Bebaskan Penyihir Itu

Sang Pemburu



Sang Pemburu

1Selagi Danny menunggu kedatangan musuh, seorang pria pendek berlari menghampirinya di sepanjang parit.     
2

"Kapten, kamu sudah tiba di sini." kata pria pendek itu sambil terengah-engah, ia menaruh karung yang ada di bahunya, dan meletakkannya di dekat kaki Danny. "Ini amunisimu, Kapten."     

"Jika aku berburu di pegunungan, aku pasti sudah kembali saat ini," kata Danny. "Berapa banyak amunisi yang tersedia untukku?"     

"30 peluru, Kapten." jawab pria pendek itu.     

"Sedikit sekali …," gumam Danny. "Dasar."     

Pria pendek itu adalah prajurit yang termuda di pasukan, ia baru berusia 16 tahun. Namanya Malt. Malt datang untuk 'melindungi' Danny.     

Setiap penembak jitu memiliki seorang pelindung sehingga ketika musuh mendekat, mereka dapat dengan cepat menahan serangan musuh dan mengambil kesempatan untuk melarikan diri atau beralih senjata dari senapan menjadi bayonet.     

Danny tidak berpikir dirinya membutuhkan seorang pelindung, terutama oleh pemuda yang masih di bawah umur. Alasan Danny menerima Malt adalah karena ia tidak bisa menolak permintaan Karl Van Bate. Danny telah bertetangga dengan Karl Van Bate selama bertahun-tahun, dan mereka juga tinggal di jalan yang sama di Distrik Baru. Danny mengerti bahwa Karl menganggap semua anak yang lulus dari Sekolah Karl sebagai anak-anaknya sendiri.     

Karena posisi penembak jitu biasanya berada di belakang, pelindung mereka juga berada di tempat yang lebih aman dibandingkan dengan prajurit lain yang berada di garis depan. Danny tahu bahwa Yang Mulia Roland tidak ingin prajuritnya saling menutupi kesalahan atau tidak bisa bekerja sama dengan baik, jadi dengan menerima Malt sebagai pelindungnya adalah salah satu dari sedikit hal yang bisa Danny lakukan tanpa menyinggung perasaan Yang Mulia.     

Melihat Malt yang sedang berjongkok di sana sambil memunguti peluru, Danny tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya, "Apakah kamu pernah berpikir untuk berganti pekerjaan?"     

"Meninggalkan Tentara Pertama?" jawab Malt tanpa menoleh, "Tidak, aku sangat suka bekerja di kemiliteran."     

"Tetapi ini bukan sebuah permainan," kata Danny sambil mengangkat alisnya. "Kita bisa terbunuh di medan perang kapan saja. Kamu tidak harus mengambil risiko ini. Sebagai lulusan Sekolah Karl, kamu sudah memenuhi persyaratan untuk bekerja di Balai Kota. Di sana kamu dapat bekerja dengan layak dan mendapatkan lebih banyak penghasilan daripada di kemiliteran."     

"Tetapi aku tidak suka menjalankan tugas-tugas administrasi setiap harinya. Aku hanya ingin memegang senjata untuk melindungi Yang Mulia Roland." jawab Malt sambil meletakkan peluru 8 mm yang ia ambil. "Selain itu …" Tiba-tiba Malt berhenti bicara dan wajahnya tersipu.     

"Karena Nona Nana?" tanya Danny.     

Malt tidak menjawab, namun kedua pipinya semakin memerah.     

Danny tidak bisa menahan tawanya. "Setengah dari prajurit di Tentara Pertama memang mengagumi Nona Nana sang malaikat. Kurasa kamu tidak akan punya kesempatan untuk mendekati Nona Nana. Lagi pula, ayahnya adalah seorang Baron. Meskipun saat ini ayahnya tidak memiliki wilayah kekuasaan, putrinya bukanlah seseorang yang mudah kamu dapatkan."     

"Aku … aku tidak berpikir begitu," kata Malt sambil menggaruk belakang lehernya. "Aku sudah puas selama aku bisa melihat Nona Nana setiap hari."     

