Bebaskan Penyihir Itu

Melacak Sang Penjahat



Melacak Sang Penjahat

2"Apakah ini pertama kalinya kamu menyaksikan pemandangan seperti ini?" Rene menghampiri Summer, ia terlihat cukup khawatir. "Mungkin akan lebih baik jika kamu menunggu di luar dan menghirup udara segar."      4

"Tidak. Tidak, terima kasih." Melihat Nightingale yang sedang berjongkok di dekat mayat sambil memeriksa luka-luka di tubuh mayat itu, Summer menolak tawaran Rene. Jika Nightingale saja bisa tetap tenang melihat pembunuhan yang mengerikan ini … aku juga harus tetap tinggal di sini. Summer kembali berkata, "Aku, uh, aku sudah merasa jauh lebih baik sekarang."     

"Kapan mayatnya ditemukan?" Nightingale berbalik dan bertanya kepada Rene.     

"Pagi ini. Para tetangga menemukan mayatnya ketika mereka hendak pergi untuk menimba air. Sepertinya pembunuhan itu terjadi sebelum matahari terbit. Pintu rumahnya dibiarkan terbuka lebar seperti sekarang, seolah-olah si pembunuh ingin mengumumkan kematian pria ini kepada seluruh masyarakat." jawab Rene. "Sebelumnya, butuh 2 atau 3 hari bagi kami untuk menerima informasi pembunuhan dari warga. Balai Kota telah menawarkan hadiah bagi siapa saja yang mempunyai informasi mengenai pembunuhan itu, jadi sekarang warga lebih cepat melapor."     

"Apakah kamu tahu identitas para korban?" tanya Nightingale.     

"Tukang-tukang, orang merdeka, bukan budak." Rene melirik ke sekeliling ruangan. "Tidak ada barang berharga yang ditemukan. Hm … sepertinya pria ini dulu juga anggota Tikus."     

"Apakah ada yang melihat pria ini tadi malam?"     

"Aku sudah memeriksanya. Tidak ada yang melihat pria ini sejak semalam."     

"Apa tidak ada suara keributan yang terdengar?"     

"Tidak ada yang mendengar suara keributan."     

"Sepertinya ada yang janggal; orang ini terlihat gagah dan kuat?" Nightingale mengerutkan keningnya. "Bahkan jika tenggorokannya digorok, pria sebesar ini tidak mungkin langsung tewas. Tetangganya seharusnya mendengar ada suara-suara keributan selagi ia bergelut untuk melawan penjahat itu atau suara-suara berdebum di lantai. Apakah kamu yakin para tetangga itu tidak berbohong?"     

"Aku rasa mereka tidak berbohong," jawab Rene agak ragu. "Pembunuhan itu memicu kepanikan di tengah masyarakat. Ditambah lagi, para tetangga akan mendapat imbalan jika mereka bisa membantu polisi. Mereka tidak punya alasan untuk berbohong."     

"Yah, kalau begitu bawa semua informan itu ke sini. Aku akan menanyai mereka sendiri satu per satu. Dan kamu Summer," Nightingale memandang ke arah Summer.     

"Ya?" Summer merespon sambil menggigil.     

"Kembalilah ke istana dan panggil Soraya ke sini."     

"Uh, baiklah." jawab Summer.     

Summer berjalan sambil terhuyung-huyung keluar dan ia berlari menuju istana Longsong.     

Entah bagaimana, Summer merasa cara Nightingale memberi perintah benar-benar terlihat berwibawa. Segala sesuatu tentang sikap Nightingale menunjukkan bahwa wanita itu memiliki kepercayaan diri yang besar. Tidak heran Yang Mulia mempercayai Nightingale sebagai kepala Biro Keamanan.     

…     

Ketika Summer kembali ke tempat kejadian pembunuhan, ada 2 orang lagi yang ikut bersamanya selain Soraya.     

"Mengapa Yang Mulia tidak meminta bantuanku untuk menangani masalah pembunuhan ini?" Kilat terbang masuk ke dalam ruangan sambil berseru. "Yang Mulia tidak adil!"     

