menurutnya memang asli, original, bukan KW.      

Yah, sebenarnya itu bukan hantu, sih, melainkan entitas lebih tinggi dari hantu, yaitu iblis.      

"Kau berani menyakiti anak-anak? Kau berani menculik mereka?" Andrea masih menggunakan suara serak menakutkan.     

Karena si lelaki penculik itu makin tak kuat akan penderitaan batin yang dia terima dari terror Andrea, maka lelaki itu pun pingsan.      

Si wanita yang tak lagi mendengar jeritan si lelaki, kini dia mulai memberanikan diri untuk membuka matanya karena mengira mungkin hantunya sudah pergi dan itu yang menyebabkan rekan dia diam.     

Namun, begitu dia membuka mata, wanita penculik itu langsung menemukan wajah mengerikan "hantu Andrea" tepat di depan wajahnya. "AARGHH!" Dan ia pun pingsan, menyusul si rekan pria.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.