Bebaskan Penyihir Itu

Memasuki Medan Pertempuran



Memasuki Medan Pertempuran

4"Ketiga petugas patroli itu semuanya tewas di dalam sebuah gubuk di kaki Menara Mercusuar," jawab Hakim Agung itu sambil mengangguk, "Dan mereka biasanya bergantian berjaga seminggu sekali. Jadi ketika mereka ditemukan, mayat mereka sudah mulai membusuk."      1

"Baiklah. Itu berarti bukan petugas patroli itu yang menyalakan api tanda bahaya tempo hari, tetapi mungkin musuh." kata Soli sambil menggebrak meja dengan kesal, tetapi tiba-tiba ia tertawa. "Apakah musuh sengaja menggoda kita atau memancing kita untuk melakukan serangan?"     

"Kita tidak tahu apa alasan musuh melakukan hal itu. Tetapi Tuan, informasi salah satu Tikus itu cukup menarik." kata Hakim Agung sambil menunjuk ke berkas laporan yang ada di meja. "Aku sengaja menulis informasi itu di halaman terakhir."     

Soli membalik laporan itu ke halaman terakhir dan buru-buru membacanya. "Dua minggu yang lalu, orang-orang memasang penghalang di jalan di bawah Bukit Angin Dingin, mereka melarang siapa pun pergi ke Pegunungan Tak Terjangkau, tetapi mereka membiarkan orang turun dari gunung itu?"     

"Tepat sekali. Salah satu anggota Tikus itu telah merencanakan untuk mencari peruntungan baginya di Kota Lembah Dalam, tetapi ia melihat ada beberapa pedagang yang seharusnya menuju ke Hermes dihentikan oleh sekelompok tentara."     

"Sepertinya Tuan Kevan benar-benar tidak melakukan hal ini," pikir Soli. "Tunggu sebentar … 2 minggu yang lalu katamu? Kapan terakhir kali kelompok pedagang keliling yang menjual gandum itu muncul?"     

"Baru 3 hari yang lalu."     

Ekspresi di wajah Soli langsung berubah suram. "Itu artinya, para pedagang itu diizinkan untuk melewati Pegunungan Tak Terjangkau yang seharusnya tidak dapat diakses?"     

Alasannya sudah jelas.     

"Mereka bekerja sama," kata Hakim Agung itu, "Setidaknya mereka terlihat seperti itu."     

"Berapa banyak prajurit yang menjaga perbatasan ke Pegunungan Tak Terjangkau itu?" tanya Soli.     

"Tikus itu hanya berani melirik dari jauh. Ia memperkirakan ada beberapa ratus prajurit di sana."     

"Selama kita bisa menemukan kelemahan musuh, kita akan baik-baik saja," kata Soli sambil bangkit berdiri, "Suruh Pasukan Penghakiman untuk segera berkumpul di sini!"     

"Tuanku, apa anda bermaksud untuk turun ke kaki bukit?" tanya Hakim Agung itu dengan terkejut, tetapi ia dengan cepat menjelaskan. "Paus Tertinggi memerintahkan kami untuk berjaga-jaga di Bukit Angin Dingin setelah kami merebut kota itu, untuk memastikan semua jalanannya aman dan menunggu pasukan utama datang ke sini … jika anda ingin mengetahui lebih banyak tentang situasinya secara lebih jelas, mintalah sekelompok pasukan kecil untuk menangkap beberapa musuh untuk kita interogasi, itu sudah cukup."     

"Aku bukan hanya ingin menangkap beberapa orang musuh untuk diinterogasi, tetapi aku juga akan menghancurkan penghalang jalanan yang mereka buat. Ini adalah harga yang harus mereka bayar karena mereka telah mempermainkan kita." sahut Soli sambil mengibaskan tangannya dengan tidak sabar. "Jika kita mulai menangkap musuh hari ini, lusa aku sudah bisa melihat kepala mereka digantung di atas gerbang kota. Ini tidak akan berpengaruh terhadap rencana serangan Kota Suci ke Bukit Angin Dingin, jadi Yang Mulia Paus tidak akan menyalahkan kita."     

