Bebaskan Penyihir Itu

Korban Tidak Dikenal



Korban Tidak Dikenal

0"Kekuatan sihir?" Earl Delta berbalik dan bertanya, "Apa maksudnya itu?"      0

"Suruh pasukan kesatriamu untuk minggir sekarang!" Brian tidak punya waktu untuk memikirkan etiket dan ia berteriak kepada Earl Delta.     

Brian baru saja selesai berbicara ketika sekelompok jemaat gereja yang mengenakan jubah berwarna ungu tiba-tiba muncul dari gang dan bergegas ke arah pasukan kesatria yang sedang mengawal Brian dan rombongan dari Kota Tanpa Musim Dingin. Kekuatan sihir mereka begitu terasa sehingga kuda-kuda para kesatria itu langsung terkejut dan jatuh menimpa para kesatria sebelum mereka bisa menyadari apa yang sedang terjadi. Para kesatria lainnya segera menghunus pedang mereka dan mulai bertarung dengan jemaat gereja itu.     

Orang-orang yang ada di jalanan tampak panik dan berlarian ke sana kemari, banyak orang terjatuh dan terinjak-injak oleh kerumunan massa yang melarikan diri. Suara teriakan orang-orang yang meminta tolong bisa terdengar di mana-mana dan situasi di sana berubah jadi sangat kacau dalam sekejap.     

"Ini pe … pengkhianatan!" awalnya Earl Delta tampak syok, kemudian ia berubah jadi murka. "Sialan! Bunuh para pemberontak gereja itu!"     

Tetapi, sebuah batu terbang tiba-tiba membuat Earl bungkam.     

Batu itu adalah batu yang berasal dari trotoar dan ada lebih banyak batu yang beterbangan di udara dan dengan cepat melesat ke arah seorang kesatria. Kejadian itu terjadi begitu cepat sehingga semua orang hanya bisa melihat ada bayangan hijau yang melesat saat batu itu terlempar. Tubuh kesatria pertama yang terkena lemparan batu itu mengeluarkan darah dari semua lubang yang ada di tubuhnya, termasuk dari kedua matanya. Baju zirah kesatria itu hancur seketika dan mustahil baginya untuk tetap bisa bertahan hidup dengan kondisi luka yang separah itu.     

Setelah itu, semakin banyak batu-batu yang beterbangan di udara, bahkan batu-batu itu juga mengenai beberapa jemaat gereja tanpa pandang bulu. Potongan-potongan batu yang tajam itu mampu menghancurkan tulang manusia, sementara batu tulis yang berbentuk lempengan bisa membelah tubuh manusia menjadi dua bagian.     

Sebelum Earl Delta bisa bertindak apa-apa, Brian dengan cepat menarik bangsawan itu ke samping untuk berlindung.     

"Tembak!" seru Si Kapak Besi.     

Suara tembakan terus-menerus terdengar di seberang jalan.     

Orang-orang yang masih berdiri langsung tumbang seperti gandum yang disemai dan begitu asap dari bubuk mesiu itu menghilang, ada banyak kesatria yang terluka dan juga para jemaat gereja yang bergelimpangan di jalanan. Dalam sekejap, lokasi itu jadi benar-benar kacau, sekarang mayat-mayat tergeletak di mana-mana, beberapa dari mereka ada yang masih terengah-engah sementara ada juga yang masih mengerang-ngerang kesakitan dan menggeliat-geliat di tanah.     

"Di mana musuh kita?" Brian menatap ke semua sudut jalanan tanpa berkedip, seolah-olah ia sedang menghadapi musuh yang tangguh.     

"Musuh … bukankah semua musuh itu sudah mati?" tanya Earl Delta dengan bingung, tampaknya ia masih syok dengan semua kekacauan ini. Earl Delta jelas tidak mengira bahwa pasukan Yang Mulia Roland ternyata sekuat ini. Belasan kesatria berbaju zirah dan jemaat gereja yang begitu banyak berhasil dilumpuhkan dalam sekejap.     

"Musuh datang!" Sylvie berseru dengan suara tercekik.     

Seolah menanggapi teriakan Sylvie, seorang wanita tiba-tiba muncul di gang, ia sedang menggerakkan batu-batu yang ada di jalanan dan membuat batu-batu itu melayang di udara dan melemparkan batu-batu itu satu per satu ke arah rombongan Brian.     

