Bebaskan Penyihir Itu

Pembantaian Secara Diam-diam



Pembantaian Secara Diam-diam

2"Aku ingat 1 bulan yang lalu aku menyuruh Anda untuk menutup jalan ke Kerajaan Hati Serigala secepat mungkin. Mengapa masih ada begitu banyak pengungsi yang berbondong-bondong masuk ke sana?" tanya wanita yang berkerudung hitam dengan masam, "Dan pasukan kesatria Anda seharusnya sudah tiba di perbatasan saat ini."      0

"Kamu tahu pasti bahwa jumlah para pengungsi itu terlalu banyak!" jawab Appen sambil mengepalkan tinjunya dengan kesal, "Jika para pengungsi itu dilarang menyeberangi perbatasan, sebagian besar dari mereka akan mati kelaparan. Tidak ada kota di dekat sini, dan tidak ada tempat untuk menyediakan makanan untuk mereka. Butuh waktu setidaknya 1 minggu untuk kembali ke Kota Hutan Rimba jika para pengungsi itu kembali ke sana, dan mereka …."     

"Lalu apa hubungannya para pengungsi itu dengan Anda?" Wanita yang berkerudung hitam menyela ucapan Appen dengan tidak sabar. "Jika para pengungsi itu kelaparan atau kehausan, itu salah mereka sendiri, lagi pula, mereka sendiri yang telah meninggalkan kerajaan mereka. Sebaiknya Anda memperhatikan ayah Anda saja. Atau Anda ingin melanggar kesepakatan kita?"     

"Para pengungsi itu sendiri yang meninggalkan kerajaan mereka, katamu? Dasar konyol!" pikir Otto dengan berang. "Orang-orang seperti kalian inilah yang mengobarkan perang di Kerajaan Hati Serigala, dan menggusur penduduk di kerajaan itu."     

Ketika soal pelanggaran kesepakatan itu disinggung, Appen menunjukkan keraguannya dengan jelas. Setelah beberapa saat Appen akhirnya berkata, "Jalanan menuju ke Kerajaan Hati Serigala akan ditutup dalam 1 minggu, aku harap kamu akan merasa puas dengan hasilnya. Namun, jika para pengungsi itu melintasi perbatasan melalui hutan belantara atau pegunungan, dan bukannya berjalan melalui jalan utama, itu bukan urusanku."     

"Tentu saja. Aku tidak akan menyuruh anda untuk melakukan sesuatu yang tidak bisa anda lakukan." wanita berkerudung hitam itu mengambil botol porselen itu dan menyesap isinya. Wanita itu berjalan ke tempat tidur raja dan membungkuk untuk memberi minum ramuan itu kepada Raja Fajar melalui mulutnya. Otto dan Oro, yang bersembunyi di belakang perapian mengawasi wanita itu saat ia mendekati sang raja, tetapi mereka berdua tidak bisa melihat apa yang dilakukan wanita itu dengan jelas. Setelah beberapa saat, wanita berkerudung hitam itu mengangkat kepalanya dan berkata, "Raja Fajar akan pulih seperti biasa dalam waktu 1 jam."     

"Apakah ramuan itu harus diberikan kepada Ayahku langsung dari mulutmu?" tanya Appen.     

"Benar, ramuan itu hanya akan berhasil jika diberikan kepada raja melalui mulutku." jawab wanita berkerudung hitam itu sambil mengangkat bahu, "Selama Anda mematuhi perjanjian kita, Anda bisa merasa lega mengetahui bahwa ayah Anda akan pulih sepenuhnya, bahkan ia akan jauh lebih sehat dari sebelumnya."     

"Lain kali ketika kami kembali lagi ke sini, perbatasan itu harus sudah ditutup sepenuhnya." kata wanita yang berambut pirang sambil tersenyum. "Jangan mengecewakan Sang Paus, pangeran."     

Ketika kedua wanita itu berbalik untuk pergi, Appen tiba-tiba bertanya, "Kalian adalah para penyihir, bukan?!"     

"Hah?" Kedua wanita itu berhenti tiba-tiba.     