Danny menggelengkan kepalanya dan ia berhenti membujuk Malt. Danny tahu seberapa kuat dan keras kepala seorang pria setelah mereka jatuh cinta. Danny sendiri juga akan berbuat hal yang sama seperti Malt.     

Kapan saja Danny punya waktu senggang, bayangan seorang wanita berambut hijau akan muncul di benaknya begitu ia menutup kedua matanya.     

Jika saja waktu itu wanita berambut hijau itu tidak mengulurkan tangan untuk menyelamatkannya, Danny mungkin sudah tewas di hutan pada waktu itu.     

Tetapi pada saat itu, penyihir masih dianggap sebagai kaki tangan iblis, mereka adalah simbol kejahatan. Danny mengubur perasaannya jauh di dalam hatinya dan ia tidak berani memberi tahu siapa pun tentang kejadian itu. Tidak disangka-sangka, kedua kalinya mereka bertemu, para penyihir sudah terbukti tidak bersalah. Bahkan, penyihir berambut hijau itu kini tinggal di Gedung Penyihir di area istana dan ia juga sering melatih kemampuannya di Hutan Berkabut.     

Danny tidak bisa masuk ke area istana untuk bertemu dengan penyihir berambut hijau itu seperti yang ia harapkan, jadi setiap kali ia sedang tidak bertugas, Danny selalu mengambil busur panahnya untuk berburu di Hutan Berkabut. Danny bahkan memutuskan ketika ia tidak lagi menjabat sebagai tentara, ia akan melamar ke Balai Kota untuk bekerja sebagai penjaga dan pemelihara hutan dan memilih Hutan Berkabut sebagai tempat tinggal barunya.     

"Wooo … wooo …!"     

Pada saat itu, Danny mendengar bunyi sangkakala ditiup.     

Bunyi sangkakala itu menandakan kedatangan musuh.     

Danny menghentikan lamunannya dan memperbaiki genggaman senjatanya.     

Apa pun yang terjadi, Danny masih seorang prajurit saat ini. Danny harus berjuang untuk melindungi Yang Mulia Roland dan menggulingkan gereja yang selalu menyerang para penyihir.     

…     

Saat matahari sudah berada di atas kepala Danny, pasukan berbaju zirah muncul di kaki gunung.     

Untuk mengepung satu-satunya jalanan yang menuju ke gunung, garis pertahanan Tentara Pertama berjarak kurang dari 1 kilometer jauhnya dari Pegunungan Hermes. Saat musuh turun dari gunung, musuh akan masuk ke area jebakan meriam Tentara Pertama.     

Danny tahu betul bahwa Si Kapak Besi tidak akan melewatkan kesempatan emas ini untuk menyergap musuh.     

Senada dengan apa yang ada di benak Danny, serangkaian suara bergemuruh terdengar di belakangnya, yang terdengar seperti suara guntur yang datang dari jauh. Samar-samar Danny bisa melihat bayangan sesuatu yang melayang di atas kepalanya ke arah musuh.     

Pertempuran ini sudah dimulai.     

Dari jauh, Danny bisa dengan jelas di mana peluru meriam itu mendarat karena debu dan tanah yang beterbangan ke udara. Musuh yang berbaris seperti barisan semut langsung kocar-kacir dengan panik. Itu adalah sebuah reaksi yang normal, mengingat itu adalah pertama kalinya mereka dihantam oleh lawan yang bahkan tidak bisa mereka lihat keberadaannya. Jika musuh adalah tentara bayaran atau prajurit milisi, moral mereka mungkin bisa benar-benar hancur setelah beberapa kali ditembaki oleh peluru meriam milik Tentara Pertama.     

Tetapi pasukan gereja tidak juga mundur. Musuh mulai menyusun formasi baru. Para prajurit itu tampaknya tidak berbaris dengan rapi seperti sebelumnya.     