Suara tembakan senjata yang memekakkan telinga terdengar lagi. Sebagian besar batu-batu itu langsung terpecah sampai hancur sementara sepotong batu yang berbentuk lempengan berputar dan hendak menebas ke arah rombongan Brian seperti sebuah pedang raksasa yang melayang sendiri.     

"Gawat!" hati Brian langsung menciut. Kelihatannya, senjata api saja tidak cukup cepat untuk menghancurkan lempengan batu yang sedang berputar dengan cepat itu. Brian dengan ngeri membayangkan apa yang akan terjadi jika para prajurit itu sampai terkena lemparan lempengan batu itu. Para prajurit tidak mengenakan baju zirah seperti para kesatria dan akan semakin banyak korban yang jatuh. Namun, mereka tidak punya pilihan selain terus berjuang.     

Tepat pada saat Brian sedang memikirkan hal itu, cahaya berwarna ungu tiba-tiba muncul di depan pasukan seperti sebuah perisai pelindung.     

Cahaya ungu itu adalah Sangkar Ajaib yang terbuat dari kekuatan sihir dan sangkarnya mengunci lempengan batu terbang itu, kemudian batunya hancur dalam sekejap di dalam Sangkar Ajaib.     

"Apakah musuh kita … adalah penyihir?" Earl Delta berdiri dengan kebingungan.     

Para prajurit Tentara Pertama menghentikan tembakan mereka setelah semua batu-batu yang melayang jatuh ke tanah.     

Kabut asap tebal yang berasal dari tembakan senjata api membuat penglihatan mereka kabur. Bau belerang menyeruak di udara, tetapi tidak ada prajurit yang berani mengusap mata mereka atau bahkan terbatuk. Kecuali suara senjata yang diisi ulang pelurunya, suasana di lokasi itu benar-benar sunyi untuk sesaat.     

"Apa yang anda lihat, Nona Sylvie?" tanya Si Kapak Besi.     

"Kekuatan sihir itu … menghilang," kata Sylvie dengan pelan.     

Ini berarti musuh mungkin telah melarikan diri dari lokasi itu, atau musuh sudah mati selama pertarungan.     

Setelah asap tebal menghilang, Brian bisa melihat apa yang terjadi.     

Seorang wanita tergeletak di trotoar dalam genangan darah, rambutnya yang tebal, keriting, dan berwarna hijau tua tampak kotor dan terkena genangan darahnya sendiri.     

Brian melonggarkan cengkeramannya di bahu Earl Delta yang sedang gemetar ketakutan dan ia berjalan menuju wanita itu, pakaian pendeta berwarna merah-putih mengungkapkan identitas wanita itu.     

Ada 2 buah luka seukuran telapak tangan yang menembus perut Penyihir Suci itu. Sudah jelas, peluru masih memiliki kekuatan yang mematikan setelah menembus lempengan batu dan pelurunya menerjang tubuh wanita itu. Banyak luka goresan di lengan dan kaki wanita itu, luka itu pasti disebabkan oleh pecahan lempengan batu yang memantul ke si penyihir.     

Meskipun para prajurit mengenakan Liontin Penghukuman Tuhan, penyihir itu masih bisa menggerakkan batu-batu dan menggunakan batu-batu terbang itu sebagai perisainya. Dengan begitu, si penyihir bisa menyerang musuh dengan batu-batu itu sambil menjaga jarak dari musuhnya. Namun, penyihir itu tentu tidak menyangka bahwa senjata api ternyata bisa sekuat itu.     

Setelah Brian memeriksa mayat si penyihir, penyihir itu sebenarnya sudah terkena tembakan selama putaran pertama serangan, tetapi ia masih bisa memanipulasi batu-batu terbang itu. Tekad dan semangat penyihir ini cukup luar biasa.     

"Apakah wanita itu benar-benar penyihir dari gereja?" Earl Delta mendekati mayat itu dengan hati-hati.     

