Bebaskan Penyihir Itu

Pertempuran Sampai Titik Darah Terakhir



Pertempuran Sampai Titik Darah Terakhir

3Di bawah serangan pasukan artileri, formasi pasukan gereja mulai kocar-kacir dan berangsur-angsur tercerai-berai, sementara prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan yang tidak terpengaruh ledakan itu, mempercepat langkah mereka dan meninggalkan Pasukan Penghakiman yang berada di belakang.     
1

Tiba-tiba, Kilat melihat ada sesuatu yang aneh.     

Ada seorang penunggang kuda yang berpakaian seperti seorang pendeta, tubuhnya memancarkan sinar berwarna kuning, orang itu dengan cepat melintasi jalanan di bukit yang terjal dari belakang dan menstabilkan pasukan gereja yang tercerai-berai. Pasukan gereja itu kembali melanjutkan perjalanan di bawah panduan si penunggang kuda. Kali ini, para prajurit gereja tidak berbaris secara teratur, formasi mereka menyebar sehingga granat yang dilempar ke arah mereka tidak menyebabkan kerusakan yang fatal.     

Penunggang kuda itu adalah seorang Penyihir Suci.     

Kilat baru hendak mengatur 2 buah meriam untuk menembak ke area di mana Penyihir Suci itu akan lewat ketika ia mendengar teriakan Maggie.     

"Awas!"     

Kilat langsung melesat ke atas, ia melihat ada segerombolan belalang lewat di bawah kakinya seperti segerombolan awan yang berwarna cokelat.     

Setelah gerombolan belalang itu gagal menyerang Kilat, mereka berputar dan membentuk formasi seperti manusia. "Dasar bocah busuk, beraninya kalian melawan gereja? Pergilah kalian ke neraka!"     

"Maggie, pandu pasukan artileri!" seru Kilat sambil meraih revolvernya, lalu ia mengarahkan revolvernya ke arah gerombolan belalang itu sambil berkata, "Membunuh sesama penyihir membuatmu merasa sangat mulia? Kenapa bukan kamu saja yang mati!"     

…     

Musuh memasuki area pengawasan Danny. Kali ini pasukan gereja memiliki lebih banyak prajurit daripada sebelumnya. Gunung-gunung yang berkabut ditutupi oleh kemilau baju zirah milik musuh. Prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan tidak menggunakan perisai mereka sebagai pelindung, mereka hanya terus berjalan ke depan.     

Melihat lautan musuh yang berderap mendekat ke arahnya, Danny bisa merasakan aura musuh yang mencekam. Telapak tangan Danny yang berkeringat membuat pistolnya terasa lengket. Biasanya Danny hanya melihat pemandangan seperti ini dari tembok kota ketika Bulan Iblis tiba saat ribuan binatang buas menyerang tembok kota. Apa pun yang menghalangi jalan mereka akan hancur berantakan. Tetapi sekarang, untuk pertama kalinya Tentara Pertama akan menghadapi musuh yang lebih kuat daripada binatang iblis.     

Tetapi Danny tidak merasa takut. Binatang-binatang iblis tidak dapat menghancurkan tembok kota yang dijaga oleh Pasukan Milisi, dan sekarang pasukan gereja juga akan dihalangi oleh pertahanan dari Tentara Pertama!     

Terlebih lagi, wanita yang ingin Danny lindungi sedang berada tepat di belakang posisi mereka.     

Ketika Danny melangkah ke dalam parit pada pagi hari, ia melihat sosok berwarna hijau yang menoleh dan tersenyum padanya. Meskipun Danny tahu bahwa senyuman wanita itu hanya sekedar sapaan untuknya, wajah wanita yang tersenyum itu masih seperti bunga yang bermekaran yang berakar di dalam hatinya.     

Danny tidak pernah menyangka bahwa wanita itu akan datang bersama Yang Mulia Roland ke medan perang ini.     

Bagaimanapun, Danny bertekad ia tidak akan membiarkan musuh menerobos garis pertahanan ini.     

