Bebaskan Penyihir Itu

Pusaran Angin Topan



Pusaran Angin Topan

4"Apakah itu … kekuatan sihir?"     
3

Pusaran yang berputar-putar di kening pria itu mengingatkan Roland akan penjelasan yang pernah disampaikan Nightingale tentang bentuk kekuatan sihir milik para penyihir, tetapi kini setelah ia melihatnya sendiri, Roland pikir pusaran sihir itu lebih mirip seperti sebuah galaksi. Beberapa spiral berputar di sekitar pusaran, titik paling terang yang terletak di bagian tengah. Meskipun begitu, pusaran sihir itu hanya seukuran telapak tangan, ketika Roland melihatnya lebih jelas, ia bisa melihat banyak detail kecil di dalamnya dan merasakan ada kekuatan yang melonjak di dalam pusaran itu.     

"Apakah kamu seorang petarung bela diri?" pria itu bertanya dengan suara serak.     

"Tidak, aku bukan seorang petarung bela diri." jawab Roland dengan hati-hati.     

"Benar juga, kurasa kamu memang bukan seorang petarung." Pria berwajah hangus itu membalikkan tubuhnya ke arah Roland tanpa menggerakkan kepalanya sama sekali. "Aroma tubuhmu terasa lebih manis."     

Roland mencari kelemahan di tubuh pria berwajah hangus itu sambil berkata, "Jika kamu seorang gadis, aku mungkin tertarik untuk berbicara denganmu. Apakah kamu seorang pria yang terkena kekuatan sihir … tidak, maksudku Kekuatan Alam?"     

"Kekuatan Alam?" Pria berwajah hangus itu mendengus. "Mereka tidak tahu dari mana kekuatan ini berasal dan mereka juga tidak tahu apa-apa tentang kekuatan ini."     

"Jangan bicara seolah-olah kamu mengetahui segalanya." kata Roland dalam hati, "Lagi pula, ini adalah dunia mimpiku!"     

Pria berwajah hangus itu membuka mulutnya yang penuh dengan luka lepuh berdarah dan mengatakan, "Aku sendiri tidak tahu kekuatan apa ini, tetapi aku bisa merasakannya. Kekuatan ini bukan berasal dari dunia ini. Kekuatan ini adalah sebuah anugerah dari para dewa. Aku pikir pembajak itu bisa menarik setidaknya 1 atau 2 orang petarung ke sini, tetapi ia menyerah terlalu cepat. Untungnya, usahaku akhirnya membuahkan hasil, saat kamu datang ke sini …."     

"Kraakk!"     

Roland melancarkan serangan terlebih dulu sebelum pria itu sempat menyelesaikan kalimatnya. Ini adalah trik yang Roland pelajari dari pengalaman bertarungnya saat ia masih kecil. Roland bisa tahu dari cara pria itu bertindak dan berbicara bahwa orang ini berbahaya. Karena itu, sebaiknya Roland segera bertindak sebelum pria itu selesai berbicara.     

Roland langsung meninju pria itu tepat di keningnya secepat kilat. Selagi Roland merasakan kekuatannya meningkat tajam, ia masih belum mengerahkan semua kekuatannya. Namun, Roland bisa merasakan tulang tengkorak pria itu retak terkena tinjunya.     

Serangan Roland membuat pria berwajah hangus itu terpental ke udara.     

Sementara itu, aliran hangat di dalam tubuh Roland mulai kembali melonjak, rasanya seluruh tubuhnya menggebu-gebu karena telah berhasil melancarkan serangan awal dengan baik.     

Pria itu mendarat dan terguling-guling di tanah hingga menabrak sebuah dinding. Ketika pria itu kembali berdiri sambil terhuyung-huyung, Roland kembali meluncurkan serangan lainnya tanpa ragu-ragu.     

Roland percaya akan kekuatannya sendiri, karena ini adalah Dunia Mimpinya.     

Apalagi lawan Roland jelas bukan seorang manusia.     

Ketika tulang-tulang di wajah pria itu patah, ia tampak tidak kesakitan dan tidak memohon ampun sama sekali kepada Roland. Tidak ada seorang manusia pun yang mampu menahan rasa sakit separah ini yang masih bisa bereaksi seperti pria ini.     

Roland merasa pikirannya lebih jernih dari sebelumnya.     

Aliran hangat memenuhi tubuh Roland, tetapi tidak membuat kepalanya terasa pusing.     

Roland tahu bahwa pada saat ini, ia harus mengalahkan orang ini, yang merupakan trik lain yang ia pelajari dari pertarungan masa kecilnya.     

Kali ini, Roland memukul pria itu dengan segenap kekuatannya.     

Roland terus melancarkan tinjunya seolah-olah ia sedang memukul karung pasir, dan mendesak pria berwajah hangus itu melakukan pertahanan. Rupanya, pria itu tidak menyangka bahwa Roland akan terus menyerangnya dan ia mulai berusaha membalas pukulan Roland. Roland mulai merasa bahwa ia seperti sedang memukul sebuah tahu, karena otot-otot pria berwajah hangus itu terkoyak setelah lengan, tulang dada, dan tulang rusuknya patah. Jika pria ini adalah manusia normal, tentu ia sudah mati pada saat ini.     

Roland berteriak sambil terus melancarkan pukulan keras kepada pria itu, "Dasar brengsek! Untuk apa kamu memutar kepalamu 180 derajat! Kamu pikir kamu sedang bermain dalam film horor?!"     