"Bukankah Yang Mulia Roland sudah menjelaskan semuanya dalam brosur yang dibagikan di Kota Raja?" jawab Brian dengan jengkel. "Gereja tidak hanya berusaha meracuni warga sipil dengan Pil Berserk, tetapi mereka juga melatih para penyihir untuk bekerja bagi gereja secara diam-diam. Hanya para penyihir yang pernah ditindas oleh gereja yang berdiri di pihak kita. Apakah anda belum pernah mendengar informasi ini sebelumnya?"     

"Sebenarnya, aku memang pernah mendengar informasi ini sebelumnya, tetapi sepertinya sulit dipercaya …." jawab Earl Delta.     

"Ini hanya sebagian kecil dari tindakan tercela yang dilakukan oleh gereja, dan kelakuan para bangsawan sendiri tidak jauh lebih baik dari gereja," pikir Brian dalam hati, tetapi ia tidak mengatakan hal itu di depan Earl Delta.     

Edith juga tampak terkejut dengan kekacauan singkat yang terjadi ini.     

Ini adalah pertama kalinya Edith melihat kemampuan tempur pasukan Yang Mulia Roland. Seluruh kejadian tadi tampak seperti 'badai yang mengamuk' dan yang perlu dilakukan oleh para prajurit itu hanyalah diam di tempat sambil menembakkan senjata mereka. Dalam hal ini, pasukan Yang Mulia Roland secara fisik jelas menguntungkan. Orang bisa     

membayangkan bahwa semakin besar skala peperangan yang terjadi, semakin jelas keuntungan yang diberikan oleh senjata api itu.     

Sudah jelas, pertempuran tradisional - di mana awalnya para prajurit bertempur dengan baju zirah yang tebal dan berat serta menggunakan senjata tajam, kini telah berganti menjadi pertempuran dengan gaya yang berbeda.     

Ditambah lagi, dengan mesin-mesin pabrik yang menderu siang dan malam, mereka dapat terus memproduksi senjata-senjata seperti ini di Wilayah Barat. Edith membayangkan betapa besar potensi kemenangan dalam peperangan yang dimiliki Yang Mulia Roland dalam wilayah kekuasaannya.     

Sebelum Si Kapak Besi memerintahkan pasukannya untuk terus bergerak, Edith sudah pulih dari rasa terkejutnya.     

Namun, keyakinan Edith kini semakin kuat bahwa pilihannya untuk menyerahkan diri dan setia kepada pemerintahan Yang Mulia Roland adalah sebuah pilihan yang tepat.     

Tentara Pertama berbelok di sudut jalan dan segera menyambangi pintu depan gereja. Ada beberapa mayat yang tergeletak di tanah dan jika dilihat dari pakaian mereka, kebanyakan dari mayat-mayat itu adalah anggota tim patroli.     

Pasukan Si Kapak Besi segera menyadari apa yang telah terjadi. Tepat pada saat tim patroli diperintahkan untuk memblokade gereja, lebih dari 200 orang yang terkena pengaruh sihir ini tiba-tiba tewas terbunuh. Beberapa jemaat gereja tetap bertarung melawan tim patroli, sementara jemaat yang lain menciptakan kekacauan di luar kota, di mana beberapa jemaat gereja berusaha menerobos gerbang. Untungnya, Tentara Pertama yang berada kurang dari 300 meter dari gereja mampu menghadapi Penyihir Suci itu. Jika mereka terlambat masuk ke kota 15 menit saja, Penyihir Suci itu mungkin sudah melarikan diri selama terjadi kekacauan.     

Brian segera memimpin pasukannya masuk ke dalam gereja, di sana mereka melenyapkan para pemberontak gereja yang masih tersisa.     

Selanjutnya pasukan Brian menggeledah gereja itu untuk mencari dokumen, surat, atau barang-barang berharga lain yang berguna. Menurut Yang Mulia, pasukan Brian harus mengambil sesuatu yang bernilai tinggi.     

Kemudian, di bawah bimbingan Mata Sihir Sylvie, para prajurit itu menggunakan bahan peledak untuk meledakkan gerbang besi yang mengunci ruang bawah tanah. Para prajurit itu menunggu untuk melihat apa yang tersembunyi di balik gerbang di ruang bawah tanah itu.     

Di dalam ruang bawah tanah itu, terdapat lebih dari 10 peti berisi Batu Pembalasan Tuhan, dan di sekeliling peti-peti itu juga terdapat tumpukan batangan-batangan emas yang disusun dengan rapi.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.