Devil's Fruit (21+)

The Bell Is Ringing (Again)



The Bell Is Ringing (Again)

4Fruit 484: The Bell Is Ringing (Again)      4

Hari yang mendebarkan itu pun tiba.     

Andrea sudah dirias sangat cantik. Sesuai keinginan dia, ia tak mau memakai gaun putih. Ia ingin gaun merah.     

"Gue ini janda. Dan kagak ada hukum tertulis kalo pengantin musti pake putih, ya kan?!" Demikian alasan Andrea yang tidak dibantah siapapun.     

Maka, kini dia sudah memakai gaun merah hasil gubahan sang kakak, Myren.     

Asal muasal gaun itu sebenarnya berwarna putih, namun oleh Myren—atas permintaan sang adik—disulap menjadi merah.     

"Punya kakak dengan ability di atas manusia biasa itu jangan disia-siakan." Andrea berseloroh.     

"Ya, dan kau ini sangat tolol karena menyia-nyiakan membuang ability kamu sendiri," tandas sang kakak, tajam. Makanya Andrea cuma bisa meringis tak mampu menyanggah.     

Sedangkan Myren memakai gaun ala 70's yang terlihat hebat di tubuh dia yang kembali langsing.      

Vargana mendekati ibunya. Bocah berumur dua tahun ini terlihat manis sekaligus menggemaskan. Rambut brunette panjang dia mulai ikal alami seperti sang ibu. Memakai blazer dari wol tipis berwarna biru tua beraksen kancing emas di bagian depan, Vargana begitu cantik.     

"Ma, Dek Voi minta minum." Vargana berujar, menatap sang ibu.     

"Mana adikmu?" Myren bersiap meninggalkan Andrea di ruangan rias.     

"Di luar dengan Papa," jawab sang putri dengan nada lembut khas anak-anak.     

"Andrea, kutinggal dulu," pamit Myren sambil menggandeng anaknya, mencari sang suami yang sedang mengurus putri kedua mereka.     

"Voi sayank," panggil Myren begitu dia sudah menemukan suami dan anaknya.     

Bocah usia satu tahun itu pun tergelak lucu karena senang melihat sang ibu. Karena sudah fasih berjalan, Voindra bergegas turun dari gendongan untuk jalan ke ibunya.      

"Aih, anak Mama ini katanya haus, yah?" Myren mengangkat sang anak yang tertawa senang. "Yuk cari enak-enak." Ia pun mengajak anak-anaknya mencari camilan. Sedangkan suaminya memilih bergabung dengan Kenzo di tempat lain, tak jauh dari situ.     

Gedung yang dipakai untuk acara pernikahan Andrea memang luas dan panjang. Cocok untuk melangsungkan upacara sakral pernikahan yang mengharuskan mempelai wanita berjalan membawa gaun panjang menyapu lantai. Sangat pas dan dramatis.     

Shelly masuk ke ruangan rias untuk mengecek sahabatnya. Gavin sedang bersama ayahnya. "Ndrea, lapar gak?"     

"Gila, ah! Kagak lah! Yang ada, malah deg-degan ini!" Andrea sentuh dadanya, seakan menyiratkan dia sungguh berdebar-debar karena acara ini. "Gavgav mana?"     

"Ama bapaknya dan Jo." Shelly membenarkan letak jepit bunga di rambut Andrea.     

"Oh, ya udah." Andrea sudah selesai dirias semuanya. Tinggal menunggu dijemput sang ayah nanti. "Lakik gue udah dateng?"     

"Cie... dah dipanggil 'lakik gue'," goda Shelly.     

"Haih, Beb!" Andrea jadi malu.     

"Hihi, iya, udah dateng. Udah berdiri manis di depan panggung."     

"Emak bapak dia dateng juga, gak?"     

"Belum liat, tuh! Mungkin bentar lagi. Yang udah dateng tamu ayah kamu, orang-orang kantormu dan tamu Kak Myren."     

"Hum, ya udah."     

"Aku keluar dulu, yah! Mo ambil buket kamu."     

"Oke, Beb. Thanks."     

Shelly keluar. Di luar gedung, dia bertemu Revka yang datang dengan suami serta dua anak mereka.     

"Andrea mana, Shel?" tanya Revka setelah menurunkan Shona dari gendongan.      

"Ada di ruang rias. Bentar, yah Rev, aku mo ambil buket dulu." Shelly terpaksa pamit karena acara memang sudah akan dimulai. Ia tak boleh terlambat memberikan buket bunga ke Andrea.     

Revka pun melenggang dengan menggandeng Shona serta Zevo. "Papah cari Kenzo aja sana. Anak-anak biar ama aku. Ini aku mo nemui Andrea bentar."     

