Bebaskan Penyihir Itu

Sebuah Peristiwa yang Mengejutkan



Sebuah Peristiwa yang Mengejutkan

3"Apa? Apa yang datang?" tanya Roland dengan terkejut.     
2

Sebelum Roland sempat bertanya lebih lanjut, tanah di bawah kakinya telah naik dan mulai retak. Menara batu hitam itu menjulang ke udara dalam 1 detik. Dan seekor monster berwarna abu-abu raksasa melompat keluar dari dalam retakan tanah dan membuka mulut besarnya yang berwarna merah, monster itu mencoba melahap menara batu hitam itu. Lendir yang ada di kulit monster itu terciprat ke segala arah.     

Karena Summer hanya bisa merekonstruksi adegan tanpa suara, Roland merasa seperti sedang menonton film bisu yang terasa nyata. Namun para penyihir itu, yang belum pernah menonton bioskop bahkan bereaksi lebih heboh lagi. Mereka semua berteriak ketakutan dan mundur beberapa langkah. Ashes bahkan langsung mengeluarkan pedangnya dan berdiri di depan Tilly untuk melindunginya.     

Yang lebih mengerikan adalah, ternyata ada lebih dari 1 monster!     

Di bawah menara batu hitam itu tersembunyi seekor monster bertentakel, tubuhnya yang berwarna hitam hampir menyerupai menara batu yang berwarna hitam, hanya tentakel yang menyembul keluar dari bagian bawah menara itu yang terlihat seperti kaki-kaki yang tidak terhitung banyaknya. Sisik monster itu berkilauan dengan warna merah tua, dan sisiknya adalah satu-satunya indikasi yang menunjukkan bahwa makhluk itu ternyata masih hidup meski tinggal di dalam tanah.     

Monster Tentakel itu berukuran hampir setengah istana Kota Tanpa Musim Dingin, tetapi ukuran tubuhnya itu masih tidak sebanding dengan Monster Bermulut Raksasa yang bisa menelan seluruh menara hitam itu. Untuk menghindari agar dirinya tidak tertelan, Monster Tentakel itu berusaha agar Monster Bermulut Raksasa itu tidak melahapnya dengan cara mengibas-ngibaskan tentakelnya. Sementara itu, Kabut Merah yang keluar secara perlahan mulai melukai kulit binatang itu. Jelas, Kabut Merah tebal yang hampir berwarna hitam itu, dapat menyebabkan kerusakan bagi musuh-musuhnya.     

Namun, Monster Bermulut Raksasa itu terlalu besar untuk dikalahkan hanya dengan Kabut Merah. Saat menara batu itu mulai terangkat dari tanah sedikit demi sedikit, Monster Tentakel itu akhirnya menjadi santapan Monster Bermulut Raksasa itu. Setelah itu, menara batu hitam perlahan meluncur ke dalam mulut Monster Bermulut Raksasa juga. Pada akhirnya, Roland bisa melihat Mata Iblis, yang tampaknya tidak terganggu oleh Monster Bermulut Raksasa itu, Mata Iblis itu tetap berada di puncak menara selama ditelan oleh monster tanpa berusaha melarikan diri.     

Ilusinya berhenti pada saat itu. Kabut Merah dan monster raksasa itu menghilang seketika. Suasana kembali tenang. Mereka melihat lubang raksasa yang ada di tanah dan menyadari apa yang telah mereka lihat itu memang terjadi beberapa waktu yang lalu.     

Roland menghela napas panjang. Roland semakin yakin bahwa ia telah melakukan hal yang benar untuk tidak melibatkan Tentara Pertama dalam menonton reka adegan ini. Jantung Roland berdebar kencang seolah-olah jantungnya bisa melompat keluar dari dadanya saat ia menonton reka adegan itu. Bahkan meski 'film bisu' itu sudah berakhir, rasa takut masih menghantui Roland.     

"Apa itu … mirip dengan monster yang menggeliat yang memakan seluruh laboratorium Nona Agatha?" tanya Tilly sambil memecah keheningan. "Mengapa monster itu menyerang pemukiman iblis?"     

"Kita mungkin telah salah menilai sebelumnya. Mungkin monster ini bukan binatang hibrida iblis yang diperbudak oleh iblis. Setidaknya, monster itu bergerak sendiri tanpa dikendalikan oleh iblis …" kata Roland sambil menatap Agatha, "Bagaimana menurutmu?"     

"Aku rasa juga begitu." sahut Agatha sambil mengangguk, tampaknya ia juga sudah memikirkan hal itu sejak lama. "Tidak ada catatan tentang monster semacam ini selama dua Pertempuran Besar. Jika iblis memiliki kemampuan untuk menundukkan monster-monster itu, kami tentu tidak akan bisa bertahan lama, dan Kota Taquila pasti sudah lama hancur sebelum diserang iblis. Iblis-iblis itu hanya perlu memerintahkan beberapa Monster Bermulut Raksasa untuk membawa beberapa Pemimpin Iblis dan memasuki Kota Taquila dari bawah tanah untuk melancarkan serangan."     

"Jika bukan iblis yang mengendalikan monster-monster itu, lalu siapa yang melakukannya?" tanya Tilly sambil mengerutkan kening. "Jika dilihat dari monster belalang sembah transparan yang pernah dihadapi Nona Nightingale di Hutan Berkabut, monster-monster itu sepertinya memiliki tujuan."     

