Bebaskan Penyihir Itu

Jawaban



Jawaban

1Lingkungan di sekitar Pulau Tidur semakin membaik dari hari ke hari. Saat terbang, Tilly bisa melihat kerumunan penyihir yang sedang sibuk dan area pasar yang dipenuhi banyak penyihir.     3

Pulau Tidur bukan lagi tempat di mana tiga ratus penyihir diam-diam hidup dalam isolasi. Melalui proses negosiasi dan perjanjian yang disepakati dengan Teluk Bulan Sabit, Pulau Naga Kembar, Pelabuhan Matahari Terbenam dan juga Kota Perairan Dangkal, kini semua serikat dagang itu telah menjalin hubungan dengan Pulau Tidur. Selain itu, Tilly juga membimbing beberapa warga sipil dari beberapa desa yang berada di sekitar Pulau Tidur untuk menetap di pulau ini.     

Meskipun untuk saat ini mereka masih berkumpul di luar pulau, jauh dari kumpulan para penyihir, Tilly yakin bahwa suatu hari nanti, Pulau Tidur akan menjadi kota yang bebas dikunjungi siapa saja tanpa perlu merasa takut. Penggabungan kedua kelompok yang berbeda adalah sebuah proses yang lama dan tidak mudah, tetapi Tilly tetap berharap suatu hari nanti semua impian itu akan terwujud. Tidak masalah jika ada penyihir yang berasal dari pulau-pulau lain bergabung dengan mereka di Pulau Tidur atau meski mereka memutuskan untuk tinggal di kampung halaman mereka sendiri asalkan keberadaan mereka diterima oleh orang biasa. Apa pun hasilnya nanti, itu adalah kabar baik bagi Tilly. Artinya Tilly dan para penyihir yang berimigrasi ke pulau itu akan menerima lebih banyak pengikut.     

"Turunlah, anginnya kencang!" seru Ashes dari bawah, "Hati-hati jangan sampai kamu jatuh!"     

"Aku baik-baik saja!" jawab Tilly sambil melambaikan tangannya. Tiba-tiba, Tilly sedikit tersungkur tetapi beberapa saat kemudian, ia bisa menstabilkan tubuhnya lagi. "Oh … masih sulit untuk dikendalikan."     

"Dan kamu terbang terlalu tinggi!" Ashes berkata sambil menghentak-hentakkan kakinya ke tanah, "Kamu bisa terbang lebih rendah atau berlatih di atas lautan. Jika kamu tidak turun sekarang, aku akan naik ke atap untuk menjemputmu dengan tanganku sendiri."     

"Baik, baik, aku mengerti." Tilly bisa merasakan anginnya bertiup semakin kencang dan ia tidak ingin memaksakan diri. Tilly menarik kembali kekuatan sihirnya dan mendarat perlahan-lahan di taman istananya.     

"Sebaiknya kamu panggil Molly jika kamu mau melakukan ini," kata Ashes. "Setidaknya pelayan ajaib Molly bisa menangkapmu jika kamu jatuh."     

"Selama aku terus mengerahkan kekuatan sihirku, aku tidak mungkin jatuh. Hal terburuk yang bisa terjadi kepadaku adalah aku tidak bisa mengendalikan arah terbangku." Tilly melepaskan sarung tangan yang berisi batu ajaib berwarna biru dan menyerahkan sarung tangan itu kepada Ashes. "Kamu harus mencoba sarung tangan itu, dan terbang terasa sangat menyenangkan. Ketika kamu melihat Pulau Tidur dari atas, kamu akan melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda."     

"Aku lebih suka tidak melihat dari atas." jawab Ashes menolak tawaran Tilly. "Aku tidak dapat mengaktifkan batu ajaib itu sejak awal, apalagi batu ini harus diisi dengan kekuatan sihir terus menerus. Selain itu, hanya ada satu batu seperti itu. Bahkan jika aku belajar bagaimana cara menggunakan batu ajaib itu, aku tetap tidak bisa terbang bersama denganmu."     

"Kamu benar." Tilly mengambil kembali sarung tangan itu dari Ashes. "Aku sering berpikir akan sangat menyenangkan jika aku berhasil menemukan prinsip cara kerja batu ajaib ini kemudian membuat batu ajaib lain yang sama."     

