Bebaskan Penyihir Itu

Batu Pembalasan Tuhan



Batu Pembalasan Tuhan

1Roland dengan cepat memperkirakan ukuran gua bawah tanah yang ada di dalam Tambang Lereng Utara. Gua itu berukuran hampir seukuran lapangan sepak bola dan dikelilingi oleh dinding-dinding batu yang curam. Persimpangan yang menghubungkan gua itu dengan tambang berada tepat di tengah pegunungan dan ada tangga batu sempit di samping gua yang membentang lebih jauh ke bawah tanah.      4

"Kurasa bukan kalian yang membuat tangga-tangga ini." kata Roland sambil berjongkok dan meletakkan obornya di dekat tanah. Terdapat tanda ukiran di tangga batu yang bisa terlihat dengan jelas di bawah cahaya obor dan ada banyak serpihan dan debu yang terbentuk di dalam ukiran itu.     

"Tentu saja bukan kami, Yang Mulia. Tangga-tangga batu itu sudah berada di sini ketika kami menemukannya." sahut Carter sambil mengangkat bahu. "Kurasa tangga ini sudah berada di sini selama beberapa dekade."     

"Atau berabad-abad," Anna tiba-tiba berkata.     

"Aku rasa juga begitu." kata Kilat sambil mengangguk. "Kota Perbatasan baru didirikan selama tujuh puluh tahun sampai hari ini, sehingga tangga batu ini tidak mungkin diketahui oleh penduduk setempat atau kerajaan."     

"Apakah sudah ada orang di wilayah barat sejak berabad-abad yang lalu?" Carter bertanya, "Kerajaan Graycastle bahkan belum berdiri pada saat itu."     

Roland menepuk bahu Carter dan berkata, "Empat ratus lima puluh tahun yang lalu, ada sekelompok orang yang namanya tidak dicatat dalam sejarah." Lalu, Roland mengangkat obornya. "Mari kita turun untuk melihat lebih dalam."     

Para prajurit Tentara Pertama telah mengelilingi dasar gua. Roland langsung berjalan ke samping Batu Pembalasan Tuhan bersama para kesatria dan para penyihir. Keagungan Batu Pembalasan Tuhan raksasa baru bisa dirasakan ketika mereka berdiri di bawah batu. Batu itu berukuran lebih dari sepuluh kali panjang lengan manusia yang direntangkan dan mereka hanya bisa melihat bagian atasnya ketika mereka mengangkat kepala. Batu Pembalasan Tuhan itu berwarna ungu dan tingginya hampir tiga puluh meter dan tingginya hampir setara dengan ketinggian bangunan berlantai delapan atau sembilan.     

Secara teori, batu bercahaya itu kemungkinan terbuat dari bahan radioaktif[1] atau mengandung bahan fluoresen[2]. Namun, cahaya yang dipancarkan oleh Batu Pembalasan Tuhan sudah jelas bukan radioaktif dan juga bukan fluoresen. Fluoresen berasal dari ionisasi udara yang disebabkan oleh pembusukan elemen itu sendiri. Semakin pendek waktu pembusukannya, semakin cerah tingkat kecerahan cahayanya. Menurut tingkat kecerahan cahaya batunya, para prajurit yang masuk pertama kali akan mati karena terkena paparan radiasi yang dipancarkan hanya dalam beberapa menit. Para prajurit membutuhkan cahaya untuk memantulkan sinar radiasi dari batu namun tidak ada sumber cahaya di bawah tanah yang dapat dihasilkan untuk memancarkan cahaya secara terus menerus.     

Roland juga menyadari sesuatu, yaitu meskipun batu itu dalam bentuk prisma kristal yang sudah umum, permukaannya kristalnya tidak memiliki garis kristal dan jika disentuh permukaannya terasa sehalus kaca.     

"Jika Batu Pembalasan Tuhan seukuran ibu jari saja dapat dijual seharga beberapa keping emas di gereja, maka Batu Pembalasan Tuhan raksasa seperti ini … dapat dengan mudah menguras seluruh uang dari keempat kerajaan," kata Carter meluapkan perasaannya.     

"Jual batu ini kepada para bangsawan dengan tujuan untuk membunuh para penyihir?" Nightingale langsung menatap Carter dengan tajam.     

"Eh, aku tidak mengatakan itu." Carter tanpa sadar langsung mengalihkan pandangannya.     

"Ini pertama kalinya aku melihat Batu Pembalasan Tuhan dengan warna ungu seperti ini. Bukankah seharusnya batu ini berwarna putih dan transparan?" tanya Kilat sambil memandang pilar batu dan dengan penasaran ia kembali berkata, "Kita bahkan tidak perlu menyalakan lilin di malam hari jika kita bisa membawa satu potong kecil batu ini."     

"Aku lebih suka berada di ruangan yang panas dengan satu lusin lilin menyala daripada menggunakan batu itu sebagai penerangan," Nightingale menaruh kedua lengannya di depan dada dan berkata, "Untuk seorang penyihir, batu itu adalah sebuah sangkar, sebuah belenggu dan alat yang digunakan oleh gereja! Akan lebih baik jika tidak ada batu itu di dunia ini."     

"Yah, Nightingale, kamu memang tidak pernah membaca di malam hari …" kata Kilat sambil menjilat bibirnya, ia memilih sebuah batu dan memandang kepada Roland. "Bolehkah aku mengambil satu potong kecil batu ini sebagai piala untuk petualanganku hari ini?"     

Roland mengangguk. "Boleh saja, jika kamu tidak terpengaruh dengan kekuatan batunya."     