"Coo, coo!" Maggie ikut terbang bersama Kilat.     

"Aku tidak bisa melarang mereka untuk ikut denganku," kata Summer dengan malu-malu.     

"Bukankah seharusnya kalian berdua melindungi Yang Mulia saat aku sedang pergi?" Alis Nightingale terangkat 1 sentimeter. "Ini bukan sebuah petualangan!"     

"Tenanglah. Sylvie ada di sana, tidak ada yang bisa mendekati Yang Mulia dengan mudah," jawab Kilat sambil mengedipkan mata. "Selain itu, Yang Mulia akan mengadakan rapat dengan para bangsawan dan tidak akan ada bahaya apa-apa yang terjadi di sana."     

"Luar biasa …," pikir Summer. "Bagaimana mungkin kedua gadis ini bisa bersikap santai di tempat kejahatan yang begitu mengerikan? Terutama Kilat. Kilat lebih muda beberapa tahun dariku, dan matanya berkilauan penuh semangat. Apa saja yang telah mereka lalui sejak mereka terbangun sebagai penyihir?" pikir Summer.     

"Siapa mereka ini?" Rene dan polisi lainnya menatap ke arah Kilat dan seekor burung yang bertengger di kepala Kilat, mata para pria itu terbelalak karena terkejut.     

"Mereka ini juga penyihir." gerutu Nightingale. "Biar bagaimanapun, kalian harus kembali ke istana sebelum rapat pertemuan Yang Mulia dengan para bangsawan itu berakhir. Kalian mengerti?"     

"Ah …" Kilat langsung cemberut.     

"Ehm, kamu ingin aku menggambar mayatnya?" Soraya adalah orang terakhir yang masuk ke ruangan. Summer merasa sedikit lega ketika ia melihat wajah Soraya tampak sangat pucat seperti dirinya.     

"Bukan menggambar mayatnya, tetapi pembunuhnya." Nightingale menutup pintu dan memberitahukan rencananya. "Begitu kita punya foto si pembunuh, kita akan memajangnya di papan pengumuman di alun-alun kota dan menawarkan hadiah uang tunai kepada warga yang bisa memberikan informasi bagus. Ini akan menjadi cara tercepat untuk menemukan si pembunuh."     

Rene Medde langsung terkesiap. "Maksudmu … Nona Summer … bisa merekonstruksi tempat kejadian perkara?!"     

"Itu tergantung. Summer bisa mempertahankan ilusinya dalam jangka waktu terbatas, jadi kita juga perlu sedikit keberuntungan. Lihat saja nanti." Nightingale mengangguk kepada Summer sebagai isyarat untuk mulai. "Silahkan."     

"Baiklah." Summer menutup matanya dan ia melacak waktu antara tengah malam sampai subuh seperti yang diperintahkan Nightingale. Dalam kegelapan, kekuatan sihir Summer mengalir dari ujung jari-jarinya dan terjalin, secara bertahap membentuk gambar yang jelas. Perlahan-lahan, beberapa papan kayu, tempat tidur, meja, dan sebuah ruangan terbentuk. Sebuah rumah tampak dalam benak Summer. Korban sedang tergeletak di lantai, darahnya mengalir ke lantai. Pintu yang sebelumnya terkunci kini telah terbuka.     

"Apakah ini kekuatan penyihir?"     

"Ini sangat tidak masuk akal!"     

"Demi Tuhan! Ilusinya tampak sangat nyata. Ini seperti kekuatan iblis."     

"Sssttt! Diamlah!"     

Para polisi yang sedang bergerombol itu saling berbisik-bisik.     

"Sepertinya si korban sudah mati." Nightingale menepuk bahu Summer. "Jangan sia-siakan kekuatan sihirmu. Mari kita beralih ke waktu yang lain."     

Pada percobaan yang kedua, Summer melacak waktu pada saat mendekati tengah malam. Sosok korban yang tergeletak di lantai menghilang, dan korban sekarang tampak sedang berbaring di tempat tidur, sepertinya ia sedang tertidur lelap.     