Sayang sekali Si Kapak Besi mengeluarkan Danny dari regu penembak jitu setelah ia melanggar disiplin militer tempo hari. Jika senjata Danny tidak diganti dengan revolver, ia pasti bisa merobohkan beberapa prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan itu lagi.     

"Mereka baru saja melewati garis pertahanan 300 meter!" seru Malt sambil melaporkan posisi musuh. "Waspadalah dengan lemparan tombak musuh!"     

"Aku sudah melihat mereka." kata Danny sambil menepuk kepala bocah itu. "Jaga dirimu baik-baik."     

Malt, yang merupakan korban dari tindakan Danny yang tidak disiplin, juga diturunkan posisinya ke Batalion Senjata Api setelah luka-lukanya sembuh. Namun karena Malt hanya mengikuti kelakuan Danny, ia tidak dihukum kurungan, dan gajinya hanya dipotong 1 bulan saja.     

Namun, yang terjadi kali ini adalah serangan musuh datang dengan sangat cepat sehingga 4 buah senapan mesin gagal menahan kedatangan Pasukan Penghukuman Tuhan. Selagi debu dan asap beterbangan memenuhi udara, ada beberapa celah yang bisa diterjang Pasukan Penghukuman Tuhan di antara rentetan tembakan senapan mesin Tentara Pertama.     

Prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan yang bergegas maju berhasil melewati garis pertahanan merah milik pasukan regu tembak.     

"Garis 200 meter, mereka sedang melemparkan tombak ke arah kita!"     

"Tiarap!!"     

"Semuanya tiarap!"     

Teriakan terus-menerus terdengar dari dalam parit. Danny menembakkan kelima pelurunya secara berurutan kemudian ia berguling ke tanah. Pada saat yang sama, Danny juga mengisi revolvernya kembali. Setelah serangan tombak yang dilancarkan musuh, Danny bangkit berdiri dan menarik pelatuknya, dan menembak ke arah musuh yang terdekat.     

Dalam jarak sedekat itu, revolver sama kuatnya seperti sebuah senjata baru. Danny hampir bisa melihat wajah-wajah kaku para prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan, seolah-olah serangan yang dilancarkan pasukan artileri dan tembakan di sekitar mereka tidak berpengaruh apa-apa kepada mereka. Sampai sebuah peluru menembus dada dan leher prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan dan menghancurkan kepalanya, prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan itu baru bergetar dan darahnya yang berwarna biru menyembur ke luar.     

Ketika semakin banyak musuh yang melewati garis pertahanan, Danny dengan cepat menghabiskan 3 buah pelurunya yang sudah diisi ulang. Menurut rencana, Danny harus segera menuju ke parit kedua.     

Saat Danny masuk ke parit dan melihat rekan satu timnya di sana, sesosok bayangan hitam jatuh dari langit. Tiba-tiba ada seorang prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan yang sedang melompat dan menyeberangi kawat berduri di depan parit sambil menghunuskan pedang besarnya untuk membelah tubuh Danny!     

"Awas! Lari!!!" Danny meraih lengan Malt yang berada di belakangnya dan menarik bocah itu ke dadanya untuk melindunginya.     

Terdengar suara yang keras!     

Tiba-tiba Danny merasa tangannya mati rasa dan ia terjatuh ke tanah.     

Ketika Danny membuka matanya, Malt, yang berada dalam pelukannya, sudah terputus di bagian pinggangnya.     

Malt menatap Danny dengan mulut terbuka. Malt memuntahkan darah dari mulutnya tetapi ia tidak bisa berbicara lagi.     

Danny merasa otaknya menyuruhnya untuk bergerak dan ia berteriak, tetapi prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan itu sudah terlanjur menerkamnya. Lengan Danny terpotong dan wajahnya hampir terbelah oleh pedang prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan itu.     

Tiba-tiba Danny bahkan bisa melihat sebilah pedang raksasa yang ternoda dengan darahnya sendiri.     

Saat Danny mengira ia akan segera mati, kilatan cahaya lain muncul di depan matanya. Dua buah pedang raksasa saling beradu dan memercikan bunga api dan pedang milik prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan itu terjatuh ke tanah!     