"Tetapi jika ini jebakan, musuh akan …."     

"Sebuah jebakan katamu?" Soli melirik ke arah Hakim Agung itu. "Aku sudah biasa memimpin pasukan dan kami pernah menyerang Istana Gigi Patah di Kerajaan Hati Serigala. Itu adalah pertempuran yang sangat sulit. Musuh mengambil keuntungan dari wilayah geografis mereka dan membuat banyak perangkap di sana. Namun, perangkap yang dibuat oleh rakyat jelata tidak bisa menghalangi Pasukan Penghukuman Tuhan. Jadi, perangkap macam apa yang diletakkan musuh di lahan terbuka di kaki gunung yang bisa mengalahkan pasukan kita? Setiap upaya musuh untuk menyerang Pasukan Penghukuman Tuhan akan sia-sia. Selain itu, aku sendiri berharap musuh memiliki keberanian untuk bertarung, bukannya melarikan diri." kata Soli. "Sekarang kamu sudah memahami maksudku. Pergilah dan lakukan perintahku."     

"… Baik, Tuan!" jawab Hakim Agung itu.     

Ketika Hakim Agung itu sudah pergi, Soli Daal mencibir. "Aku tidak akan pernah mengampuni para penghujat itu."     

*******************     

"Ada pasukan besar yang baru saja keluar dari Bukit Angin Dingin?" tanya Si Kapak Besi sambil menatap ke arah seekor merpati gemuk yang baru saja masuk ke tenda.     

"Mereka berjumlah sekitar 1.000 tentara, coo!" kata Maggie sambil mengepakkan sayapnya, "Dan tidak ada kereta kuda yang mengangkut biji-bijian atau pasukan milisi. Semua prajurit itu mengenakan baju zirah. Beberapa dari mereka bahkan juga membawa perisai besar dan tombak pendek, coo!"     

"Perisai besar?" tanya Si Kapak Besi dengan heran, "Seberapa besar perisai itu?"     

"Hmm …" Maggie menatap Si Kapak Besi sambil memiringkan kepalanya. "Perisai itu berukuran hampir sebesar tubuhmu, coo."     

"Aku mengerti. Bagus sekali." kata Si Kapak Besi sambil memberikan sepotong dendeng daging kepada Maggie seperti biasa, kemudian ia memanggil penjaga yang berjaga di luar pintu. "Minta komandan Brian dan komandan Van'er untuk datang ke tendaku untuk rapat. Musuh kita sedang beraksi."     

…     

Setelah mendengar informasi yang diberikan oleh Maggie, Brian mengerutkan keningnya. "Bagaimana musuh bisa bergerak begitu cepat? Dibutuhkan waktu antara 2 hingga 3 hari bagi Yang Mulia untuk sampai ke Kota Lembah Dalam. Meriam Benteng 152 mm bahkan juga belum sampai …."     

"Gereja memang bereaksi lebih cepat dari yang kita duga, tetapi meski Yang Mulia ada di sini atau tidak, kita harus tetap menjaga posisi kita di sini dan jangan pernah menyerah," kata Si Kapak Besi dengan tenang, "Apa pun yang terjadi, musuh tidak boleh sampai melintasi garis pertahanan kita di kaki gunung."     

"Baik!" sahut Brian dan Van'er dengan serempak.     

"Bagus. Begini rencanaku." kata Si Kapak Besi sambil menjilat bibirnya yang kering. "Musuh setidaknya membutuhkan waktu 1 hari untuk tiba di kaki gunung, itu memberi kita cukup waktu untuk mempersiapkan segalanya. Kita memiliki lebih dari 2.000 Batu Pembalasan Tuhan. Tempatkan prajurit kita sebanyak mungkin di garis depan. Penembak jitu yang menggunakan senapan mesin membutuhkan banyak perlindungan daripada prajurit lain, jadi mereka juga harus mengenakan Liontin Penghukuman Tuhan." kata Si Kapak Besi sambil menjelaskan rencana yang telah disusunnya. "Selain itu, aku akan menempatkan 10 penembak jitu terbaik dan tim senapan mesin besar untuk melindungi Nona Sylvie. Mereka akan mengikuti instruksi dari Nona Sylvie berdasarkan hasil pemantauannya. Tentara lain akan bertindak sesuai dengan instruksi yang ditentukan selama pelatihan."     