"Apakah ini berarti si korban terbunuh antara 2 periode waktu itu?" Rene bertanya dengan bingung.     

"Benar. Pembunuh itu mungkin beraksi antara tengah malam sampai pukul 3 subuh pagi ini." jawab Nightingale.     

"Aku mengerti sekarang! Kekuatan Nona Summer tidak bisa bertahan lama, dan kita mungkin akan kehilangan saat yang tepat ketika si pembunuh sedang beraksi. Itulah sebabnya kamu mengatakan kita perlu sedikit keberuntungan!" kata Rene.     

"Tepat sekali," jawab Nightingale. "Sepertinya butuh waktu lama bagi si pembunuh untuk meninggalkan gambar darah di dinding setelah ia menyelesaikan aksinya. Summer, lacak lagi waktunya mendekati pukul 3 subuh."     

Summer mengangguk dan menghela napas dalam-dalam. Summer mengeluarkan kekuatannya lagi dan mengatur waktunya antara pukul 2 dan 3 subuh. Kekuatan sihir Summer bergerombol ke dinding dan menampilkan ada orang asing yang sedang berdiri di samping tempat tidur korban. Orang asing itu sedang menggambar sesuatu di dinding dengan kain yang berlumuran darah.     

"Sepertinya kita sudah menemukan si pembunuh itu." kata Nightingale sambil tersenyum. "Kita beruntung."     

"Jadi orang ini adalah pembunuhnya, coo?" tanya Maggie.     

"Orang asing itu terlihat biasa saja … kupikir pembunuhnya pasti memiliki tubuh yang kekar dan kuat." kata Kilat dengan nada kecewa.     

"Aku hanya bisa menggambar wajah si pembunuh dari samping dari sudut ini." Soraya memandangi wajah si pembunuh dari dinding. "Apakah ada cara lain untuk mengubah posisinya agar wajah si pembunuh terlihat lebih jelas?"     

"Summer, lakukanlah." Nightingale menginstruksikan Summer.     

"Baiklah." Tanpa penjelasan lebih lanjut dari Nightingale, Summer sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Summer memundurkan waktu ilusinya 15 menit ke belakang. Kali ini, semua orang bisa melihat dengan jelas seperti apa wajah si pembunuh. Pertama-tama si pembunuh mencekik leher korban dengan seutas tali, hingga korban tewas, lalu ia menyeret korban ke lantai kemudian menggorok lehernya dengan sebuah belati. Selama seluruh proses pembunuhan itu, korban tampak tidak berdaya dan tidak tampak melakukan perlawanan.     

Tiba-tiba ada sesuatu yang terlintas di benak Rene, ia berbalik dan melihat ada sebuah tangki air di sudut ruangan. "Mungkinkah korban diracuni dengan Air Tanah Impian terlebih dahulu?"     

"Kelihatannya begitu." kata Nightingale sambil mengangguk. "Itu sebabnya tidak ada suara keributan sama sekali. Si pembunuh menggorok leher korban hanya untuk mendapatkan darahnya. Korban sendiri sudah mati pada waktu itu."     

"Tu, tuan! Aku pernah melihat pria ini sebelumnya!" tiba-tiba seorang polisi berseru.     

"Apa?!" Baik Nightingale dan Rene langsung menoleh kepada polisi itu.     

Polisi itu berhenti sejenak sebelum melanjutkan. "Pria itu bernama Maans, ia dulunya seorang petugas patroli. Aku sudah pernah berurusan dengan Maans sebelumnya."     

"Apakah kamu tahu di mana tempat tinggal pembunuh itu?" cecar Rene.     

"Aku ingat, Maans tinggal di pusat kota … di Jalan Barat, dekat kedai minum Domba."     

"Bagus sekali. Kita bahkan tidak perlu repot-repot untuk mencari si pembunuh. Tampaknya Tuhan berpihak kepada kita." dengus Nightingale. "Pembunuh itu tidak akan lolos begitu saja. Mari kita pergi!"     

"Baik, Nona!" semua polisi itu berseru dengan serempak.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.