Seorang wanita berambut hitam panjang yang dikuncir kuda berdiri di atas Danny, matanya berkilauan dengan warna keemasan, wanita itu muncul di atas parit seperti seorang lawan yang sulit untuk ditaklukkan.     

Prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan yang kehilangan pedangnya itu tidak terkejut sama sekali dan ia melayangkan tinjunya ke arah wanita berambut hitam itu.     

Dalam sekejap, prajurit Pasukan Penghukuman itu jatuh ke tanah dan mati. Tanpa sempat melakukan perlawanan, kepalanya hancur diinjak oleh wanita perkasa itu.     

Campuran darah berwarna biru-putih terciprat ke wajah Danny.     

"Cepat pergi dari sini." kata wanita itu kepada Danny.     

Wanita itu melirik ke arah Danny yang sedang gemetar ketakutan dan ia berteriak sebelum 2 orang prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan lainnya bergegas ke arah wanita itu.     

"Orang ini sedang terluka!" teriak wanita itu.     

"Bawa ia pergi dari sini!"     

"Malt juga harus ikut denganku," kata Danny dengan suara serak, ia masih memeluk tubuh bocah itu dengan lengannya yang masih tersisa.     

"Malt sudah mati!" teriak seseorang. "Apa kamu ingin membunuh kami semua?!"     

Rekan-rekan satu tim di belakang Danny meraih lengannya yang terputus dan menarik Danny ke belakang parit selagi tubuh Malt yang sudah tidak bernyawa itu perlahan-lahan menghilang dari pandangan Danny.     

…     

Kilat terbang ke belakang kawanan belalang itu dengan kecepatan penuh dan menarik pelatuk revolvernya.     

Kilat telah mengetahui kelemahan musuhnya. Dengan membunuh setiap belalang yang ada dalam kerumunan itu, Penyihir Suci itu akan kehilangan sedikit kekuatan sihirnya, terutama karena Maggie sedang berubah menjadi burung layang-layang, yang merupakan predator utama bagi belalang. Maggie terus menggiring kawanan belalang itu dan memaksa mereka menjadi 'bola' sebelum Kilat mengeluarkan pistol dan menembak mereka. Akhirnya sebuah letusan revolver terdengar di telinga Maggie.     

Penyihir Suci itu tidak bisa bertahan terlalu lama.     

Ketika Kilat hendak mengisi ulang revolvernya, gerombolan belalang itu tiba-tiba berbalik dan melarikan diri ke bawah.     

"Maggie!!"     

Teriak Kilat ke arah Maggie.     

"Owh! Owh!" balas Maggie.     

Maggie berubah menjadi burung Elang Alap Jambul, ia melipat sayapnya dan menukik ke arah kerumunan belalang di bawah sambil membuka seluruh paruhnya lebar-lebar.     

"Apa itu? Ini … mustahil!?" Suara belalang itu kini berubah menjadi teriakan ketakutan. Gerombolan belalang itu ingin berbalik arah untuk melarikan diri, tetapi semuanya sudah terlambat.     

Maggie menelan gerombolan belalang itu dengan sekali lahap dan mengunyahnya 2 kali. "Rasanya sangat menjijikan, tidak enak sama sekali!" seru Maggie.     

Kilat mengangkat bahu dan memasukkan revolvernya ke dalam ikat pinggangnya. "Karena semua belalang itu tidak dipanggang dan belum dibumbui."     

Sampai saat itu, Kilat masih belum menyadari bahwa ada banyak noda darah di tubuhnya. Selama serangan pertama tadi, Kilat sudah bersentuhan dengan gerombolan belalang itu dan gigi belalang ini ternyata menggores-gores tubuhnya. Jika kawanan belalang itu menyerang orang biasa, mungkin orang itu tidak akan bisa dengan mudah menghindari serangan belalang itu.     

Melihat area di bawah yang penuh dengan tumpukan mayat-mayat, Kilat menarik napas dalam-dalam. "Kita tidak perlu memandu pasukan artileri lagi di sini. Mari kita melindungi Yang Mulia."     

"Awh!" jawab Maggie.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.