Pada saat mereka semakin dekat ke arah Danny, mereka telah mengalami 3 kali serangan meriam. Kombinasi serangan 50 buah meriam sudah cukup untuk membombardir musuh secara terus-menerus, bisa dibilang itu merupakan sebuah pengalaman yang menyiksa mereka. Tanpa kuda-kuda mereka, musuh terpaksa harus melewati jalanan ini dengan berjalan kaki.     

Pasukan Penghukuman Tuhan, yang konon memiliki kekuatan luar biasa itu, mengangkat perisai besar mereka dengan tegap dan melangkah di barisan terdepan. Mereka membentuk dinding besi berwarna abu-abu yang kini hanya berjarak 500 hingga 600 meter dari parit pertama milik Tentara Pertama.     

Tetapi mereka tidak terlalu kuat jika berhadapan dengan peluru-peluru meriam. Segera setelah sebuah peluru meriam mengenai salah satu perisai besar itu, perisai itu langsung hancur berkeping-keping dan si prajurit Pasukan Penghukuman Tuhan langsung terpental ke tanah.     

"Situasi ini tidak bagus," kata Danny sambil menggelengkan kepala. "Aku rasa musuh bisa terlanjur musnah terlebih dahulu sebelum mereka mencapai parit pertama." Danny memahami rencana strategi Tentara Pertama: pertama, mereka akan menembaki musuh yang berjarak 1.000 sampai 1.500 meter dengan meriam, kemudian ketika musuh sudah mencapai area kawat berduri, mereka akan menembaki musuh dengan senapan mesin. Jika musuh berada dalam jarak 200 meter dan bergerak semakin dekat, mereka akan menggunakan revolver dalam pertempuran jarak dekat.     

"Kenapa tidak bagus?" tanya Malt, ia mengintip ke atas parit sambil berjinjit.     

"Yah, karena dengan begitu tidak ada pekerjaan yang bisa aku lakukan." sahut Danny sambil mengumpulkan peluru yang diletakkannya di saku, ia mengambil senjatanya, dan bersiap untuk pergi.     

"Kamu mau pergi ke mana?" Malt buru-buru menarik Danny.     

"Aku akan pergi ke parit di barisan depan." sahut Danny sambil melepaskan diri dari Malt. "Kamu tinggal di sini saja."     

"Aku mau ikut denganmu." kata Malt.     

"Jangan ikut denganku. Ini perintah kapten." balas Danny.     

Setelah mengucapkan kata-kata itu, Danny membungkuk dan berjalan di sepanjang parit yang saling terhubung itu.     

Suara peluru meriam yang mendarat terdengar semakin keras. Setiap kali ada peluru yang mendarat ke tanah, serpihan tanah dan kerikil terciprat sampai ke kerah seragam Danny.     

Danny tahu, bahwa ia semakin dekat ke garis depan sedikit demi sedikit.     

Setelah melewati 3 baris parit, Danny menjulurkan kepalanya keluar untuk mengawasi dari parit, anggota tim lainnya juga memandang ke arah Danny dengan bingung. Danny bisa dengan jelas melihat perisai besar milik Pasukan Penghukuman Tuhan, dan ia bahkan bisa mendengar teriakan-teriakan musuh yang putus asa itu.     

Danny kini berada sekitar 300 meter dari musuh.     

Jarak ini sudah cukup dekat.     

Sambil menarik napas dalam-dalam, Danny mengatur senapannya, ia mengarahkan pandangannya ke suatu titik, dan menarik pelatuknya.     

Diiringi oleh suara tembakan senapan yang nyaring, darah terciprat ke segala arah, diikuti oleh prajurit Pasukan Penghakiman yang ambuk ke tanah. Pasukan Penghakiman yang berada di belakang prajurit yang tewas itu tampak kebingungan dengan serangan musuh yang tidak terlihat.     

Danny membuka senapannya, ia melepas selongsong peluru yang sudah mengepul, dan kembali memasukkan peluru yang baru.     

Suara kokangan senjatanya membuat Danny merasa bersemangat, naluri berburunya kembali naik.     

"Korban pertama sudah dilumpuhkan," pikir Danny dalam hati.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.