Roland merasa sangat kesal dengan kenyataan sebagai pencipta Dunia Mimpi ini, ia sendiri telah ditakuti oleh seorang pria berwajah hangus di gang ini.     

"Ini … tidak mungkin … mengapa … aku tidak bisa menggunakannya …" suara pria itu berubah dan tidak lama kemudian Roland hampir tidak bisa mendengar apa pun yang ia katakan.     

"Menggunakan apa maksudnya?" Roland memperhatikan bahwa pusaran sihir yang ada di kening pria itu berputar lebih lambat. Roland mengulurkan tangannya untuk menyentuh kening pria itu dan ia bisa merasakan 'bentuk' pusaran sihir itu. "Maksudmu pusaran sihir yang ada di keningmu ini?" tanya Roland.     

"Tidak, jangan sentuh itu …."     

Roland tahu ia harus melakukan apa yang tidak diinginkan oleh musuhnya. Roland menarik kepala pria itu ke bawah dan meraih pusaran sihirnya. Ketika aliran hangat di tubuh Roland mulai terasa semakin hangat, ia mencabut pusaran sihir dari kening pria berwajah hangus itu.     

Tiba-tiba, pria berwajah hangus itu terdiam dan roboh ke tanah, ia tidak bergerak dan tidak bernyawa lagi.     

Pusaran itu berubah dari merah tua menjadi warna merah terang dalam genggaman telapak tangan Roland. Dan sekarang warnanya mulai berubah lagi jadi putih di bagian tengahnya dan biru di bagian luarnya, dan kali ini pusarannya lebih menyerupai sebuah galaksi.     

Pusaran itu mulai berputar lagi dan dengan cepat terbang meninggalkan telapak tangan Roland, dan berubah menjadi seberkas cahaya yang menyilaukan. Pusaran itu naik ke langit, meninggalkan jejak seperti kawat perak dan menghilang dalam beberapa detik.     

Sementara itu, aliran hangat yang ada di dalam tubuh Roland berangsur-angsur mereda, memberinya sebuah rasa kepuasan yang besar. Kini Roland merasa nyaman dari ujung kepala sampai ujung kaki.     

Roland benar-benar merasa terheran-heran.     

Dunia Mimpi ini ternyata jauh lebih rumit daripada yang Roland bayangkan.     

Melihat pria berwajah hangus itu tergeletak di tanah, Roland merasa puas kemudian ia berbalik untuk keluar dari dalam gang.     

Langit sudah gelap ketika Roland kembali ke apartemennya. Segerombolan serangga terbang tertarik oleh cahaya yang ada di gedung apartemen dan serangga-serangga itu berdengung dengan keras di koridor apartemen.     

Roland meraba-raba sakunya untuk mengambil kunci dan memasukkan kuncinya ke lubang pintu apartemennya. Sebelum Roland memutar kuncinya untuk membuka pintu, ia mendengar suara langkah kaki yang berjalan dengan cepat dari balik pintu.     

Zero membuka pintu dengan wajah cemberut, tetapi kedua matanya masih menyiratkan rasa khawatir.     

"Dari mana saja kamu?"     

"Dari mana saja kamu?"     

Mereka berdua bertanya secara bersamaan.     

"Hari ini ada jam tambahan di sekolah karena besok kami akan diliburkan." jawab Zero.     

"Aku pergi untuk mencarimu." kata Roland.     

"Paman mencariku?" gadis kecil itu bertanya dengan nada ragu.     

"Ya, kamu belum pulang tepat waktu tadi." jawab Roland sambil tertawa, kemudian ia masuk ke dalam apartemen.     

Tiga macam masakan dan semangkuk sup sudah diletakkan di atas meja, tetapi semua mangkuk dan sumpit itu masih tetap rapi dan bersih. Jelas, Zero sedang menunggu Roland kembali untuk makan malam bersama.     

Itulah sebabnya Zero berlari ke pintu begitu ia mendengar ada suara di pintu.     

Roland duduk di meja dan berkata, "Mari kita makan malam. Aku sudah lapar."     

Zero menatap Roland dan bertanya, "Apakah paman khawatir aku ditipu oleh orang asing? Aku bukan anak kecil lagi, paman. Lain kali, paman bisa menungguku di rumah."     

Roland memutar kedua bola matanya sambil berpikir, "Zaman sekarang, murid-murid SMP sudah bisa bicara seperti ini? Seingatku saat masih seusia Zero, aku sangat nakal. Ketika aku punya uang saku, aku akan pergi ke arena permainan dan ketika aku tidak sedang bermain ke sana, aku akan pergi ke gunung untuk menangkap kumbang. Tetapi aku tidak pernah pulang sampai langitnya gelap."     

Entah bagaimana Roland merasa sedikit malu sendiri ketika ia memikirkan hal ini.     

"Oh, jadi besok kamu libur sekolah?" tanya Roland.     

"Hm, apa?" Zero masih tampak agak jengkel tetapi ia sudah lebih santai, tidak setegang tadi.     

Sambil makan Roland berkata, "Besok kita pergi ke perpustakaan, aku akan membelikan sesuatu untukmu."     

"Membeli apa?" tanya Zero.     

"Yah, terakhir kali aku membelikanmu pakaian, jadi kali ini, mari kita beli beberapa gaun baru lagi, sepatu dan piyama baru … kamu harus mendapatkan sesuatu yang baru untuk mengganti pakaian yang saat ini kamu kenakan." jawab Roland sambil tersenyum. "Aku juga akan membelikanmu ponsel. Kita bisa tetap berhubungan kalau-kalau terjadi sesuatu seperti ini lagi."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.