Pangeran Djanh senyum. "Oke, Kitty love. Aku tunggu kalian." Pangeran Incubus pun berpisah arah dengan istri-anaknya.      

Para tamu wanita melirik ke arah Pangeran Djanh yang berjalan penuh kharisma. Ketampanan sang pangeran belum luntur dimakan usia. Namanya juga Iblis.     

Sementara, Revka beserta anak-anaknya menuju ke ruang rias.      

Shona tampil menggemaskan ala princess. Rambut blondenya sungguh indah. Panjang dan ikal. Garis keindahan wajah kedua orangtuanya sudah tampak pada diri bocah dua tahun itu.     

Sedangkan sang kakak, Zevo bocah seusia Jovano, sudah menunjukkan ketampanan diusia belianya. Belum sampai ke ruangan Andrea, Zevo minta ijin ke ibunya. "Ma, ada teman sekolahku. Aku ke dia dulu, yah!"      

Revka menatap sang putra yang sudah berlari ke teman sekolah dia. "Nanti kau cari Papa di dalam, yah Zev!"     

"Oke, Ma. Don't worry." Zevo berikan tanda oke lewat jarinya.     

Revka pun melanjutkan jalan bersama Shona ke ruangan rias.     

Sementara di dalam ruang utama, King Zardakh sudah sibuk berbincang-bincang dengan rekan bisnis dan koleganya. Iblis tua itu masih tetap terlihat prima. Tak heran dia masih bisa menarik perhatian wanita muda, terutama yang menyukai pria kaya.     

"Ah, kenalkan, ini menantuku." King Zardakh menunjuk ke Ronh yang berdiri di dekatnya. "Dia pria yang tangkas dan ulet. Segala pekerjaan selalu mudah dia pelajari," pujinya ke sang menantu.     

Ronh mengangguk hormat ke King Zardakh. "Ayah hanya melebih-lebihkan. Saya justru banyak mendapat bimbingan dari Beliau," rendah Ronh ke relasi bisnis mertuanya.     

King Zardakh juga mengenalkan Kenzo sebagai asisten hebat. Para relasi bisnis King Zardakh manggut-manggut mendengar pujian sang Raja ke dua pria itu.     

"Dan ini, ini cucu terhebat saya." King Zardakh membimbing Jovano agar lebih mendekat.     

Jovano tersenyum percaya diri. Meski berumur lima tahun, Jovano mampu bersikap dewasa dan tenang. Hari ini karena istimewa, ia rela dipakaikan jas. Tapi dia minta nanti malam saat pesta perayaan, ia bebas memilih baju apapun yang nyaman untuknya.      

Jovano menggandeng Gavin. Bocah dua tahun itu manis serta tampan. Keturunan Incubus memang memiliki ketampanan di atas manusia biasa.     

"Kak Jo, jajan." Gavin menarik-narik ujung jas Jovano.      

"Oh, oke Gav." Jovano senyum singkat ke Gavin, lalu berujar ke King Zardakh dan koleganya. "Maaf, Kek, dan tuan-tuan semua. Kami permisi dulu. Gavin ingin makan," tutur Jovano sopan.     

Kolega King Zardakh terkagum-kagum akan sikap dewasa Jovano.     

"Silahkan, Jo. Gandeng Gavin jangan sampai lepas, yah!" pesan kakeknya. "Kenz, awasi saja mereka dari sini. Jo pasti bisa jaga anakmu."     

"Baik, Tuan." Kenzo menunduk hormat, tanda kepatuhan.     

Tak berapa lama, Myren berjalan mendekati ayahnya. "Sekarang, Pa."     

King Zardakh mengangguk. "Oh, oke. Ayo kita mulai upacaranya. Ah, saya permisi dulu. Harus menjemput anak perempuan saya untuk jalan ke suaminya."     

"Oh, silahkan, silahkan Zado-sama!" Koleganya mempersilahkan.     

Di depan ruang rias, Shelly sudah membawa buket bunga untuk Andrea.     

"Ndre, ini buketmu." Shelly serahkan buket ke Andrea. Revka membantu Andrea berdiri. Bersama Shelly, ia merapikan gaun merah Andrea.     

"Awas ekornya jangan diinjak, Sho sayank." Revka mengingatkan putrinya agar tidak menginjak ekor panjang gaun Andrea.     

Kedua wanita itu terpaksa mengangkat ekor gaun tersebut agar tidak kotor ketika melewati taman sebelum masuk ke ruang utama.     

King Zardakh sudah menunggu di depan pintu utama. Ia menatap kagum ke putrinya yang cantik.     

"Ayo, sayank... kita ke suamimu. Dia sudah menunggu di sana." King Zardakh siapkan lengan untuk tangan Andrea menggamit nantinya.     

"Apakah ini tempat pernikahan Giorge?" Seorang wanita berparas oriental muncul bertanya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.