"Apakah itu karena kekuatan sihir penyihir sehingga ramuan itu hanya bisa diberikan kepada ayahku dari mulutmu?" kata Appen dengan pelan, "Tidak ada alasan lain yang bisa menjelaskan semua hal ini. Meskipun keberadaan penyihir di dalam gereja itu sangat sulit dipercaya, yang telah kalian lakukan ini tidak ada bedanya dengan iblis."     

"Apakah Anda yakin, Anda ingin membicarakan hal ini?" tanya wanita yang berambut pirang.     

"Keluarlah kalian!" teriak Appen.     

Kata-kata sang pangeran membuat Otto dan Oro merasa takut, tetapi yang mereka lihat adalah beberapa pengawal kerajaan berbaju zirah muncul dari balik lemari dan dari bawah tempat tidur raja. Lalu kedua wanita itu dikelilingi oleh sekelompok pengawal.     

"Oh oh oh," wanita yang berambut pirang itu bersiul sambil berkata, "Sungguh sebuah tindakan yang berani sekaligus sembrono."     

"Dan tindakannya ini sangat tidak masuk akal." kata wanita yang berkerudung hitam sambil menggelengkan kepalanya. "Tampaknya gereja tidak bisa membuat Anda tunduk kepada kami."     

"Jangan berpura-pura lagi!" teriak Appen. "Pasukan Penghukuman Tuhan milik gereja memang sangat hebat dan kuat. Namun, mereka sedang tidak ada di sini! Kami memiliki banyak Batu Pembalasan Tuhan di istana ini, sebanyak yang kami inginkan. Apa kalian pikir kalian bisa melarikan diri dari sini?"     

"Tunggu dulu." wanita yang berambut pirang itu bertanya, "Apakah para penyihir yang kami temui di jalan tadi itu adalah orang-orang suruhan Anda?"     

"Mereka bukan penyihir sungguhan, itu hanyalah tipuan yang sering digunakan Tikus." sembur Appen seolah-olah amarahnya yang sudah lama ia pendam kini meledak. "Segenggam Batu Api Ajaib akan memberi kami gambaran yang jelas tentang kekuatan yang kalian miliki. Apa bedanya para penyihir dengan orang-orang biasa tanpa perlindungan dari Pasukan Penghukuman Tuhan? Belum terlambat untuk meminta belas kasihanku jika kalian menyerahkan ramuan itu kepadaku sekarang. Lakukan saja seperti yang aku katakan. Kalau tidak, aku akan mematahkan tangan dan kaki kalian, serta mencabut gigi kalian. Kalian akan jadi seperti mayat yang tidak bisa berbuat apa-apa."     

"Penyihir lain pasti akan sangat marah jika mereka mendengar kata-katamu itu." kata wanita yang berambut pirang sambil menghela napas. "Anak muda, kamu seharusnya tidak meragukan keberadaan penyihir atau meremehkan kekuatan mereka. Sebaiknya kamu tidak mengulangi perbuatanmu ini lagi di masa depan, atau kamu akan menerima akibatnya nanti."     

"Apa?!" ucapan sinis penyihir itu malah membuat sang pangeran semakin berang. "Kita lihat apakah kalian masih bisa keras kepala seperti itu di dalam penjara! Pengawal! Bawa mereka ke penjara!"     

Otto menempelkan wajahnya ke belakang perapian dengan harapan agar ia bisa melihat lebih jelas, tetapi ia langsung terperanjat. Otto tidak percaya dengan apa yang ia lihat di sana.     

Sebelum para pengawal itu bisa menyentuh kedua penyihir itu, tangan mereka berubah arah genggaman pedang dan semua pengawal itu malah menusuk diri mereka sendiri.     

Dalam sekejap, darah terciprat ke mana-mana. Para pengawal itu roboh ke lantai tanpa berteriak kesakitan sama sekali. Bau darah segera menyeruak di ruangan itu.     