"Apakah kamu pikir sarung tangan itu dibuat oleh manusia?"     

"Tentu saja." Tilly mengangguk dengan tegas. "Permukaan batu ini sudah dipoles dan dari kegunaannya, tidak mungkin batu itu terbentuk secara alami. Orang-orang yang membangun reruntuhan itu pasti memiliki pemahaman yang mendalam tentang kekuatan sihir, sungguh disayangkan mereka tidak meninggalkan hal lain yang berharga selain beberapa dokumen yang sulit dimengerti."     

Saat Tilly sedang berbicara, sesosok putih besar tiba-tiba terjatuh dari langit. Karena kecepatan pendaratannya yang cepat, sosok itu hampir menabrak tanah, dan menyebabkan debu tanah beterbangan kemana-mana.     

"Maggie?" Ashes mengangkat alisnya karena terpana.     

"Ouch … rasanya sakit." sosok putih yang jatuh dari langit itu memang Maggie. Sambil bangkit berdiri, Maggie mengusap-usap kepalanya dan berkata, "Apakah aku salah lihat? Lady Tilly benar-benar bisa terbang di langit! Jika bukan karena warna rambutnya, aku pikir yang terbang itu adalah Kilat."     

"Penglihatanmu benar dan aku baru saja terbang beberapa waktu yang lalu." jawab Tilly sambil tersenyum dan mengelus pipi Maggie. "Jadi … apakah para penyihir dari Pulau Tidur baik-baik saja di Kota Perbatasan?"     

"Mereka baik-baik saja. Mereka memintaku untuk memberikan surat ini kepadamu." Maggie membuka kantungnya untuk mengeluarkan surat-surat itu dan berkata, "Surat ini dari Lotus. Ini dari Evelyn, dan ini … dari Yang Mulia Roland."     

Tilly terkejut. Surat dari Roland cukup tebal dan dibungkus dengan rapat seolah-olah surat itu adalah sebuah paket. Rasanya agak berat ketika Tilly memegang suratnya di tangan. Jelas, bungkusan itu pasti tidak hanya berisi surat saja.     

"Kamu pasti sangat lelah."     

Ashes mengeluarkan setengah pai gandum dan memberikan sepotong kecil kepada Maggie. Tetapi Maggie menggelengkan kepalanya, ia malah mengeluarkan dan memakan dendeng ikan sambil berkata, "Aku akan bermain bersama Molly." Kemudian, Maggie berubah lagi menjadi seekor merpati putih dan terbang keluar dari taman.     

"Kenapa aku merasa Maggie bertambah besar hanya dalam satu bulan?"     

"Aku juga sependapat denganmu." kata Tilly sambil tertawa. "Sepertinya kehidupan di Kota Perbatasan benar-benar baik dan menyenangkan."     

Ketika Tilly kembali ke kamarnya, ia membuka surat dari Roland dan mendapati bahwa selain surat yang penuh dengan kata-kata, Roland juga mengirimkan gambar-gambar yang tampak seperti aslinya.     

"Apa ini?"     

Pertanyaan yang dilontarkan Ashes juga sama dengan Tilly. Tilly menggelengkan kepalanya dan membuka gambar-gambar itu satu per satu — isinya agak sulit dipercaya, latar belakang gambar itu tampak seperti malam hari di suatu tempat tidak dikenal, di bawah cahaya matahari terbenam yang berwarna merah darah, dua monster yang tampak mengerikan terlibat dalam pertarungan mematikan dengan sekelompok penyihir. Para penyihir itu tampak kewalahan menghadapi monster itu dan kemampuan mereka tampaknya tidak berguna, baik ular berbisa maupun api tidak bisa menghentikan monster-monster itu. Dalam gambar terakhir, beberapa penyihir bergelimpangan di tanah sambil bersimbah darah.     

Tilly mengerutkan keningnya. Gambar-gambar ini pasti dibuat oleh seorang penyihir. Hanya kekuatan sihir yang bisa membuat sebuah gambar menjadi hidup dan tampak nyata. Tetapi … apakah ini hanya gambar, atau apakah gambar itu mewakili peristiwa yang sebenarnya pernah terjadi?     