Kliat mengambil sebuah batu dan melemparkannya ke sudut prisma sekuat tenaga, tetapi ia hanya mendengar suara berdenting 'ting', batu itu jatuh ke tanah dan prisma itu bahkan tidak tergores sama sekali.     

Carter merasa penasaran. "Bagaimana mungkin batu itu tidak pecah … bukankah Batu Pembalasan Tuhan biasanya sangat rapuh?"     

"Mungkin batu yang bisa mengeluarkan cahaya ini berbeda dari batu yang biasa." jawab Kilat sambil menepuk keningnya, kemudian ia mengeluarkan belati dari sakunya dan mulai bekerja di sekitar prisma. Pada akhirnya, semua yang dilakukan Kilat juga sia-sia. Kilat bahkan telah menggunakan semua metode yang bisa ia lakukan seperti mengikis, mengiris, memotong sampai mencungkil batunya.     

Roland bisa merasakan ada sesuatu yang tidak beres, ia memandang ke arah Nightingale dan berkata, "Coba kamu hancurkan batu itu."     

Nightingale langsung mengangguk. Nightingale mengeluarkan senjata apinya dan menarik pelatuk setelah membidik ke prisma yang lain. Tiba-tiba terdengar suara letusan bergema di dalam gua dan beberapa percikan keluar dari Batu Pembalasan Tuhan yang sudah ditembak. Setelah asap bubuk mesiu menghilang, mereka berjalan mendekati batu itu dan melihat bahwa peluru itu meninggalkan hanya sedikit cekungan di permukaan Batu Pembalasan Tuhan.     

Itu berarti secara kekuatan, batu itu bahkan lebih kuat dan tebal daripada baja!     

"Bahkan senjata api tidak bisa merusak batu itu?" Carter mengerutkan keningnya. "Bagaimana cara gereja memotong batu itu untuk dijual ke publik sebagai liontin?"     

Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan Carter dan semua orang juga memikirkan pertanyaan yang sama.     

Sebelumnya, Roland pernah menghancurkan Liontin Penghukuman Tuhan yang ada di leher Anna dengan menggunakan batu bata dan ia hanya butuh dua atau tiga kali pukulan untuk menghancurkan batu sejernih kristal itu hingga menjadi serpihan.     

Anna, yang sejak tadi diam terus tiba-tiba berkata, "Yang Mulia, apakah Anda ingat 'peta harta karun' yang pernah ditunjukkan oleh kesatria Ferlin Eltek?"     

"Peta harta karun?" Roland terkejut. Roland samar-samar ingat bahwa ada segitiga pada peta yang menempati setengah dari daerah itu, ada tiga titik yang menunjuk ke Kota Suci Taquila, menara batu di Hutan Berkabut dan Gunung Lereng Utara. "Gunung Lereng Utara?" tiba-tiba terlintas sesuatu di benak Roland. "Mungkinkah ini …."     

"Aku tidak berpikir bahwa peta itu menunjuk ke Tambang Lereng Utara, tapi di sini …" Anna perlahan berkata, "Gua bawah tanah ini memiliki banyak Batu Pembalasan Tuhan yang tersembunyi."     

…     

Setelah sempat mencari-cari dengan cermat, tidak ada penemuan berharga lainnya selain Batu Pembalasan Tuhan yang tidak bisa dihancurkan itu di dalam gua.     

Tidak ada kitab-kitab kuno atau sisa-sisa reruntuhan, hebatnya lagi tidak ditemukan peralatan yang digunakan untuk memahat tangga-tangga itu. Menurut peradaban saat ini, gua itu benar-benar sebuah proyek raksasa dan akan sangat sulit untuk memahat tangga di tebing yang curam seperti ini. Jika tidak sengaja terjatuh, atau alat yang sedang digunakan hilang dan sebagainya itu sudah biasa. Namun, hanya ada batu di dalam sini dan lebih banyak batu lagi di tempat mereka berdiri seolah-olah orang-orang di masa lalu telah membersihkan gua secara menyeluruh sebelum mereka meninggalkan gua ini.     

Roland memanggil Gulir ketika ia kembali ke kantornya, ia ingin Gulir menampilkan kepadanya gambar peta yang ditunjukkan Ferlin Eltek di 'Buku Ilusi' lagi.     

Dalam ingatan Roland, titik paling selatan memang terletak di kaki Gunung Lereng Utara.     

Jika dugaan Anna benar, mungkinkah itu peta yang ditinggalkan oleh gereja ketika mereka mencari lapisan mineral vena Batu Pembalasan Tuhan yang baru? Tetapi mengapa mereka meninggalkan gua ini setelah menghabiskan begitu banyak upaya untuk menghancurkan tangga-tangga yang dapat mengarah langsung ke bawah? Jika sejak empat ratus lima puluh tahun yang lalu Gereja telah mendirikan sebuah gereja di Kota Perbatasan, Kota Perbatasan hari ini mungkin akan tampak sangat berbeda. Sesuai dengan harga dan manfaat penggunaan Batu Pembalasan Tuhan yang begitu berharga, tambang ini tidak terlihat seperti sumber daya kekayaan alam yang bisa ditinggalkan orang begitu saja.     

Karena Kota Suci Taquila sudah menjadi daerah terlarang yang tidak bisa dijangkau, mungkin jawaban yang Roland cari hanya bisa ditemukan setelah mereka tiba di menara batu … itu pun jika mereka bisa menemukan jawabannya di sana.     

[1] Mengandung radiasi     

[2] Bisa memancarkan cahaya     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.