"Aku punya pertanyaan," tanya Vaner ragu-ragu. "Di tim musuh, tentara yang membawa perisai besar itu adalah …."     

"Kemungkinan besar mereka adalah Pasukan Penghukuman Tuhan." jawab Si Kapak Besi sambil mengangguk. "Dilihat dari ciri-ciri yang disebutkan Nona Maggie, prajurit biasa tidak mungkin bisa berbaris sambil membawa perisai sebesar itu."     

"Bisakah peluru kita menembus mereka?" tanya Brian.     

"Kita tidak akan mengetahuinya sebelum kita mencobanya," jawab Si Kapak Besi dengan mantap. "Jika senjata api kita tidak dapat melumpuhkan musuh secara efektif, pasukan kalian hanya perlu mencoba untuk menahan serangan Pasukan Penghukuman Tuhan lalu serahkan mereka kepada pasukan artileri, mereka yang akan membereskan Pasukan Penghukuman Tuhan."     

"Baiklah!" jawab Brian dan Van'er.     

"Pada akhirnya kalian harus bergantung pada pasukan artileri untuk melumpuhkan Pasukan Penghukuman Tuhan itu," kata Van'er sambil tersenyum bangga. "Serahkan saja padaku, Tuan Kapak Besi."     

*******************     

Dua hari kemudian, Danny melompat ke dalam parit pagi-pagi sekali, sambil memegang senapan kesayangannya.     

Menurut instruksi kemarin, Danny langsung pergi ke posisinya, yaitu di sayap kanan parit di tengah medan perang. Semak berduri dan dedaunan yang ada di daerah sekitar Danny semuanya telah disingkirkan, dan menciptakan lahan kosong baginya untuk memantau seluruh medan perang dan membidik musuh dengan tepat.     

Danny mengambil beberapa buah batu dari tanah, ia membuat semacam 'rak kecil' di pinggir parit, tempat ia meletakkan senapannya di rak itu, dan membidikkan senapannya ke depan.     

Dengan begitu, Danny bisa melihat tetesan embun yang menetes dari dedaunan, seekor laba-laba yang sedang menempel di kawat berduri, jalanan yang terbuat dari tanah liat berwarna merah yang penuh dengan cetakan tapal kuda, dan Pegunungan Tak Terjangkau di kejauhan.     

Posisi membidik musuh ini sangat sempurna.     

Danny membuka tempat peluru, ia memasukkan peluru pertama ke dalam laras senapannya, dan menunggu kedatangan musuh.     

Sebagai seorang pemburu, Danny selalu sabar menunggu.     

Sejak Danny bergabung dengan Tentara Pertama, ia telah berpartisipasi dalam serangkaian pertempuran, seperti pertempuran untuk melawan binatang iblis di Bulan Iblis, pertempuran melawan Adipati Ryan, pertempuran untuk merebut Kota Raja, dan sebagainya. Senjata yang Danny gunakan telah diperbarui dari senjata api biasa ke senapan mesin terbaru. Dalam pengalaman bertempur, Danny menjadi salah satu prajurit yang paling berpengalaman di Tentara Pertama. Jika Danny tidak bersikeras untuk tetap berada di garis depan, kemungkinan besar ia akan menjadi seorang perwira di Batalion Senjata yang berada di urutan kedua setelah Brian.     

Daripada Danny diperintah oleh orang lain, ia lebih menikmati perasaan sebagai pemburu mangsa.     

Sejak Danny menerima senjata api pertamanya, ia sudah jatuh cinta dengan senjata hebat semacam itu.     

Senjata itu sangat berguna dan juga kuat. Danny hanya perlu penglihatan yang tajam dan sedikit bakat alami sebagai seorang penembak jitu untuk menguasai cara menggunakan senjata itu.     

Sambil memegang senapan itu di tangannya, Danny bisa merasakan ada kekuatan yang melonjak dari dalam hatinya.     


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.