Dengan perasaan gelisah, Tilly mengambil surat Roland dan segera membacanya.     

Tilly langsung merasa jantungnya berdebar lebih kencang dan tangannya mulai gemetar ketika ia berkali-kali membaca kata yang sama yang tertulis di dalam surat itu, yaitu 'iblis'.     

"Ada apa?" Ashes menggenggam tangan Tilly. "Apa isi surat itu?"     

"Itu adalah masa lalu Asosiasi Persatuan Penyihir," Tilly menepuk-nepuk punggung Ashes untuk menenangkan dirinya dan kembali berkata, "Mereka pernah mencari Gunung Suci di Tempat-tempat Liar … kamu pasti pernah mendengar tentang Gunung Suci, bukan?"     

"Ya, itu adalah tujuan legendaris untuk semua penyihir. Konon, hanya di Gunung Suci para penyihir dapat memperoleh kedamaian dan ketenangan yang abadi, tetapi itu hanyalah sebuah rumor," jawab Ashes, "Di Pulau Tidur, kita juga bisa hidup dengan damai, dan Siksaan Iblis tidak lebih dari sebuah kebohongan yang dibuat oleh gereja. "     

"Tetapi Cara yakin bahwa Gunung Suci itu benar-benar ada. Ditambah lagi, Cara menemukan sebuah kitab kuno di reruntuhan di dalam hutan di sebelah timur Kota Raja, ia percaya bahwa gerbang menuju Gunung Suci berada di daerah terlarang yang tidak pernah didatangi orang sebelumnya. "Jadi, Cara memimpin Asosiasi Persatuan Penyihir untuk berjalan melewati Pegunungan Tak Terjangkau, menuju ke daerah antah berantah. Namun, yang mereka temui bukanlah Gunung Suci, melainkan monster yang mengerikan," kata Tilly dengan perlahan.     

"Monster itu yang ada di gambar?" tanya Ashes dengan terperanjat.     

"Tepat sekali." Ekspresi di wajah Tilly menjadi agak muram. "Menurut surat Roland, monster itu memiliki kekuatan yang luar biasa, dan mereka sangat gesit. Mereka juga dapat mengendalikan binatang iblis dan salah satu dari mereka dapat mengeluarkan kilat dari tangannya … Kemampuan monster itu sama seperti kemampuan yang dimiliki penyihir. Dari empat puluh orang penyihir, hanya enam penyihir yang selamat. Karena mereka tidak punya pilihan lain, keenam penyihir itu memutuskan untuk mencari bantuan kepada Roland, Penguasa Kota Perbatasan.     

"Begitu … jadi itu yang terjadi."     

"Satu hal lagi yang membuatku bingung adalah bagian akhir kitab kuno itu, ada tulisan yang ditulis dalam Bahasa Kerajaan." Tilly membaca halaman belakang surat itu. "Di sana tertulis mengenai sejarah Kota Suci, pertarungan melawan Iblis, serta eksperimen Pasukan Penghukuman Tuhan yang dinamakan eksperimen Alice. Semua kejadian ini terjadi empat ratus tahun yang lalu, tetapi jika mereka bisa berbicara dengan bahasa kerajaan, mengapa mereka menggunakan bahasa yang berbeda untuk menulis literatur dan kitab-kitab kuno itu?"     

Tilly memikirkan pertanyaan ini untuk waktu yang lama tetapi ia tidak berhasil menemukan jawabannya, karena itu ia mengesampingkan semuanya dan mengambil surat dari Sylvie untuk membaca hasil pengamatan Sylvie terhadap Roland.     

Tetapi Tilly terkejut ketika ia membaca kalimat pertama surat itu, ia bahkan lebih terkejut membaca surat dari Sylvie ini daripada saat ia membaca banyak kata 'iblis' dalam surat Roland.     

"Lady Tilly, aku tidak menemukan tanda-tanda penyamaran atau kekuatan sihir pada Roland Wimbledon. Selain para penyihir dari Persatuan Penyihir, tidak ada penyihir lain yang tersembunyi di Kota Perbatasan yang tidak aku ketahui. Jadi menurutku … Yang Mulia Roland memang benar-benar kakak Anda."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.