"Mungkin itu hanya serangan secara acak?" tanya Nightingale sambil meregangkan kedua tangannya. "Binatang Hibrida Iblis sama sekali bukan binatang iblis biasa. Berdasarkan penampilan mereka selama Bulan Iblis, mereka telah mengembangkan semacam keterampilan untuk berpikir seperti manusia. Mungkin monster-monster itu bahkan lebih pintar daripada kita jika mereka bisa hidup selama itu."     

Semua orang menertawakan komentar Nightingale sekaligus merasa lebih rileks. Jelas, tidak ada orang yang akan percaya bahwa monster mengerikan itu bisa jadi lebih cerdas daripada manusia yang makan makanan bergizi dan juga bisa berpakaian. Gagasan itu kedengarannya terlalu konyol dan bodoh.     

Hanya Roland yang tetap diam dan tidak tertawa. Roland terus menatap ke arah lubang yang dalam itu, berbagai macam pikiran terus berkecamuk di benaknya.     

Apakah umat manusia benar-benar spesies yang paling cerdas di bumi ini?     

Roland tidak berani berasumsi bahwa manusia adalah makhluk paling cerdas, terutama ketika saat ini ia sedang berada dalam sebuah dunia yang benar-benar asing. Ketika lingkungan hidup dan kebutuhan berubah, apa yang dianggap cerdas mungkin juga berbeda. Contohnya binatang buas itu. Mereka tentu tidak menganggap bahwa kain sutra dan makan roti sebagai sebuah kebutuhan hidup yang penting.     

"Mengapa Mata Iblis itu tidak merespons?" tanya Andrea dengan bingung. "Bukankah kamu mengatakan bahwa seluruh pemukiman iblis itu akan mengetahui keberadaan kita setelah mereka melihat kita?"     

"Karena tidak ada yang menatap ke arah Mata Iblis itu," Agatha menjelaskan, "Mata Iblis akan melihat kita hanya setelah kita melihatnya terlebih dahulu. Tetapi bagi Monster Bermulut Raksasa itu, ia sendiri tidak memiliki mata. Monster Bermulut Raksasa itu tidak memiliki apa-apa selain mulut raksasa."     

"Karena monster itu juga tidak membutuhkan mata." Roland melanjutkan, "Seperti monster cacing tanah itu, binatang itu hidup di bawah tanah sepanjang tahun. Mereka tidak perlu mata untuk melihat. Monster-monster yang hidup di dalam tanah tidak memiliki organ tubuh yang peka terhadap cahaya."     

"Organ … apa?" tanya Tilly dengan penasaran.     

"Organ tubuh yang peka terhadap cahaya, seperti mata kita. Beberapa hewan ada yang menggunakan kulit mereka untuk mendeteksi cahaya." Roland tidak melanjutkan penjelasan itu lebih lanjut, ia berjongkok dan menunjuk ke arah lubang yang dalam. "Kilat, apakah kamu ingin pergi ke dalam sana untuk mencari tahu?"     

Gadis kecil itu segera menganggukkan kepala dengan penuh semangat.     

"Itu terlalu berbahaya." Ashes berusaha menghentikan Kilat. "Kita sama sekali tidak tahu apa yang bersembunyi di dalam lubang itu."     

"Kamu tidak perlu masuk ke dalam seluruh terowongan, tetapi lihat ke mana binatang itu menuju," kata Roland, "Nightingale akan tinggal di sini sambil memantau reaksi kekuatan sihirmu. Semua akan baik-baik saja."     

"Hm, bukankah aku seharusnya mengikuti monster itu ke dalam lubang dan menangkapnya?" tanya Kilat sambil cemberut.     

"Tidak untuk saat ini. Monster itu telah melahap iblis, bukan Agatha. Jadi tidak ada yang perlu diselamatkan." kata Roland. "Segera keluar dari sana dan laporkan kepadaku secepatnya setelah kamu menemukan ke mana terowongan itu mengarah. Apa kamu mengerti?"     

"Baiklah." Kilat mengeluarkan sebuah obor portabel dari tasnya dan terjun ke lubang yang dalam setelah menyalakan obornya.     

"Pintu keluarnya ada di sini!" Setelah beberapa menit, suara Kilat terdengar dari Pelat Simbol Pendengaran. "Apakah kamu melihat oborku?"     

Nightingale segera menemukan arah ke mana terowongan itu mengarah berdasarkan lokasi obor. "Bagus! Kamu bisa kembali ke sini sekarang."     

Alis Roland semakin berkerut ketika ia melirik ke arah Nightingale yang sedang berdiri di sebelah tenggara lubang itu, dan gunung-gunung bersalju itu berada di belakang Nightingale.     

Rupanya, Tilly juga menyadari hal itu.     

"Sepertinya kita memang telah salah menilai sejak awal." kata Tilly sambil mengangkat bahu. "Monster cacing yang kita temui di Hutan Berkabut itu ternyata tidak mengarah ke pemukiman iblis, tetapi mungkin menuju ke pegunungan salju ini?"     

"Sepertinya begitu." sahut Roland sambil mendongak. Puncak gunung salju itu menjulang tinggi di antara awan-awan. Salju di bagian puncak gunung itu berkilauan di bawah sinar matahari. "Tampaknya kita harus menyelidiki ke gunung tertinggi yang ada di Wilayah Barat itu."     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.