Melihat semua kejadian itu, tubuh Appen gemetar tanpa henti seolah-olah ia telah melihat sesuatu yang brutal dan sangat mengerikan. Kepercayaan diri dan kemarahan yang Appen tunjukkan sebelumnya langsung sirna. Air kencingnya menetes di antara kedua kakinya selagi ia mengencingi dirinya sendiri karena begitu ketakutan.     

"Biarkan saja orang ini." kata penyihir yang berambut pirang sambil mengangkat bahu, "Orang ini masih berguna untuk kita."     

"Sedikit pelajaran kecil untukmu kali ini," kata penyihir yang berkerudung hitam sambil menjentikkan jarinya. Lalu sang pangeran jatuh terduduk di lantai seperti baru terbangun dari mimpi. Tubuh sang pangeran masih tampak gemetaran.     

"Jangan khawatir, kamu masih hidup." kata wanita berkerudung hitam itu dengan sinis. "Tetapi aku tidak bisa menjamin kamu masih seberuntung itu lagi lain kali."     

"Ke … kenapa? Ba … bagaimana bisa? Di istana ini, kami memiliki banyak Batu Pembalasan Tuhan," kata Appen sambil tergagap. "Bagaimana mungkin para penyihir …."     

"Karena kami ini adalah para Penyihir Suci," sahut penyihir yang berambut pirang sambil tersenyum. "Mengapa anda tidak mematuhi perjanjian itu saja? Ayahmu akan aman, dan keberadaan Kerajaan Fajar juga akan aman. Anda bisa tetap menjadi anggota gereja ketika gereja sudah mengalahkan Kerajaan Graycastle. Meskipun kerajaan Anda akan berada di bawah pemerintahan gereja nantinya, Anda masih bisa menjalani kehidupan yang baik, dan rakyat Anda akan terbebas dari peperangan. Apa untungnya anda melakukan perlawanan yang bodoh seperti ini?"     

"Dan, jangan lupa untuk membersihkan ruangan ini. Ayahmu akan segera sadar. Aku rasa Anda tidak ingin ayahmu melihat semua darah dan mayat-mayat ini saat ia bangun, bukan?" kata penyihir berambut pirang itu sambil berlalu.     

Otto merasa seluruh punggungnya basah oleh keringat dingin. Otto merasa merinding memikirkan para Penyihir Suci itu ternyata kebal terhadap Batu Pembalasan Tuhan, dan gereja berencana untuk menaklukkan Kerajaan Graycastle dan mengambil alih Kerajaan Fajar. Seperti yang pernah disampaikan oleh Pangeran Roland, gereja telah menganggap Empat Kerajaan sebagai sasaran empuk mereka.     

…     

Appen adalah satu-satunya orang yang tersisa di ruangan itu ketika Raja Moya sudah sadar. Karpet yang berlumuran darah sudah ditutupi dengan kain bersih.     

Appen memberi makan ayahnya semangkuk bubur gandum sesendok demi sesendok. Raja Moya sepertinya sudah melupakan penyakitnya, ia mengobrol tentang urusan pemerintah dan urusan keluarga bersama Appen. Seolah-olah tidak terjadi apa-apa sebelumnya.     

Otto tidak berani menarik napas saat melihat pemandangan aneh ini.     

Oro dan Otto tidak meninggalkan terowongan itu sampai hari menjelang sore.     

"Apa yang harus kita lakukan sekarang?" Oro dengan panik bertanya kepada Otto.     

"Kita akan menceritakan semua kejadian ini kepada Earl Quinn … dan juga kepada orang tua kita." jawab Otto sambil mengertakkan gigi. "Masalah ini sudah berada di luar kemampuan kita."     

"Tetapi kamu sudah melihat para Penyihir Suci itu kebal terhadap Batu Pembalasan Tuhan! Apa bedanya jika keluarga kita dan Earl Quinn mengetahui kejadian ini?" tanya Oro.     

"Aku tahu seseorang yang bisa berurusan dengan mereka." jawab Otto sambil memandang temannya itu dan berkata dengan pelan, "Kita bisa meminta bantuan. Kita minta utusan dari Kerajaan Graycastle yang ada di kota ini untuk mengirimkan berita ini kepada Yang Mulia Roland Wimbledon!"     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.